Beranda blog Halaman 38

Sejarah, Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian adat Sumatera Selatan

Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat. Artikel ini akan menjelaskan mengenai Sejarah, Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian adat Sumatera Selatan.

Pakaian adat Sumatera Selatan memiliki sejarah panjang yang mencerminkan kebudayaan Melayu dan pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya di wilayah ini. Pakaian ini dikenal tidak hanya sebagai simbol kebesaran tetapi juga sebagai wujud kearifan lokal dan filosofi hidup masyarakat Sumatera Selatan. Berikut adalah penjelasan mengenai sejarah, jenis, makna, dan filosofi pakaian adat Sumatera Selatan.

1. Sejarah Pakaian Adat Sumatera Selatan

Sumatera Selatan, yang dulunya menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya, memiliki pengaruh budaya Melayu yang kental. Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan berbagai kerajaan lain, termasuk India, yang membawa pengaruh seni dan budaya, termasuk pakaian dan aksesoris. Sebagai hasilnya, pakaian adat Sumatera Selatan menunjukkan kemegahan dan keindahan yang menggambarkan kebesaran kerajaan masa lalu, serta menampilkan unsur Melayu dan Hindu-Buddha.

2. Jenis Pakaian Adat Sumatera Selatan

Pakaian adat Sumatera Selatan dibagi menjadi beberapa jenis yang digunakan untuk berbagai acara, antara lain:

  • Aesan Gede: Aesan Gede adalah pakaian adat khas yang digunakan dalam acara pernikahan dan upacara penting lainnya. Pakaian ini mencerminkan kemewahan dan kekayaan dengan warna merah dan emas, dihiasi dengan berbagai aksesori emas atau kuningan, seperti kalung, gelang, dan mahkota. Aesan Gede menampilkan busana mewah yang melambangkan kemuliaan.
  • Aesan Paksangko: Berbeda dengan Aesan Gede, Aesan Paksangko memiliki desain yang lebih sederhana namun tetap anggun. Warna yang digunakan cenderung lebih lembut, seperti hijau dan ungu, namun masih dihiasi dengan ornamen emas. Aesan Paksangko sering dipakai dalam acara yang lebih santai, tetapi tetap berkesan formal.
  • Pakaian Beskap Palembang: Beskap Palembang biasanya dikenakan oleh laki-laki dalam acara-acara formal. Beskap ini memiliki desain yang sederhana namun elegan, sering kali dilengkapi dengan kain songket yang diikat di pinggang.

3. Makna dan Filosofi Pakaian Adat Sumatera Selatan

Pakaian adat Sumatera Selatan, khususnya Aesan Gede dan Aesan Paksangko, memiliki makna filosofis yang dalam bagi masyarakat setempat:

  • Kemegahan dan Kebangsawanan: Warna merah dan emas pada Aesan Gede melambangkan kebesaran, kekayaan, dan keagungan Kerajaan Sriwijaya. Emas juga melambangkan kebangsawanan dan kemuliaan, menunjukkan status sosial dan kemakmuran masyarakat Palembang.
  • Keharmonisan: Perpaduan antara warna merah, hijau, ungu, dan emas pada pakaian Aesan menggambarkan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Sumatera Selatan yang memiliki latar belakang beragam namun hidup berdampingan dengan damai.
  • Kesucian dan Keberanian: Warna merah dalam budaya Melayu melambangkan keberanian dan kekuatan, sedangkan putih sering diartikan sebagai kesucian. Penggunaan warna-warna ini adalah simbol dari kesucian niat dalam menjalani kehidupan dan keberanian dalam menghadapi tantangan.
  • Filosofi Kepatuhan dan Hormat: Pakaian adat ini juga mengandung filosofi bahwa setiap orang harus menjunjung tinggi kepatuhan dan rasa hormat terhadap adat dan leluhur mereka, yang terlihat dalam cara berbusana yang mengikuti aturan adat.

