Kata “pandemi” sudah tidak asing lagi terdengar bagi kita semua. Wabah COVID-19 telah diumumkan menjadi pandemi global setelah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) atau Badan Kesehatan Dunia pada tanggal 11 Maret 2020, dan dengan penyebaran yang begitu cepat menyebabkan COVID-19 menjadi salah satu wabah yang menjadi perhatian utama di penjuru dunia.
Wabah COVID-19 ini disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, dengan kasus pertama penyakit ini terjadi di Kota Wuhan, Tiongkok, pada akhir Desember 2019. Ketika awal terjadinya kasus ini, publik masih kurang mementingkan hal tersebut dan menyadari bahaya dari merebaknya wabah ini. Sebagian besar pemerintah dari negara lain juga tidak mengambil kebijakan preventif lebih lanjut, hingga pada akhirnya publik menjadi sadar, bahwa wabah ini bukan suatu candaan, tetapi suatu hal yang serius dan patut diperhatikan.
Sudah lebih dari dua tahun semenjak wabah ini menyerang, dan tentu saja hal tersebut sudah memiliki berbagai dampak terhadap sektor-sektor kehidupan masyarakat. Baik masyarakat menengah ke bawah maupun ke atas, baik yang muda hingga tua, semuanya merasakan dampak dari eksistensi wabah tersebut.
Namun ada satu bidang yang cukup menjadi perhatian, yakni menyangkut kehidupan para pelajar di bidang pendidikan. Seperti yang telah diketahui bahwa kita sebagai pelajar harus dituntut untuk menimba ilmu melalui media online. Tentu saja hal ini pada awalnya menyebabkan berbagai disrupsi dan kebimbangan bagi para pelajar ataupun tenaga pendidik dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Mulai dari metode pembelajaran konvensional yang diterapkan di kelas, seketika berubah menjadi metode pembejalaran jarak jauh (PJJ). Akibatnya, muncul berbagai tantangan yang harus dihadapi dan penting bagi kita untuk mengambil langkah yang tepat guna memaksimalkan potensi yang kita miliki.
Poin pertama ialah akses terhadap pendidikan. Dengan adanya penggunaan aplikasi pendukung pembelajaran seperti Zoom, Google Meet, Google Classroom, Edmodo, WhatsApp dan sebagainya, diperlukan adanya konektivitas jaringan internet serta perangkat yang mendukung. Di mana hal ini kerap menjadi salah satu penyebab kurangnya kelancaran pembelajaran daring. Tidak semua pelajar bisa mendapatkan akses terhadap fasilitas penunjang tersebut dengan efektif. Ada beberapa yang tinggal di daerah pelosok sehingga konektivitasnya terhambat, ada juga yang tidak memiliki gawai yang mendukung pembelajaran, serta alasan lainnya.
Kabar baiknya ialah, di sisi lain, dari pihak pemerintah telah menyediakan solusi bagi masyarakat, terutama pelajar, terkhususnya terkait program bantuan kuota internet bagi pelajar. Hal yang dinilai efektif dari program kuota tersebut ialah adanya restriksi ataupun pembatasan terhadap aplikasi tertentu seperti media sosial dan online games sehingga siswa/i hanya bisa menggunakan kuota tersebut dengan tujuan pembelajaran, dan tidak disalahgunakan untuk hal- hal yang lain.
Bagikan: