Beranda blog Halaman 35

Bupati Barru Hadiri Wisuda Santri Masjid Agung Nurul Iman

0

Barru, 22 Oktober 2023 – Bupati Barru, Ir. H. Suardi Saleh, M.Si., Ph.D (HC), menghadiri acara Wisuda Santri atau Khatamul Qur’an tingkat TPA/TPQ Masjid Agung Nurul Iman Kabupaten Barru, yang juga menjadi bagian dari rangkaian Hari Santri Nasional 2024. Dalam sambutannya, Bupati Barru memberikan apresiasi kepada Kepala Kementerian Agama Kabupaten Barru beserta jajaran dan Bagian Kesra, yang telah mengadakan acara wisuda massal ini.

Bupati Suardi menyampaikan ucapan selamat kepada para santri yang berhasil menamatkan bacaan Al-Qur’an 30 juz. Ia menambahkan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an telah menjadi salah satu syarat kenaikan pangkat bagi ASN di Pemkab Barru. “Seandainya anak-anakku ini ASN, mereka sudah memenuhi syarat untuk naik pangkat, karena di Pemkab Barru, kemampuan membaca Al-Qur’an menjadi syarat kenaikan pangkat dan jabatan,” ujarnya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan Bupati Barru kepada para orang tua yang telah membimbing dan mendukung anak-anak mereka hingga sampai pada tahap wisuda. “Terima kasih juga kepada para pimpinan TPA/TPQ, pondok tahfidz, dan guru mengaji atas dedikasi dan keikhlasannya dalam mendidik para santri hingga mampu diwisuda secara massal,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Bupati Barru mengingatkan para santri agar terus mengulang bacaan Al-Qur’an untuk menjaga kelancarannya serta meraih pahala. “Jangan puas hanya sampai di sini, terus ulangi bacaan Al-Qur’an, dan yang lebih penting lagi, pahami maknanya serta amalkan isi kandungannya,” pesannya.

Mengenai peringatan Hari Santri, Bupati Barru mendorong anak-anak untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren, karena pesantren tidak hanya memberikan ilmu agama, tetapi juga pengetahuan umum. “Pesantren adalah sekolah plus. Dari sana, banyak lahir tokoh-tokoh hebat,” ungkapnya, sambil memberikan hadiah kepada santri yang bisa menyebutkan tokoh pesantren yang terkenal, seperti presiden, menteri, kepala Kementerian Agama, hingga camat dan bupati.

“Para lulusan pesantren dikenal suka memberi dan membantu sesama,” lanjut Bupati Suardi.

Menutup sambutannya, Bupati Barru menegaskan bahwa keberhasilan mendidik generasi muda merupakan investasi penting untuk masa depan Barru yang lebih baik. “Dengan mengacu pada visi kita, Kabupaten Barru yang Sejahtera, Mandiri, Berkeadilan, dan Bernafaskan Keagamaan, kita bangun daerah ini bersama,” tutupnya.

Acara ini dihadiri oleh Ketua DPRD Kabupaten Barru, unsur Forkopimda, Plh. Sekda Barru, pimpinan OPD, para camat, kepala KUA, serta para orang tua dan santri yang diwisuda. Hingga acara berlangsung, tercatat sekitar 1.500 santri mengikuti wisuda.

Bupati Barru Pimpin Apel Hari Santri 2024 di Halaman Kantor Bupati

0
Barru, 22 Oktober 2024 – Bupati Barru, Ir. H. Suardi Saleh, M.Si., Ph.D (HC), memimpin apel peringatan Hari Santri Tahun 2024 tingkat Kabupaten Barru yang digelar di halaman Kantor Bupati pada Selasa pagi. Dalam sambutannya, Bupati Barru membacakan pesan Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, yang menekankan pentingnya mengenang dan meneladani perjuangan para santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Bupati Suardi menjelaskan bahwa sejarah mencatat santri sebagai salah satu kelompok paling aktif dalam menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah. Ia mengingatkan peristiwa bersejarah Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 oleh Hadratus Syekh Kiai Haji Hasyim Asyari. “Dalam fatwa Resolusi Jihad, dinyatakan bahwa berperang melawan penjajah adalah fardhu ‘ain bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, yang berada dalam radius 94 km dari tempat musuh,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bupati Suardi mengungkapkan bahwa Resolusi Jihad membakar semangat para santri dan masyarakat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang mencapai puncaknya pada peristiwa 10 November 1945, kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Terkait tema peringatan Hari Santri tahun ini, “Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan,” Bupati Suardi menekankan tanggung jawab santri masa kini untuk meneruskan perjuangan para pendahulu demi kemerdekaan dan keutuhan bangsa. “Santri masa kini harus percaya diri bahwa mereka dapat menjadi apa saja, asalkan terus berjuang dan tidak menyerah,” katanya.

Ia juga mengutip pepatah pesantren, “Man jadda wajada,” yang berarti barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. “Hari Santri bukan hanya milik para santri dan pesantren, tetapi milik kita semua sebagai elemen bangsa yang mencintai negara,” ujarnya.

Di akhir sambutannya, Bupati Barru mengajak seluruh peserta upacara untuk mendoakan para pahlawan, ulama, dan santri yang telah gugur dalam perjuangan untuk kemaslahatan bangsa dan agama, agar ditempatkan di sisi Allah yang terbaik bersama para syuhada.

Acara dihadiri oleh Ketua DPRD Kabupaten Barru, unsur Forkopimda, Ketua Pengadilan Agama, Plh. Sekda Barru, Kepala Kantor Kemenag, Sekretaris MUI, para pimpinan OPD, camat, pimpinan pesantren, dan undangan lainnya.

GenBI Sulawesi Selatan Gelar Seminar “Boost Your Future” untuk Persiapkan Anggota Hadapi Dunia Kerja

Makassar, – GenBI Sulawesi Selatan sukses menyelenggarakan seminar daring bertajuk Boost Your Future pada Kamis, 24 Oktober 2024. Acara ini bertujuan untuk membekali anggota GenBI dengan pengetahuan dan strategi dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, khususnya melalui program magang MBKM dan magang mandiri.

Ketua Wilayah GenBI Sulawesi Selatan, Josafat Togap Hamonangan Sinaga, membuka acara dengan menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif Deputi PSDM yang telah menyelenggarakan program ini. “Saya sangat bersyukur dengan adanya program ini, di mana anggota GenBI dapat mengetahui tips dan trik untuk sukses dalam MBKM atau magang mandiri. Ini adalah kesempatan emas bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik,” ujar Josafat.

Seminar dibagi menjadi dua sesi, masing-masing dipandu oleh pemateri berpengalaman. Sesi pertama dibawakan oleh Ibnu Alif Daffa Gymnastiar, yang membahas magang MBKM. Materi mencakup tips dan trik pendaftaran, termasuk pemilihan perusahaan, penyusunan CV yang ATS-friendly, serta teknik wawancara yang efektif. Ibnu menekankan pentingnya melakukan riset dan persiapan sebelum mendaftar.

Sesi kedua, yang dipandu oleh Fauzi Osama, mengupas manfaat magang mandiri. Fauzi menjelaskan bahwa magang mandiri tidak hanya meningkatkan hard skills, tetapi juga soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan manajemen waktu. “Melalui magang mandiri, Anda dapat memperluas jaringan profesional, membangun relasi dengan praktisi industri, serta meningkatkan kemampuan analisis dan problem-solving,” ungkapnya.

Para peserta juga diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan pemateri dalam sesi tanya jawab. Selain itu, panitia menyelenggarakan sesi ice breaking dan permainan yang menambah semarak suasana seminar.

Acara ini dihadiri oleh 136 peserta anggota GenBI Sulawesi Selatan dan didukung oleh 24 staf Deputi PSDM sebagai panitia. Ketua Panitia, Phoenix Sembiring, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. “Kegiatan ini adalah bagian dari program Deputi PSDM untuk pengembangan pengetahuan anggota GenBI mengenai dunia magang. Terima kasih kepada seluruh panitia dan peserta yang telah berkontribusi dalam suksesnya acara ini,” katanya.

Salah satu peserta, Nirsah Damayanti, memberikan kesan positif terhadap seminar tersebut. “Acara Boost Your Future sangat bermanfaat dan inspiratif. Dari kedua sesi, saya belajar banyak tentang magang mandiri dan MBKM, yang membuka pandangan baru mengenai dunia kerja,” tuturnya dengan antusias.

Boost Your Future menjadi salah satu program andalan Deputi PSDM GenBI Sulawesi Selatan untuk membekali anggotanya dengan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi persaingan di dunia kerja yang semakin kompetitif. Dengan semangat yang tinggi, seminar ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi anggota GenBI dalam meraih kesuksesan di masa depan.

GenBI Weekend Literacy: Menggugah Minat Baca Generasi Muda melalui Literasi Beragam

Makassar, — Deputi Pendidikan Generasi Baru Indonesia (GenBI) Sulawesi Selatan menggelar program GenBI Weekend Literacy di bulan Oktober ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan minat baca generasi muda di era digital. Acara ini berhasil menghadirkan 44 anggota GenBI Sulawesi Selatan yang berkomitmen untuk mendukung peningkatan literasi di kalangan pemuda.

GenBI Weekend Literacy dijadwalkan berlangsung sebanyak tiga kali, dengan edisi kedua kali ini menampilkan beragam kegiatan interaktif guna menarik minat anggota dalam membaca dan mendiskusikan berbagai jenis karya literasi.

Ketua GenBI Sulawesi Selatan, Josafat Togap Hamonangan Sinaga, dalam sambutannya menyampaikan harapan agar kegiatan ini dapat mengajak anggota untuk tidak hanya terpaku pada gawai, tetapi juga membiasakan diri membaca dalam kehidupan sehari-hari. “Di era digital ini, minat terhadap kegiatan membaca semakin menurun. GenBI Weekend Literacy hadir untuk menumbuhkan minat baca di kalangan anggota GenBI Sulawesi Selatan,” ujar Josafat.

Melalui program ini, GenBI Sulawesi Selatan berharap dapat menciptakan lingkungan yang mendorong anggotanya untuk terus belajar dan membaca, meski di tengah kesibukan digital. GenBI Weekend Literacy juga bertujuan memperkuat kemampuan berpikir kritis dan analitis para anggota melalui diskusi literasi dan pertukaran gagasan pada setiap sesi, di mana mereka didorong untuk aktif berpartisipasi dan saling menginspirasi.

Andi Fajar AM, salah satu anggota GenBI Sulawesi Selatan, menyampaikan kesan positif terhadap program ini. “Program GenBI Weekend Literacy memberikan pengalaman yang menarik, terutama bagi saya yang tidak begitu gemar membaca buku fisik. Dari kegiatan ini, saya belajar bahwa membaca buku dapat melatih imajinasi dan memperluas wawasan,” ungkap Fajar.

Program ini juga terbuka untuk komunitas lain yang ingin bergabung dalam upaya meningkatkan budaya literasi, dengan harapan semakin banyak pihak terlibat untuk membangkitkan semangat membaca di masyarakat luas.

Bhabinkamtibmas Polsek Tinambung Hadiri Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Dini di Desa Sabangsubik

0

POLMAN – Bhabinkamtibmas Desa Sabangsubik, Briptu Syahrul, menghadiri sosialisasi pencegahan pernikahan dini yang digelar di Aula Bersinar, Kantor Desa Sabang Subik, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polman, Kamis (31/10/24).

Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, di antaranya Ka. Puskesmas Pambusuang Dr. A. Vita Dwsiana Tasbi, Kades Sabang Subik Haidir, S.IP., M.M., Ketua BPD Desa Sabang Subik Takrim, Kepala KUA Kecamatan Balanipa yang diwakili Subhan Hawaya, Imam Masjid Al-Amin Subik Hasan Husain, serta para bidan dan kader Posyandu Desa Sabang Subik.

Kapolsek Tinambung Iptu Haspar, melalui Bhabinkamtibmas Briptu Syahrul, menekankan pentingnya pemahaman masyarakat mengenai dampak negatif pernikahan dini, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi. “Kami ingin generasi muda lebih bijak dalam mengambil keputusan terkait pernikahan,” ujar Briptu Syahrul.

Dalam sosialisasi ini, narasumber dari Puskesmas dan KUA Kecamatan Balanipa turut menjelaskan hak-hak anak dan pentingnya pendidikan sebagai bekal masa depan. Peserta acara juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi secara interaktif, sehingga muncul respons positif dari masyarakat.

Masyarakat yang hadir memberikan dukungan penuh atas sosialisasi ini, menyadari pentingnya kesadaran bersama dalam mencegah pernikahan dini. Bhabinkamtibmas berharap kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat demi masa depan yang lebih cerah bagi generasi penerus.

Humas Polres Polman

(Latansi)

Kanit Sabhara Polsek Tapango Hadiri Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di SD Negeri 024 Pelitakan

0

POLMAN – Kanit Sabhara Polsek Tapango, Aiptu Wagino, mewakili Kapolsek Tapango Ipda Rahman, menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H di SD Negeri 024 Pelitakan, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polman, Selasa (29/10/24).

Acara tersebut turut dihadiri Sekcam Tapango Andi Lilis Suryani, S.IP., M.AP., yang mewakili Camat Tapango, Lurah Pelitakan Gunawan, S.H., serta kepala sekolah dan guru-guru se-Kecamatan Tapango. Kehadiran mereka bersama warga setempat menunjukkan rasa penghormatan dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam sambutannya yang disampaikan melalui Kanit Sabhara Aiptu Wagino, Kapolsek Tapango Ipda Rahman menekankan pentingnya meneladani akhlak dan ajaran Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengajak masyarakat untuk terus menjaga persatuan dan kerukunan antarumat beragama.

Perayaan ini diisi dengan berbagai kegiatan, seperti pembacaan shalawat, ceramah agama bertema “Menebar Empati dan Memperkuat Silaturahmi Melalui Panen Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)”, dan doa bersama yang dipimpin oleh Ustadz Muh. Yusuf sebagai pembawa hikmah Maulid.

Para tamu undangan menyatakan rasa syukur dan kebahagiaan atas kesempatan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, berharap semangat perayaan ini dapat mempererat ukhuwah antarwarga di Kecamatan Tapango.

(Latansi)

Sejarah, Jenis, makna Dan Filosofi Pakaian Adat Kalimantan Utara

Pakaian adat Kalimantan Utara mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal suku-suku asli, seperti suku Dayak Kenyah, Tidung, Bulungan, dan beberapa suku lainnya. Pakaian ini memiliki sejarah panjang yang terkait erat dengan nilai-nilai spiritual, filosofi, serta hubungan manusia dengan alam.Artikel ini akan menjelaskan mengenai Sejarah, Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian adat Sumatera Selatan.

1. Sejarah Pakaian Adat Kalimantan Utara

Sejarah pakaian adat di Kalimantan Utara terkait erat dengan kehidupan masyarakat Dayak dan suku-suku asli lainnya yang sangat menghormati alam dan leluhur mereka. Pada awalnya, pakaian adat dibuat dari bahan-bahan alami seperti kulit kayu, serat tanaman, dan bulu burung yang diambil dari alam sekitar. Pakaian adat ini sering kali digunakan dalam upacara keagamaan, ritual adat, dan acara-acara khusus sebagai simbol kebanggaan suku dan identitas budaya.