4. Aksesoris Pendukung Pakaian Adat

Pakaian adat Sumatera Selatan dilengkapi dengan berbagai aksesori yang memperindah penampilan dan menambah makna filosofisnya:

  • Mahkota Kembang Goyang: Mahkota ini melambangkan kebesaran dan keindahan, yang umumnya dikenakan oleh mempelai perempuan dalam pernikahan adat.
  • Kalung Tapak Jajo: Kalung yang melambangkan kemuliaan dan kemewahan, sering terbuat dari emas atau kuningan.
  • Gelang Gadung Melati: Gelang ini adalah simbol keanggunan dan kelembutan yang dikenakan di pergelangan tangan.
  • Kain Songket: Songket Sumatera Selatan terkenal dengan motif emasnya yang mewah, dan melambangkan kemakmuran serta ketekunan masyarakatnya dalam mempertahankan warisan budaya.

Keindahan Baju Adat Indonesia: Cermin Kekayaan Budaya Nusantara

Pakaian adat Indonesia merupakan cerminan kaya budaya Nusantara yang ditampilkan dalam beragam warna, motif, dan desain. Setiap provinsi memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri dalam busana adatnya, mencerminkan sejarah, kepercayaan, serta kearifan lokal masyarakatnya.

Dari ujung Sabang hingga Merauke, keindahan baju adat tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat lokal, tetapi juga oleh mancanegara. Setiap pakaian adat menceritakan kisah luhur dan keberagaman bangsa. Misalnya, warna-warni batik Jawa, keanggunan kebaya Bali, dan kemegahan baju adat Aceh menciptakan keseimbangan harmonis antara tradisi dan modernitas.

Berikut adalah daftar pakaian adat dari 33 provinsi di Indonesia:

  1. Aceh: Baju Kurung dan Tengkuluk
  2. Sumatera Utara: Ulos dan Baju Batak
  3. Sumatera Barat: Kebaya Minang dan Baju Kurung
  4. Riau: Baju Melayu
  5. Jambi: Baju Jambi
  6. Sumatera Selatan: Pakaian Pengantin Palembang dan Pempek
  7. Bengkulu: Baju Adat Bengkulu
  8. Lampung: Pakaian Adat Lampung
  9. Bangka Belitung: Baju Adat Bangka
  10. DKI Jakarta: Baju Betawi (ondel-ondel)
  11. Jawa Barat: Kebaya Sunda dan Baju Pangsi
  12. Jawa Tengah: Kebaya Jawa dan Batik
  13. DI Yogyakarta: Kebaya Yogyakarta dan Batik
  14. Jawa Timur: Batik Tulis dan Kebaya Jawa Timur
  15. Bali: Kebaya Bali dan Pakaian Adat Pengantin
  16. Nusa Tenggara Barat: Baju Kurung Sasak
  17. Nusa Tenggara Timur: Tenun Ikat dan Pakaian Adat Manggarai
  18. Kalimantan Barat: Baju Adat Dayak
  19. Kalimantan Tengah: Baju Adat Ngaju
  20. Kalimantan Selatan: Baju Adat Banjar
  21. Kalimantan Timur: Baju Adat Kutai
  22. Sulawesi Utara: Pakaian Adat Minahasa
  23. Sulawesi Tengah: Baju Adat Kaili
  24. Sulawesi Selatan: Baju Bodo dan Pakaian Adat Bugis
  25. Sulawesi Tenggara: Baju Adat Buton
  26. Gorontalo: Baju Adat Gorontalo
  27. Maluku: Baju Adat Maluku
  28. Maluku Utara: Pakaian Adat Suku Ternate
  29. Papua: Baju Adat Papua (koteka untuk pria)
  30. Papua Barat: Baju Adat Papua Barat
  31. Banten: Baju Adat Banten
  32. Kepulauan Riau: Baju Adat Melayu
  33. Nusa Tenggara Timur: Pakaian Adat NTT

Setiap pakaian adat ini mencerminkan budaya, sejarah, dan nilai-nilai masyarakat setempat.Dari ujung Sabang hingga Merauke, keindahan baju adat tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat lokal, tetapi juga oleh mancanegara. Setiap pakaian adat menceritakan kisah luhur dan keberagaman bangsa.

