Orang Nasrani dan Habasyah Temukan Tanda Kerasulan di Tubuh Muhammad

Kisah Nabi, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Selama diasuh keluarga Halimah di dusun Bani Sa’ad, Muhammad bolak balik dipulangkan ke ibunya, Aminah di Mekkah. Kesepakatan pertama, hingga usianya dua tahun. Namun setelah dipulangkan, Aminah dan kakek Muhammad, Abdul Muthalib, meminta agar Halimah tetap mengasuh Muhammad hingga usia lima tahun.

Belum genap lima tahun, Muhammad dipulangkan lagi ke ibunya. Pasal dipulangkannya untuk yang kedua kalinya, lagi-lagi karena keluarga Halimah ketakutan, Muhammad selalu didatangi orang tidak dikenal.

Suatu waktu, saat usia Muhammad berjalan lima tahun, dia dibawa saudara sesusuannya lagi mengembala kambing, menuju sebuah bukit. Sambil menunggui kambingnya, mereka bermain kejar-kejaran.

Tiba-tiba, datang Halimah untuk menjemput mereka pulang ke rumah. Halimah melihat ada bayangan orang yang secara diam-diam memperhatikan anak-anaknya, sambil berbisik-bisik. Wajahnya, kelihatan diselimuti kekhawatiran.

Orang yang diketahuinya itu, Nasrani dan Habasyah, lalu menerobos, langsung mendekati Muhammad, tanpa memperdulikan dirinya. ‘’Paman mau apa?” tanya Muhammad. ‘’Berbaliklah, nak. Kami mau melihat punggungmu,” ucap orang tak dikenal itu.

Muhammad pun memperlihatkan punggungnya. Kedua orang yang tidak dikenal itu, saling memandang, setelah melihat punggung Muhammad. Mereka kemudian menjauh dari tempat tersebut.

Kelihatannya, ada hal yang dirundingkan setelah memperhatikan punggung Muhammad. Halimah mencoba mendekati orang tersebut untuk mencari tahu, apa yang dirundingkan. ‘’Teruslah bermain nak, saya akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan,” ucap Halimah kepada anak-anaknya.

Halimah terkejut mendengar pembicaraan mereka. ‘’Kita harus merampas anak itu dan membawanya ke raja di negeri kita. Ada tanda di punggungnya, anak itu kelak akan menjadi orang besar.”

Mendengar pembicaraan tersebut, Halimah cepat-cepat berlari menghampiri Muhammad dan berusaha membawanya pulang ke rumah. ‘’Aku harus melarikan Muhammad pulang sekarang juga,” gumamnya.

- Iklan -

Orang Nasrani dan Habasyah itu, sudah tahu sebelumnya, akan hadir seorang rasul terakhir dari kalangan mereka dan diperintahkan mengikutinya, seperti yang tertera pada injil di bagian Kitab Ulangan (18) : 15-22. ‘’Seorang Nabi di antara kamu, dari antara semua saudaramu, akan dibangkitkan oleh Allah – Tuhanmu, maka dia haruslah kamu dengar,” sebagian bunyi kitab tersebut.

Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi. Dari kejauhan, terlihat kedua orang tersebut mengikutinya. Untungnya, Halimah mengetahui  daerah tersebut, sehingga bisa mengelabui jalan orang yang mengikuti jejaknya, meski dengan susah payah.

Setelah sampai di rumahnya, Halimah mengemasi barang-barang Muhammad, untuk siap-siap memulangkan ke ibunya, Aminah di Mekkah. Saudara-saudara sesusuannya, Syaima, Unaisah, dan Abdullah, sangat sedih harus ditinggal Muhammad.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Sabtu, 9 November 2024: Pelayanan Kudus

‘’Jangan lupakan kami, ya Muhammad,” ucap Syaima dengan mata yang berkaca-kaca. Muhammad mengangguk, lalu memeluk saudara sesusuannya itu satu per satu. Haimah pun memboyong Muhammad menuju Mekkah. Muhammad meninggalkan kenangan yang indah yang pasti tidak terlupakan, di sebuah dusun Bani Sa’ad.   

Hilang di Genggaman Halimah

Di perjalanan, Halimah tak henti-hentinya mengelus kepala Muhammad, sebagai tanda sayang. ‘’Bergembiralah Muhammad, engkau akan jumpa lagi dengan ibu dan kakekmu,” ucapnya ke Muhammad.

Bertepatan saat mereka memasuki Mekkah, ada keramaian. Muhammad, terpisah dari genggaman Halimah, menghilang entah ke mana. Halimah curiga, orang Nasrani dan Habasyah itu, tetap membuntutinya dan menculik Muhammad.

Halimah menangis dan mendatangi Abdul Muthalib, kakek Muhammad. ‘’Sungguh pada malam ini, aku datang bersama Muhammad. Namun saat melewati Mekkah atas, dia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu, di mana kini dia berada,” lapor Halimah ke Abdul Muthalib.

Kakek Muhammad itu pun memerintah orang-orang untuk mencari Muhammad. Sambil menanti cucunya ditemukan, dia berdiri di samping Ka’bah memanjatkan doa, agar Allah mengembalikan Muhammad kepadanya.