2. Jenis Pakaian Adat Kalimantan Utara

Beberapa jenis pakaian adat yang terkenal di Kalimantan Utara antara lain:

  • Baju Ta’a (untuk wanita) dan Baju Sapei Sapaq (untuk pria): Pakaian adat khas suku Dayak Kenyah. Baju Ta’a adalah pakaian perempuan yang terdiri dari blus lengan pendek dengan hiasan manik-manik, serta dipadukan dengan rok atau kain panjang berwarna gelap. Baju Sapei Sapaq merupakan baju pria yang biasanya berwarna hitam atau merah dan dihiasi dengan bordir atau sulaman motif khas Dayak.
  • Baju Tidung: Pakaian ini merupakan pakaian adat suku Tidung, yang dipakai oleh pria dan wanita. Baju Tidung umumnya berwarna cerah seperti kuning, hijau, dan merah, dan biasanya dilengkapi dengan penutup kepala seperti songkok atau ikat kepala berhias manik-manik.
  • Baju Bulungan: Pakaian adat ini berasal dari suku Bulungan dan dipengaruhi oleh budaya Melayu. Biasanya berbentuk baju kurung atau kebaya panjang untuk wanita dan pakaian kurung lengan panjang untuk pria, dengan corak khas yang elegan.

3. Makna Pakaian Adat

Pakaian adat Kalimantan Utara memiliki makna yang dalam, antara lain:

  • Simbol Kehormatan dan Status Sosial: Pakaian adat digunakan untuk menunjukkan status sosial dalam masyarakat. Misalnya, jenis manik-manik dan motif yang digunakan dapat mencerminkan posisi pemakainya dalam struktur sosial adat.
  • Perlindungan Spiritual: Beberapa elemen pakaian adat seperti ornamen berbentuk hewan dianggap sebagai pelindung dari roh jahat dan memberikan kekuatan kepada pemakainya.
  • Simbol Keharmonisan dengan Alam: Motif-motif pada pakaian adat sering kali terinspirasi oleh alam, seperti tumbuhan, hewan, dan sungai. Ini menggambarkan hubungan harmonis masyarakat suku dengan alam sekitar dan rasa syukur mereka atas kelimpahan alam.

4. Filosofi Pakaian Adat Kalimantan Utara

Filosofi di balik pakaian adat Kalimantan Utara berakar pada nilai-nilai kehidupan yang dihargai oleh masyarakat setempat:

  • Kebersamaan dan Gotong Royong: Proses pembuatan pakaian adat sering dilakukan secara bersama-sama oleh para wanita dalam suku. Hal ini mencerminkan pentingnya gotong royong dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Keseimbangan Hidup: Filosofi keseimbangan hidup tercermin dari warna dan motif pakaian yang simetris dan harmonis. Keseimbangan ini menunjukkan pandangan hidup masyarakat Kalimantan Utara yang menghargai keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
  • Penghormatan terhadap Leluhur: Pakaian adat juga merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan budaya yang diwariskan turun-temurun. Setiap motif dan ornamen memiliki cerita tersendiri, yang dianggap sebagai cara untuk menghormati para leluhur mereka.

Secara keseluruhan, pakaian adat Kalimantan Utara tidak hanya memiliki nilai estetis tetapi juga penuh dengan makna spiritual, sosial, dan filosofis yang mencerminkan keindahan serta kedalaman budaya masyarakat di sana.

4o

Sejarah, Jenis, makna Dan Filosofi Pakaian Adat Kalimantan Timur

Pakaian adat Kalimantan Timur mencerminkan warisan budaya yang kaya dari berbagai suku yang mendiami wilayah tersebut terdapat berbagai sejarah di dalamnya, terutama suku Dayak dan Kutai. Berikut adalah sejarah, jenis, makna, dan filosofi dari pakaian adat Kalimantan Timur:

1. Sejarah

Pakaian adat Kalimantan Timur berakar dari kebudayaan suku Dayak dan Kutai yang sudah ada sejak lama dan dipengaruhi oleh tradisi spiritual dan alam sekitar. Busana ini sering digunakan dalam berbagai ritual adat, upacara keagamaan, dan acara penting seperti pernikahan. Seiring waktu, pakaian adat Kalimantan Timur tetap dipertahankan sebagai simbol identitas budaya dan keberagaman yang ada di provinsi ini.

2. Jenis Pakaian Adat

Jenis pakaian adat di Kalimantan Timur beragam dan berbeda berdasarkan suku. Di antaranya:

  • Pakaian Adat Dayak: Biasanya disebut sebagai baju “Ta’a” dan “Sapei Sapaq”.
    • Ta’a: Digunakan oleh wanita, terdiri dari blus tanpa lengan dihiasi dengan manik-manik dan motif khas Dayak, dengan rok panjang.
    • Sapei Sapaq: Digunakan oleh pria, berupa rompi tanpa lengan dengan hiasan manik dan biasanya dilengkapi dengan cawat dan ikat kepala.
  • Pakaian Adat Kutai: Terdiri dari “Baju Kustin” untuk wanita dan “Baju Sakai” untuk pria.
    • Baju Kustin: Biasanya berupa baju kebaya dengan kain sarung, dilengkapi dengan ikat pinggang atau selendang.
    • Baju Sakai: Pria mengenakan baju lengan panjang berwarna terang yang biasanya dilengkapi dengan kopiah atau ikat kepala khas Kutai.

3. Makna dan Filosofi

Setiap elemen pada pakaian adat Kalimantan Timur mengandung makna dan filosofi tersendiri:

  • Motif Ukiran dan Manik-Manik: Pakaian Dayak sering dihiasi dengan motif alam dan hewan seperti burung enggang dan naga, yang melambangkan keseimbangan, kekuatan, dan spiritualitas. Manik-manik berwarna-warni melambangkan keberanian dan kebanggaan suku, serta memiliki makna sebagai perlindungan dari roh jahat.
  • Ikat Kepala dan Aksesoris: Ikat kepala pada pria dan aksesoris pada wanita melambangkan status sosial dan penghormatan terhadap leluhur. Pada pakaian Dayak, ikat kepala yang dihiasi bulu burung enggang melambangkan kebijaksanaan dan keberanian.
  • Kain dan Warna: Warna yang digunakan biasanya adalah warna-warna alam, seperti hitam, merah, dan kuning, yang masing-masing memiliki makna filosofis. Hitam melambangkan ketenangan, merah melambangkan keberanian, dan kuning melambangkan kebangsawanan dan keagungan.

4. Filosofi Kehidupan dalam Pakaian Adat

Filosofi dari pakaian adat Kalimantan Timur adalah keharmonisan antara manusia dan alam. Pakaian adat ini tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga sebagai media yang menghubungkan manusia dengan nenek moyang serta alam sekitar. Sebagai contohnya, motif burung enggang menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan alam sebagai bagian dari kehidupan manusia.

Pakaian adat Kalimantan Timur, dengan keragaman dan kekayaan filosofisnya, tidak hanya menjadi simbol kebanggaan budaya tetapi juga menggambarkan keharmonisan dalam keberagaman suku dan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sejarah,Jenis,makna Dan Filosofi Pakaian Adat Kalimantan selatan

Pakaian adat Kalimantan Selatan memiliki sejarah dan filosofi yang kaya, dengan berbagai jenis pakaian yang mencerminkan nilai budaya dan kepercayaan masyarakat Suku Banjar, suku asli daerah tersebut. Berikut penjelasan mengenai sejarah, jenis, makna, dan filosofi pakaian adat Kalimantan Selatan:

1. Sejarah Pakaian Adat Kalimantan Selatan

Pakaian adat Kalimantan Selatan berkembang seiring dengan budaya Suku Banjar dan terpengaruh oleh tradisi Hindu, Islam, dan Melayu yang dibawa oleh pedagang serta penjelajah dari berbagai belahan dunia. Pengaruh Islam sangat kuat pada budaya dan pakaian adat Banjar setelah masuknya ajaran Islam ke daerah ini. Hal ini terlihat dari desain dan bentuk pakaian adat yang menyesuaikan dengan prinsip kesopanan dan kesederhanaan dalam Islam.

2. Jenis Pakaian Adat Kalimantan Selatan

Berikut beberapa jenis pakaian adat dari Kalimantan Selatan:

  • Pengantin Bagajah Gamuling Baular Lulut
    Pakaian ini adalah busana pengantin yang khas dan paling populer dalam budaya Banjar. Pakaian ini menunjukkan keanggunan dan kehormatan bagi pasangan pengantin.
  • Babaju Kun Galung Pacinan
    Jenis pakaian ini digunakan untuk acara-acara adat penting, seperti upacara pernikahan atau acara keagamaan. Pengaruh Tiongkok terlihat pada pakaian ini, ditandai dengan penggunaan warna-warna cerah dan corak yang mencolok.
  • Babaju Kubaya Panjang
    Pakaian ini adalah baju kebaya panjang yang biasanya dipakai oleh perempuan Suku Banjar pada acara resmi. Kebaya ini memiliki ciri khas kain yang panjang hingga menutupi lutut.
  • Baju Kurung
    Baju ini merupakan pakaian tradisional sehari-hari dan juga dipakai untuk acara keagamaan. Baju kurung ini memiliki desain longgar untuk menjaga kesopanan dan kenyamanan.

3. Makna dan Filosofi Pakaian Adat Kalimantan Selatan

Setiap jenis pakaian adat di Kalimantan Selatan memiliki makna dan filosofi tersendiri, mencerminkan nilai-nilai luhur yang dianut masyarakat setempat:

  • Keanggunan dan Kehormatan
    Pakaian adat pengantin seperti Bagajah Gamuling Baular Lulut melambangkan keanggunan dan kehormatan yang tinggi. Bagi masyarakat Banjar, pernikahan merupakan momen sakral yang dihadirkan dengan kemewahan, namun tetap mengedepankan kesederhanaan dan kesopanan.
  • Kesederhanaan dan Kesopanan
    Pakaian sehari-hari seperti Baju Kurung menonjolkan nilai kesopanan dan kesederhanaan yang merupakan nilai penting dalam budaya Banjar, terutama sejalan dengan ajaran Islam.
  • Perpaduan Budaya
    Beberapa pakaian adat seperti Babaju Kun Galung Pacinan menunjukkan akulturasi budaya, dengan pengaruh Tiongkok yang mencerminkan keterbukaan masyarakat Banjar terhadap kebudayaan lain.
  • Keseimbangan dengan Alam
    Warna-warna yang digunakan dalam pakaian adat sering kali terinspirasi dari alam sekitar Kalimantan Selatan, seperti warna hijau dan coklat yang melambangkan kedekatan masyarakat Banjar dengan alam.

4. Filosofi Khusus Simbol pada Pakaian Adat Kalimantan Selatan

Beberapa pakaian adat dihiasi dengan simbol atau ornamen tertentu yang memiliki makna filosofis:

  • Motif Flora dan Fauna
    Beberapa pakaian memiliki motif yang menyerupai tumbuhan atau hewan yang menjadi simbol kearifan lokal dan kecintaan terhadap alam Kalimantan.
  • Aksesoris Emas dan Perak
    Aksesoris yang digunakan sering kali terbuat dari emas atau perak sebagai lambang kemakmuran dan kehormatan. Misalnya, kalung, gelang, dan mahkota yang dikenakan oleh pengantin.

Pakaian adat Kalimantan Selatan mencerminkan identitas dan kebanggaan masyarakat Suku Banjar yang kaya akan warisan budaya dan tradisi, yang hingga kini terus dilestarikan sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia.