Apa Yang Dimaksud Administrasi Perkantoran ? Simak Penjelasannya Rincinya!!!!

Jurusan Administrasi Perkantoran adalah bidang studi yang fokus pada pengelolaan operasional kantor dan pengembangan keterampilan administrasi. Program ini bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan berbagai fungsi administratif dalam berbagai jenis organisasi, seperti perusahaan, lembaga pemerintah, atau organisasi nirlaba. Berikut beberapa hal utama yang dipelajari dalam jurusan ini:

  1. Manajemen Administrasi: Mempelajari cara mengelola dan menyusun pekerjaan administratif secara efektif, termasuk perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan pekerjaan di lingkungan kantor.
  2. Teknologi Informasi Perkantoran: Menggunakan perangkat lunak perkantoran seperti Microsoft Office, sistem manajemen data, serta aplikasi lain yang mendukung efisiensi kantor, seperti alat pengolah kata, spreadsheet, dan presentasi.
  3. Kearsipan dan Dokumentasi: Pembelajaran tentang pengelolaan arsip dan dokumen secara efisien, baik dalam format fisik maupun digital. Ini meliputi prosedur penyimpanan, pengarsipan, hingga pemusnahan dokumen sesuai dengan standar perusahaan.
  4. Komunikasi Bisnis: Keterampilan berkomunikasi secara profesional, termasuk menulis email, memo, surat resmi, serta melakukan presentasi dan negosiasi yang efektif di lingkungan kantor.
  5. Manajemen Keuangan Kantor: Dasar-dasar pengelolaan keuangan kantor, seperti pengelolaan kas kecil, pencatatan transaksi, dan anggaran operasional.
  6. Pelayanan dan Layanan Kantor: Pengembangan keterampilan layanan pelanggan dan hubungan profesional, termasuk penanganan panggilan telepon, melayani klien, dan mengelola kepuasan pelanggan.
  7. Pengetahuan Hukum Perkantoran: Mempelajari aturan hukum yang terkait dengan bisnis dan operasi perkantoran, termasuk dasar hukum kontrak, hak cipta, dan perlindungan data pribadi.
  8. Pengetikan dan Pengolahan Naskah: Keterampilan mengetik cepat dan akurat, serta kemampuan untuk memformat dan menyusun dokumen profesional, seperti laporan, surat, dan proposal.
  9. Etika dan Tata Krama Perkantoran: Pembekalan etika profesi, termasuk tata krama dalam berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, dan pelanggan di lingkungan kerja.

Lulusan jurusan Administrasi Perkantoran memiliki prospek kerja yang luas di bidang administrasi, seperti sekretaris, asisten administrasi, resepsionis, manajer kantor, dan posisi lain yang mendukung operasional perusahaan. Keterampilan ini sangat dibutuhkan di berbagai industri, baik sektor swasta maupun pemerintahan.

4o

Pakaian Adat Sumatera Barat: Jenis, Makna, dan Filosofinya

Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat. Artikel ini akan menjelaskan mengenai Sejarah, Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian adat Sumatera Barat.

Pakaian adat Sumatera Barat, khususnya dari suku Minangkabau, merupakan cerminan kekayaan budaya yang kaya dan beragam. Pakaian ini tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga menyimpan nilai-nilai dan filosofi yang mendalam.

1. Sejarah Pakaian Adat Sumatera Barat

Pakaian adat Minangkabau telah ada sejak ratusan tahun lalu, berakar dari tradisi matrilineal masyarakatnya. Sejarahnya dipengaruhi oleh interaksi dengan berbagai budaya, termasuk pengaruh Hindu-Buddha, Islam, dan kolonial. Pakaian ini digunakan dalam berbagai upacara adat, pernikahan, dan acara penting lainnya, mencerminkan identitas budaya dan status sosial.

2. Jenis Pakaian Adat

  • Baju Kurung: Pakaian wanita yang panjang dan longgar, sering dipadukan dengan kain sarung. Baju kurung biasanya dihiasi dengan bordir atau motif khas.
  • Kebaya Minang: Versi kebaya yang digunakan dalam acara formal dan pernikahan, biasanya terbuat dari bahan yang lebih mewah dan dihiasi berbagai aksesori.
  • Pakaian Pengantin: Wanita mengenakan gaun pengantin yang megah, sementara pria mengenakan jas dan tengkuluk (penutup kepala).
  • Tengkuluk: Penutup kepala yang digunakan oleh pria sebagai simbol kehormatan dan identitas.

3. Makna Pakaian Adat

Pakaian adat di Sumatera Barat memiliki makna yang mendalam:

  • Baju Kurung: Melambangkan kesopanan dan penghormatan terhadap norma sosial. Pakaian ini dirancang untuk menutupi aurat, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi.
  • Ulos dan Kain Sarung: Sering digunakan dalam berbagai acara, kain ini melambangkan perlindungan dan kasih sayang.
  • Pakaian Pengantin: Simbol harapan dan kebahagiaan, dengan setiap elemen pakaian yang mewakili harapan akan kehidupan baru.

4. Filosofi Pakaian Adat

Filosofi di balik pakaian adat Sumatera Barat mencerminkan nilai-nilai masyarakat Minangkabau:

  • Matrilineal: Pakaian adat menjadi simbol kekuatan perempuan dalam masyarakat Minangkabau, di mana garis keturunan diukur melalui ibu.
  • Tradisi dan Kebudayaan: Memakai pakaian adat dalam acara-acara penting mencerminkan penghormatan terhadap tradisi dan leluhur.
  • Identitas dan Kebanggaan: Pakaian adat menjadi simbol identitas suku dan budaya, menciptakan rasa kebanggaan di antara masyarakat Minangkabau.

Pakaian adat Sumatera Barat bukan hanya sekadar busana, tetapi juga mencerminkan identitas, sejarah, dan nilai-nilai masyarakat Minangkabau. Dengan memahami sejarah, jenis, makna, dan filosofi pakaian adat ini, kita dapat menghargai kekayaan budaya yang dimiliki oleh Sumatera Barat dan melestarikannya untuk generasi mendatang.

Sejarah, Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian Adat Sumatera Utara

Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat. Artikel ini akan menjelaskan mengenai Sejarah, Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian adat Sumatera Utara.

Pakaian adat Sumatera Utara mencerminkan kekayaan budaya yang beragam, terutama dari suku Batak, Melayu, dan Nias. Setiap jenis pakaian memiliki nilai sejarah, makna, dan filosofi yang mendalam, melambangkan identitas masyarakatnya.

1. Sejarah Pakaian Adat Sumatera Utara

Pakaian adat Sumatera Utara memiliki akar sejarah yang kuat, dipengaruhi oleh interaksi dengan berbagai budaya, termasuk pengaruh Hindu, Islam, dan kolonial. Dalam masyarakat Batak, pakaian adat digunakan dalam berbagai upacara, termasuk pernikahan dan upacara adat lainnya. Kain tenun, seperti ulos, menjadi simbol kebanggaan dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun.

2. Jenis Pakaian Adat

  • Ulos: Kain tenun khas Batak, digunakan dalam berbagai upacara, seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian. Ulos memiliki berbagai jenis dan motif, masing-masing dengan makna tertentu.
  • Baju Kurung: Pakaian wanita yang sering dipadukan dengan kain sarung, menggambarkan kesederhanaan dan keanggunan.
  • Pakaian Pengantin Batak: Wanita mengenakan kebaya dengan ulos, sementara pria mengenakan jas dan kain ulos sebagai pelengkap.

3. Makna Pakaian Adat

Pakaian adat di Sumatera Utara memiliki makna yang dalam:

  • Ulos: Melambangkan kasih sayang, persatuan, dan perlindungan. Ulos sering digunakan untuk melambangkan hubungan sosial dan budaya dalam masyarakat Batak.
  • Pakaian Pengantin: Simbol harapan akan kebahagiaan dan kehidupan baru. Setiap elemen dalam pakaian memiliki makna, seperti warna dan motif yang mencerminkan kebahagiaan dan kesucian.