Doa Muthaib terkabul. Tidak lama setelah itu, seseorang bernama Waraqah bin Naufal datang bersama temannya dari Quraisy, membawa Muhammad. Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah yang kelak menjadi istri Muhammad.

Dia pun bukan penyembah berhala. Dia pengikut ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail, menjadi hamba Allah yang setia. Dia pun jauh dari minuman keras dan judi. Naufal juga dikenal orang yang murah hati terhadap orang miskin yang membutuhkan pertolongan.

‘’Ini anakmu, kami menemukannya di Mekkah atas,” ucap Waraqah. Betapa gembiranya Muthalib, menemukan Muhammad. ‘’Cucuku,” ucapnya sambil mendekap Muhammad. ‘’Apakah kamu mau saya ajak menunggangi unta yang hebat,” bujuk Muthalib dengan wajah berseri-seri, seolah hadiah dengan kemunculan cucunya. “Mau, tetapi mana untanya, kek?” tanya Muhammad.

Dengan tertawa, Muthalib langsung mendudukkan Muhammad di atas bahunya. ‘’Kau telah menduduki untanya, nak. Hahaha,” gurau Muthalb sambil tertawa.

‘’Wah, unta tua, tapi masih hebat ya, kek,” Muhammad balas bergurau. ‘’Biar tua, ini unta yang hebat cucuku. Unta ini, mampu membawamu berthawaf di Ka’bah.” Di tawafnya, Muthalib mendoakan cucunya, agar Allah melindunginya.

Setelah bertawaf, Muthalib mengajak Muhammad menemui ibunya. ‘’Mari kita menemui ibumu sekarang,” ajaknya. Saat bertemu Aminah, keduanya saling kegirangan. Di situ juga sudah ada Halimah.

Baca Juga:  10 Amalan dan 3 Kunci Kelancaran Rejeki Menurut Al-Quran

Meski sudah bertemu ibunya dan Halimah, tetap saja ada perasaan sedih yang terkandung di dada Muhammad. Kesedihannya, sempat terpisah dengan ibu susuannya, Halimah As Sa’diyah, di sebuah keramaian di Mekkah. Ibu susuan yang selama ini membesarkannya, merawatnya dengan penuh kasih dan sayang.

Tak lama setelah kedatangan Muhammad dan kakeknya, Halimah pun pamit pulang. ‘’Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar, seperti yang pernah dikatakan ibumu,” ucap Halimah, kemudian berlalu.

Meski sudah tidak bersama Halimah, hubungan silaturrahim Muhammad dengan keluarga Halimah, tetap terjalin. Selanjutnya, Muhammad menjalani hari-harinya di Mekkah, dengan tetap mengembala kambing, sebagaimana yang dijalani bersama suadara-saudara sesusuannya di dusun Bani Sa’ad.

Diasuh Muthalib

Selepas dari asuhan Halimah, Muhammad di bawah asuhan sang kakek, Abdul Muthalib, dengan penuh curahan kasih dan sayang. Muthalib, pemimpin seluruh orang Quraisy dan Mekkah. Dia disiapkan sebuah tempat duduk khusus, di bawah naungan Ka’bah. Anak-anaknya atau paman-paman Muhammad, tidak ada yang berani menyentuh tempat duduk tersebut. Bila mendekati tempat tersebut, mereka duduk di sekelingnya, saking hormatnya mereka kepada ayahnya.

Suatu saat, Muhammad kecil yang bodinya montok, duduk di kursi tersebut. Paman-pamannya lalu menariknya, agar tidak menduduki kursi yang khusus buat kakeknya itu. Tiba-tiba Muthalib datang dan berkata, “Biarkan dia duduk di situ, anakku. Kelak dia akan memiliki kedudukan yang agung.”

Muthalib lalu menduduki kursinya itu dan memangku Muhammad. Dia mengelus-elus punggung cucu dengan penuh kasih sayangan. Apalagi ada rencana Aminah membawa Muhammad ke Yastrib untuk mengenalkanya kepada saudara-saudaranya di keluarga Najjar. Sekaligus menziarahi makam suaminya, Abdullah. Aminah sudah lama memendam rindu menziarahi makam suaminya. Pas bersama anak tercintanya, Muhammad.

Berangkatlah Aminah bersama putra semata wayangnya, ditemani Ummu Aiman, budak perempuan, peninggalan suaminya, Abdullah. Sesampainya di Yastrib, Aminah bersama anaknya disambut dengan meriah saudara-saudaranya. Juga langsung ditunjukkan rumah tempat ayahnya meninggal dan lokasi makam Abdullah.

Di kampung ibunya itu, Muhammad merasakan, dia seorang yatim. Di situ pula Aminah menceriterakan, kisah kehidupannya bersama ayah Muhammad, yang tidak berlangsung lama, kemudian meninggal.

Kelak, saat Muhammad menjadi Rasul, dia pun menceritakan kisah dari ibunya itu kepada sahabat-sahabatnya dan kisah masa kecilnya, melakukan perjalanan bersama ibunya dari Mekkah ke Yastrib, yang kini bernama Madinah. (P/SDN/ANA)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU