Oleh Akhuukum Fillaah:
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Bolehkah panitia kurban menerima jatah khusus ketika pembagian hasil kurban? Karena ini menjadi kebiasaan hampir di semua daerah di tempat kita.
Sebelumnya kita simak hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ
“Siapa yang menjual kulit kurbannya maka tidak ada kurban baginya.” [HR Al-Hakim 2/390, Baihaqi dalam Al-Kubra no. 19015 dan di hasankan Al-Albaniy]
Orang yang berkurban tidak boleh menjual apapun dari hasil kurbannya. Karena orang yang berkurban, dia telah menyerahkan semua hewannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Sehingga dia tidak boleh menggunakannya untuk kepentingan komersial, yang keuntungannya kembali kepada dirinya.
Termasuk di antaranya adalah mengupah tukang jagal dengan mengambil bagian hasil kurban. Jika shohibul kurban mengupah tukang jagal dengan sebagian hasil kurban, berarti kurbannya tidak utuh. Karena ada sebagian yang di wujudkan dalam bentuk bayar jasa.
Untuk itulah, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang mengupah tukang jagal dari hasil kurban.
Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘anhu menceritakan:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا . قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menangani onta kurbannya, mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan asesoris onta. Dan saya di larang untuk memberikan upah jagal dari hasil Qurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi.” [HR Bukhari 1717 & Muslim 1317]
HUKUM PANITIA MENERIMA UPAH DARI HASIL KURBAN
Kita akan melihat posisi panitia dalam kegiatan kurban:
- Panitia adalah pihak yang di amanahi shohibul kurban untuk menangani hewan Qurbannya, dari penyembelihan sampai distribusi hasil kurban. Ada juga yang di amanahi dari sejak pengadaan hewan.
- Berdasarkan pengertian di atas, posisi panitia adalah wakil bagi shohibul kurban.
- Panitia bukan amil. Tidak ada istilah amil dalam pelaksanaan kurban. Amil hanya dalam syariat zakat. Karena itu, adalah kesalahan ketika panitia menerima hasil kurban dengan jatah khusus, dengan alasan sebagai amil.
- Panitia berhak mendapatkan upah dari shohibul kurban, atas jasanya menangani hewan kurbannya. Statusnya transaksinya al-wakalah bil ujrah (mengambil upah karena telah mewakili).
- Mengingat panitia berhak dapat upah, maka panitia tidak boleh mengambil upah dari hasil kurban. Baik bentuknya panitia mendapat jatah khusus atau panitia mendapat jatah makan dari hasil hewan kurban, sebagai ucapan terima kasih atas jasanya menangani hewan kurban.
Upah untuk panitia, diambil dari biaya operasional yang dibebankan kepada shohibul kurban.
Sebagaimana keterangan Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘anhu: “Saya di larang untuk memberikan upah tukang jagal dari hasil kurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi.” [HR Bukhari 1717 dan Muslim 1317]
BOLEH MENERIMA SEBAGAI HADIAH ATAU SEDEKAH
Panitia boleh menerima hasil kurban, sebagai hadiah atau sedekah dari shohibul kurban. Artinya itu di luar upah.
Syaikh Abdullah Al-Bassam menuliskan: “Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…..” [Taudhihul Ahkaam, 4/464]
BEDA HADIAH/SEDEKAH DENGAN UPAH
Kita bisa membedakan hadiah dengan upah:
Hadiah sifatnya suka rela, upah statusnya kewajiban dan tanggung jawab orang yang mendapatkan jasa.
Hadiah tidak bisa di tuntut. Orang yang tidak menerima, tidak bisa memaksa orang lain untuk memberikannya.
Upah bisa dituntut. Jika tidak di berikan, dia bisa meminta secara paksa.
Hadiah tidak ada ukurannya. Boleh di berikan senilai berapapun. Sementara upah ada ukurannya, yaitu sesuai kesepakatan. Upah sebagai ganti dari kerja yang dilakukan. Sehingga jika tidak di berikan dia merasa di rugikan.
Hadiah, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Sehingga jika tidak mendapatkan, tidak ada istilah di rugikan.
Ketika jatah khusus yang diberikan panitia sifatnya bisa dituntut, dalam arti, jika ada panitia yang tidak menerima jatah khusus, dia merasa dirugikan, sehingga berhak untuk meminta, maka jatah khusus ini upah, bukan hadiah.
Dan jika jatah khusus ini sifatnya suka rela, panitia yang tidak menerima, tidak merasa dirugikan, sehingga dia tidak meminta, maka ini hadiah.
SIAPAKAH YANG BERHAK MENERIMA DAGING HEWAN KURBAN DAN BOLEHKAH MEMBERIKAN DAGING KURBAN KEPADA YANG MENYEMBELIH…?
Orang yang melakukan ibadah kurban boleh mengkonsumsi daging hewan kurbannya, sebagiannya boleh diberikan kepada orang-orang fakir untuk mencukupi kebutuhan mereka pada hari itu, diberikan kepada kerabat untuk menyambung silaturrahim, diberikan kepada tetangga sebagai bantuan dan boleh juga diberikan kepada teman-teman untuk mengokohkan ikatan persaudaraan.
Menyegerakan pembagian hewan Qurban pada hari raya lebih baik dari pada hari kedua dan seterusnya, sebagai penghibur bagi mereka pada hari itu.
Berdasarkan keumuman firman Allah Azza wa Jalla:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” [Qs 3/Ali Imran (Keluarga Imran) :133]
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan.” [Qs 2/Al-Baqarah (Sapi) : 148]
Dan daging kurban boleh juga di berikan kepada tukang sembelih, tapi bukan sebagai upah. Upah tidak boleh diambilkan dari binatang kurban.
Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`
Ketua: `Syaikh `Abdul `Azîz bin `Abdullâh bin Bâz,
Wakil: Syaikh `Abdurrazâq Afîfy,_
Anggota: Syaikh `Abdullâh bin Ghadyân dan Syaikh `Abdullâh bin Qu’ûd
(Fatâwa al-Lajnatid Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`, 11/423-424) (*)