4. Filosofi Pakaian Adat

Filosofi di balik pakaian adat Sumatera Utara mencerminkan nilai-nilai masyarakatnya:

  • Kesatuan dan Persatuan: Pakaian adat menjadi simbol kekuatan komunitas dan hubungan antaranggota keluarga.
  • Penghormatan terhadap Tradisi: Memakai pakaian adat dalam acara tertentu mencerminkan penghormatan terhadap leluhur dan tradisi.
  • Identitas dan Kebanggaan: Pakaian adat menjadi bagian integral dari identitas suku, menunjukkan kebanggaan terhadap warisan budaya.

Pakaian adat Sumatera Utara bukan hanya sekadar busana, tetapi juga simbol budaya, identitas, dan nilai-nilai masyarakat. Melalui sejarah, jenis, makna, dan filosofi yang terkandung di dalamnya, pakaian adat ini tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat, menghubungkan generasi yang satu dengan yang lainnya.

Contoh Baju Adat dari Berbagai Daerah di Indonesia

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam, dan salah satu aspeknya yang paling mencolok adalah baju adat. Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat. Berikut adalah beberapa contoh baju adat dari berbagai daerah di Indonesia:

1. Baju Adat Aceh

  • Pakaian Pengantin: Wanita mengenakan kebaya yang dihiasi brokat dan aksesori, sementara pria memakai jas dan tengkuluk.
  • Makna: Melambangkan kesucian dan harapan akan kebahagiaan.

2. Baju Adat Sumatera Utara

  • Ulos: Kain tenun tradisional yang sering dipakai dalam acara adat. Ulos memiliki berbagai motif yang mengandung makna tertentu.
  • Makna: Sebagai simbol persatuan dan kasih sayang.

3. Baju Adat Betawi

  • Ondel-ondel: Pakaian untuk pengantin yang terdiri dari baju kurung dan kain batik.
  • Makna: Mewakili kebudayaan Betawi yang kaya dan beragam.

4. Baju Adat Jawa

  • Kebaya: Pakaian wanita yang terbuat dari bahan halus, sering dipadukan dengan batik. Pria biasanya mengenakan beskap dan kain batik.
  • Makna: Simbol keanggunan dan kesopanan.

5. Baju Adat Bali

  • Baju Adat Pengantin: Wanita mengenakan kebaya dengan kain songket, sementara pria memakai udeng (penutup kepala) dan pakaian adat.
  • Makna: Menggambarkan kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Bali.

6. Baju Adat Kalimantan

  • Baju Kurung: Pakaian sehari-hari yang sederhana, sering dihiasi dengan motif khas daerah.
  • Makna: Menggambarkan kedekatan dengan alam dan tradisi lokal.

7. Baju Adat Sulawesi

  • Baju Bodo: Pakaian tradisional wanita Bugis yang sederhana, seringkali berwarna cerah.
  • Makna: Melambangkan kesederhanaan dan keanggunan.

8. Baju Adat Nusa Tenggara Timur

  • Tenun Ikat: Kain yang ditenun dengan teknik ikat, biasanya dipakai dalam berbagai upacara.
  • Makna: Mencerminkan identitas etnis dan budaya setempat.

Baju adat Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, tetapi juga sebagai simbol budaya dan identitas. Setiap pakaian memiliki sejarah dan makna yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat.

Melestarikan dan mengenakan baju adat adalah wujud penghormatan terhadap warisan budaya yang kaya dan beragam di Indonesia.Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat.

Pakaian Adat Aceh: Jenis, Makna, dan Filosofinya

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam, dan salah satu aspeknya yang paling mencolok adalah baju adat. Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang mencerminkan budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat. Artikel ini akan menjelaskan mengenai Jenis, Makna, dan Filosofi Pakaian adat Aceh.

