FAJARPENDIDIKAN.co.id – Belum lagi dengan banyaknya sektor pabrik, perkantoran, dan tempat usaha lainnya yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ditambah dengan kebijakan PSBB yang mengharuskan masyarakat untuk stay at home sehingga mereka para pedagang, drive dan pekerja yang penghasilannya diporeleh diluar rumah tidak mendapatkan penghasilan. Kemudia diperparah dengan tagihan listrik yang naik maka sempurnalah kesengsaraan rakyat saat ini.
Keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak kembali merebak. Masyarakat memperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.
Merespons keluhan-keluhan tersebut, PT PLN (Persero) angkat suara. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN
“Pada intinya bahwa PLN itu tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah. Kan sudah ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. Jadi PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif,” ujar Bob dalam konferensi pers bertajuk ‘Tagihan Rekening Listrik Pascabayar’, Sabtu (6/6/2020). (detik.com 11/06/2020).
Tak sedikit pelanggan yang menaruh curiga kepada petugas pencatatan meteran listrik lantaran tagihannya membengkak awal Juni ini. Sebagaimana diketahui, akhir Mei 2020 lalu, petugas pencatatan listrik sudah diizinkan kembali melakukan pencatatan meter secara langsung ke rumah pelanggan pascabayar untuk tagihan rekening bulan Juni 2020. Lalu, apakah benar memang ada kesalahan pencatatan oleh para petugas tersebut?
PT PLN (Persero) menjelaskan bahwa pihaknya memang mengandalkan pihak ketiga untuk melakukan pencatatan meteran listrik ke rumah-rumah pelanggan. Direktur Niaga dan Management PLN Bob Saril pun memastikan bahwa proses pencatatan meteran listrik oleh petugas sudah sesuai dengan prosedur yang ada. (detik.com 11/06/2020).
Sementara Direktur Human Capital Management PT PLN (Persero), Syofvi F. Roekman menegaskan, bahwa pihaknya juga tidak pernah melakukan manipulasi dalam penghitungan tarif. Penghitungan dilakukan berdasarkan hasil meteran yang juga bisa dilakukan oleh pelanggan sendiri.
Disisi lain, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan, perhitungan yang dilakukan PLN secara transparan. Oleh sebabnya, masyarakat yang tagihannya mengalami kenaikan bukan karena manipulasi atau kenaikan tarif melainkan karena pembatasan sosial.
Menurut Bob, selama pandemi Covid-19, masyarakat diharuskan untuk melakukan kegiatan dari rumah baik untuk kegiatan bekerja hingga sekolah. Dimana tidak hanya orang tua tapi anak dan anggota keluarga lainnya harus di rumah. Maka otomatis penggunaan listrik akan bertambah sehingga ada kenaikan.
“Setelah ada PSBB tentu saja kegiatan di rumah lebih banyak, belajar dari rumah menggunakan fasilitas internet yang membutuhkan listrik. Bapak-bapak kerja juga dari rumah membutuhkan listrik. Lalu AC juga, sehingga mengakibatkan kenaikan pada bulan selanjutnya,” jelasnya (cnbcIndonesia.com 11/06/2020).
Seperti yang kita tahu rakyat mnegalami kesengsaraan yang luar biasa ditengah pandemi. Harusnya Negara bertanggung jawab dengan masalah ini karena Negara adalah riayah (pelayanan) yang melayani semua urusan rakyatnya, namun bila mengingat semua kebijakan dari rezim dimulai dari tidak melakukan lockdown secara awal untuk menghentikan penularan karena tidak ingin menanggung beban logistic rakyat tapi malah mebuka pariwisata dengan menegeluarkan anggaran yang luar biasa banyaknya, enggan menunda atau menghentikan proyek infrastruktur ibukota baru, rezim tidak mau mengalihkan anggarannya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya yang terdampak wabah Covid-19, rencana membuka kembali sekolah sementara lonjakan kasus semakin drastis maka fakta diatas memang mebuktikan bahwa rezim negeri ini tidak peduli terhadap rakyatnya, lari dari tanggung jawab.
Sungguh Begitu menyakitkan hidup dalam pengurusan penguasa sistem kapitalisme. Jika tidak mati secara perlahan karena segala kebijakan liberalnya, mati secara langsung karena salah dalam mengambil keputusan.
Maka tak heran bila tagihan listrik bisa naik ditengah ekonomi yang lemah karena dampak pandemic apalagi ditambah dengan fakta bahwa listrik adalah kebutuhan orang banyak sehingga semahal apapun itu mereka akan tetap membelinya.
Yang dipermasalahkan disini adalah tidak peduli yang naik adalah tarif atau tagihan sama saja tetap berbayar apapun alsannya faktanya tetap naik dan tetap mencekik masyarakat sedangkan dalam pandangan Islam bahwa listrik adalah kepemilikan umum maka tidak boleh untuk diperjualbelikan. Sebagaimana sabda Rasulullah Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga perkara: padang, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Karena listrik sebagai bahan bakar termasuk dalam katagori api (energi) dan juga batubara dan migas sebagai sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta, juga merupakan milik umum maka terlarang bila dimiliki secara pribadi.
Sehingga ini menjadi tanggung jawab negara menjamin kebutuhan listrik setiap rakyatnya, baik dari kualitas maupun kuantitas. dengan harga murah bahkan gratis. Syariah Islam telah menetapkan negara (Khilafah) sebagai wakil umat untuk mengatur produksi dan distribusi energi (termasuk listrik) tersebut untuk kepentingan rakyat.
Negara tidak boleh mengeruk keuntungan dari kepemilikan umum ini. Negara hanya boleh memungut tarif sebagai kompensasi biaya produksi dan distribusi barang-barang tersebut (lihat: Abdurrahman al-Maliki, As-Siyâsah al-Iqtishâdiyah al-Mutslâ).
Sudah saat nya kita sadar bahwa kita memang butuh pemimpin yang bertaqwa yang mau menjalankan aturan yang datang nya dari Allah SWT, sehingga kebijakan apapun yang dikeluarkan tidak keluar dari syariat, yang bertanggungjawab atas setiap pelayannanya dan yang terpenting yang mau menerapkan hukum islam secara kaffah.
Penulis: Iffah Muflihah. N / Pemerhati Sosial