4o

Sejarah,Jenis,makna Dan Filosofi Pakaian Adat Kalimantan Tengah

Pakaian adat Kalimantan Tengah dikenal dengan nama Baju Sangkarut atau Baju Tenunan Dayak. Pakaian ini merupakan salah satu wujud kebudayaan masyarakat Suku Dayak yang menjadi mayoritas di Kalimantan Tengah, dan mencerminkan keunikan dan kekayaan tradisi suku ini. Berikut adalah uraian singkat tentang sejarah, jenis, makna, dan filosofi dari pakaian adat Kalimantan Tengah:

1. Sejarah Pakaian Adat Kalimantan Tengah

Pakaian adat Kalimantan Tengah telah digunakan sejak zaman nenek moyang Suku Dayak sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari serta dalam upacara adat dan keagamaan. Suku Dayak menggunakan pakaian ini sebagai lambang status sosial, penghormatan kepada leluhur, dan representasi identitas budaya mereka. Pakaian adat ini biasanya dibuat dari bahan alami yang ada di hutan, seperti kulit kayu, serat tanaman, dan manik-manik, menunjukkan keterikatan Suku Dayak dengan alam.

2. Jenis Pakaian Adat Kalimantan Tengah

Beberapa jenis pakaian adat Kalimantan Tengah yang paling dikenal adalah:

  • Baju Sangkarut: Pakaian ini dibuat dari serat kayu, khususnya dari pohon kapuo atau kayu keruing, yang kemudian dirajut menjadi pakaian. Pakaian ini biasanya dipakai oleh para pria dan dihiasi dengan motif-motif khas Dayak.
  • Baju Tenunan Dayak: Pakaian ini umumnya digunakan oleh kaum wanita dan ditenun menggunakan benang dari kapas yang diwarnai dengan pewarna alami. Hiasan dari bulu burung enggang dan manik-manik sering kali ditambahkan untuk memperkaya estetika.
  • Rompi Rumbih: Rompi tradisional yang terbuat dari daun-daunan atau kulit kayu yang dianyam dan dipakai sebagai pelengkap pakaian adat pria.
  • Lawo Maduong: Gaun panjang yang dikenakan oleh wanita, dihiasi dengan manik-manik berwarna dan pola geometris.

3. Makna Pakaian Adat Kalimantan Tengah

Setiap elemen dari pakaian adat Kalimantan Tengah memiliki makna simbolis. Misalnya:

  • Motif Ukiran: Motif yang terinspirasi dari alam seperti burung enggang atau motif tanaman melambangkan kedekatan masyarakat Dayak dengan alam serta rasa hormat mereka kepada lingkungan.
  • Bulu Burung Enggang: Burung enggang adalah simbol penting dalam budaya Dayak, melambangkan keberanian, kekuatan, dan keagungan. Bulu burung ini sering digunakan sebagai hiasan kepala dalam pakaian adat.
  • Warna-warna Alami: Warna hitam, merah, dan putih sering digunakan dan memiliki makna tersendiri. Merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, dan hitam melambangkan kekuatan dan perlindungan.

4. Filosofi Pakaian Adat Kalimantan Tengah

Filosofi pakaian adat Kalimantan Tengah didasarkan pada prinsip harmoni dan keseimbangan dengan alam. Pakaian ini dibuat dengan menggunakan sumber daya alam yang lestari, dan proses pembuatannya sering kali melibatkan upacara adat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Masyarakat Dayak percaya bahwa mengenakan pakaian adat ini menghubungkan mereka dengan leluhur mereka dan memberikan mereka kekuatan spiritual.

Filosofi lain yang terkandung dalam pakaian adat ini adalah persatuan dan solidaritas antar masyarakat Dayak. Dalam upacara adat seperti Tiwah (upacara penguburan) atau Ngaju (upacara keagamaan), pakaian adat dikenakan oleh semua peserta sebagai tanda kesatuan.