Pakaian adat Aceh adalah representasi budaya yang kaya dan beragam, mencerminkan sejarah serta nilai-nilai masyarakatnya. Setiap jenis pakaian memiliki makna dan filosofi tersendiri, menggambarkan identitas dan tradisi masyarakat Aceh.

1. Jenis Pakaian Adat Aceh

  • Pakaian Pengantin
    • Untuk wanita, biasanya terdiri dari kebaya yang dihiasi dengan brokat dan aksesori seperti gelung rambut (sanggul) serta perhiasan emas.
    • Pria mengenakan jas, celana panjang, dan tengkuluk (penutup kepala) yang melambangkan status dan kehormatan.
  • Baju Kurung
    • Pakaian sehari-hari wanita Aceh yang longgar, biasanya dipadukan dengan selendang (sanggul) dan kain sarung.
  • Kain Tenun Aceh
    • Kain yang dihasilkan melalui proses tenun tradisional, seringkali dihiasi motif khas yang melambangkan berbagai aspek kehidupan masyarakat Aceh.
  • Tengkuluk
    • Penutup kepala yang dikenakan pria, simbol kebanggaan dan kehormatan. Ada berbagai jenis tengkuluk, tergantung pada acara atau status sosial.

2. Makna Pakaian Adat

Pakaian adat Aceh bukan hanya sekadar busana, tetapi juga mengandung nilai-nilai dan makna mendalam. Misalnya, pakaian pengantin melambangkan kesucian dan harapan untuk masa depan yang bahagia. Warna dan motif kain mencerminkan kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Aceh, sering kali berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti pertanian dan laut.

3. Filosofi Pakaian Adat

Filosofi di balik pakaian adat Aceh juga mencerminkan adat istiadat dan norma sosial masyarakatnya. Pakaian tersebut melambangkan identitas, kesatuan, dan penghormatan terhadap tradisi. Dalam banyak kasus, pemakaian pakaian adat menjadi simbol kesetiaan terhadap budaya dan pengingat akan akar sejarah masyarakat Aceh.

Dalam konteks modern, meskipun banyak pengaruh global, masyarakat Aceh tetap berupaya melestarikan pakaian adatnya sebagai wujud cinta dan kebanggaan terhadap warisan budaya. Melalui pakaian adat, masyarakat Aceh tidak hanya mengekspresikan diri, tetapi juga menghormati dan mempertahankan identitas budaya mereka.

Rendang: Kuliner Khas Minangkabau yang Mendunia

Rendang adalah salah satu hidangan paling ikonik dari Indonesia, Kuliner Khas Minangkabau di Sumatera Barat. Makanan ini terkenal tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri, diakui sebagai salah satu makanan terlezat di dunia.

Hidangan ini terbuat dari daging, biasanya daging sapi, yang dimasak dengan rempah-rempah kaya dan santan. Bumbu rendang mencakup bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, serai, cabai, dan kunyit.

Proses memasaknya membutuhkan waktu yang lama, seringkali berjam-jam, hingga daging menjadi empuk dan bumbu meresap sempurna. Teknik memasak ini menghasilkan rasa yang kaya, gurih, dan sedikit pedas, menciptakan kombinasi sempurna yang memanjakan lidah.

Rendang memiliki berbagai variasi, tergantung pada daerah dan cara memasaknya. Beberapa jenis rendang, seperti rendang tok, memiliki kuah yang lebih kering dan pekat, sementara yang lain mungkin lebih berkuah. Selain itu, ada juga rendang ayam atau kambing yang menjadi alternatif bagi mereka yang tidak mengonsumsi daging sapi.

Di Sumatera Barat, rendang bukan sekadar hidangan, tetapi juga simbol budaya. Hidangan ini sering disajikan dalam acara-acara penting seperti pernikahan, pesta adat, dan perayaan lainnya. Kelezatan rendang membuatnya menjadi pilihan utama dalam menu makanan di rumah makan Padang, yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dengan cita rasa yang menggugah selera dan kekayaan budayanya, rendang terus memikat hati banyak orang. Sebagai salah satu warisan kuliner Indonesia, rendang tidak hanya menyatukan masyarakat melalui makanan, tetapi juga memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia.

Rendang memiliki rasa yang kaya, gurih, dan sedikit pedas. Kuahnya bisa kental atau cair, tergantung pada jenis rendang yang dibuat.Rendang bukan hanya makanan, tetapi juga simbol budaya Minangkabau, sering disajikan dalam acara-acara penting seperti pernikahan dan pesta.

Rendang sering dinyatakan sebagai salah satu makanan terlezat di dunia dan telah mendapat pengakuan internasional, termasuk dalam berbagai festival kuliner.Rendang adalah salah satu hidangan paling terkenal dari Indonesia, khususnya dari suku Minangkabau di Sumatera Barat. Itulah Kuliner Khas Minangkabau yang Mendunia.

Eks Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Diperiksa Polisi

0

Hendry Ch Bangun, mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, telah memenuhi panggilan penyidik Subdit Kamneg Polda Metro Jaya di Jakarta Selatan. Hendry tiba di Polda pada Senin, 28 Oktober 2024, sekitar pukul 10:55 WIB, terlambat satu jam dari jadwal pemeriksaan yang seharusnya berlangsung pukul 10:00.

Sebelumnya, Hendry telah menunda panggilan pemeriksaan sebanyak dua kali. Pada panggilan pertama, Jumat, 11 Oktober 2024, ia hadir namun menolak untuk diperiksa karena tidak didampingi pengacara.

Pada panggilan kedua, Jumat, 25 Oktober 2024, Hendry kembali tidak hadir dengan alasan sedang mengikuti kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), meskipun diketahui ia sedang memimpin rapat di sebuah kantor media di Jakarta. Dewan Pers pun telah melarang PWI untuk mengadakan UKW sementara waktu.

Jusuf Rizal SH, Ketua Indonesian Journalist Watch (IJW), menegaskan agar polisi bertindak tegas. Ia meminta agar Hendry dipanggil paksa jika terus mengabaikan panggilan, karena hal itu dinilai merendahkan hukum dan institusi kepolisian, serta mencoreng citra wartawan yang seharusnya patuh pada hukum.

Hendry Ch Bangun bukan satu-satunya yang diperiksa. Tiga mantan pengurus PWI, yaitu Sayid Iskandarsyah (Eks Sekjen), M Ikhsan (Eks Wabendum), dan Syarif Hidayatullah (Eks Direktur UKM), sebelumnya sudah diperiksa sebagai terlapor.

Kasus ini berawal dari laporan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, Helmi Burman (HB), terkait dugaan penggelapan dana organisasi sebesar Rp1,77 miliar. HB melaporkan empat mantan pengurus PWI.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa kasus ini ditangani oleh Subdirektorat Keamanan Negara dan dimulai dari laporan yang diterima pada 8 Agustus 2024. Dalam laporannya, HB menyebut PWI sebagai pihak yang dirugikan.

Kronologi kasus ini dimulai pada November 2023 saat pengurus PWI Pusat bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas rencana peningkatan UKW, yang mendapat rekomendasi dana sebesar Rp6 miliar dari Kementerian BUMN. Namun, diduga pada Februari 2024, Hendry menarik dana sebesar Rp1,77 miliar yang dinyatakan digunakan untuk cashback dan sponsorship kepada oknum BUMN.

HB melaporkan tindakan tersebut sebagai pelanggaran yang merugikan organisasi. Ade Ary menyatakan bahwa penyidik masih mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi-saksi untuk memastikan kebenaran laporan ini.

Kasus ini berpotensi melanggar pasal tindak pidana penggelapan dan penggelapan dalam jabatan, dengan total dana yang diduga diselewengkan mencapai Rp1.771.200.000. Polisi akan terus menyelidiki dan memverifikasi keterangan dari saksi dan terlapor untuk mengungkap kebenaran kasus ini. (*)

Tiga Tingkatan Hidayah versi Imam Al Ghazali

0

Imam Al – Ghazali menyebutkan tiga tingkatan hidayah. Hidayah merupakan kata yang lazim diucapkan masyarakat dan diartikan begitu saja sebagai petunjuk ilahi.

Oleh Imam Al -Ghazali, hidayah disebut sebagai jalan satu satunya untuk mencapai kebahagiaan ukhrawi.

Imam Al Ghazali mengatakan, seyogyanya setiap orang memahami ketentuan demikian. Tanpa hidayah, seseorang juga tidak dapat mencapai keutamaan apapun.

Imam Al Ghazali mengutip surat An – Nur ayat 21 : Artinya, kalau bukan karena Allah dan RahmatNya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih ( dari perbuaran keji dan mungkar itu) selama lamanya “. (An – Nur ayat 21)

Imam Al Ghazali juga mengutif hadist riwsyat Bukhari dan Muslim berikut ini:

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda : “Tiada salah seorang kalian yang masuk surga kecuali dengan rahmat Allah SWT (Maksudnya dengan hidayahNya). Demikian juga denganmu wahai Rasulullah.” Tanya sahabat, “Ya, demikian juga denganku”.

Di dunia ini, lanjut Al.- Ghazali, hidayah memiliki tiga tingkatan. (Imam Al – Ghazali , Ilhya Ulumuddin, Beirut, Darul Fikr, 2018.M/1439 -1440 H), juz IV, halaman 113).

Pertama, memahami baik dan buruk, hidayah umum

Artinya, “Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)”. (Surat Al – Balad ayat 10).

Allah menganugerahkan hidayah jenis ini, kepada segenap hambaNya, sebagian melalui jalan akal fikiran mereka. Dan sebagian lagi melalui lisan para utusanNya. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam Surat Fushshilat ayat 17.

Artinya, “Adapun kaum Samud, mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) dari pada petunjuk itu”.

Pada jenjang dasar ini, banyak pintu menuju hidayah terbuka, melalui dari kitab suci, para Rasul dan akal fikiran. Hanya kedengkian, kesombongan dan nafsu.duniawi yang menutup pintu pintu hidayah tersebut.

Kedua, cahaya ilmu dan amal saleh

Hidayah ini berada pada satu tingkat di atas hidayah pertama. Hidayah ini.dianugerahkan oleh Allsh kepada sebagian hambaNya setelah melalui tahapan tahapan.dan sejauh kesiapan spritual (berupa ilmu dan amal saleh) yang bersangkutan.

Hidayah kedua ini.merupakan buah dari mujahadah, latihan/tempaan spritual. (Al – Ghazali, 2018.M/1439 – 1440 H : IV/114).

Artinya, “Orang – yang berjihad untuk (mencari keridhaan), Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan jalan Kami”. (Al – Ankabut ayat 69).

Pada surat lainnya, Allah mengatakan : Artinya, “Orang – orang yang mendapat petunjuk kepada mereka “. (Surat Muhammad ayat 17).

Ketiga, cahaya alam kenabian dan kewalian

Hidayah level ketiga ini berada di atas hidayah kedua. Hidayah ketiga ini, merupakan puncak hidayah Allah. Cahaya hidayah ini memancar setelah kesempurnaan mujahadah/tempaan sptitual yang maksimal. Hidayah ini sangat mulia karena dinisbahkan kepada Allah.

Artinya, “Katakan, “Sungguh petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. (Surat Al An’am ayat 71).

Pada surat lain, Allah mengatakan sebagai berikut.: Artinya, ‘Apakah orang yang sudah mati, lalu Kami hidupkan, dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah tengah orang banyak (sama dengan orang yang berada dalam kegelapan ?) “. (Surah Al An’am 122).

Hidayah ketiga ini, menerangkan jalan hidup para nabi dan para wali Allah. Mereka adalah orang orang pilihan yang senantiasa hidup lahir dan hatinya. (Alhafiz Kurniawan/ana).