FAJARPENDIDIKAN.co.id-Salah satu perlombaan yang khas menjelang 17 Agustus adalah panjat pinang. Perlombaan ini melibatkan sejumlah orang, dengan menggunakan batang pohon pinang yang di tanam di tanah dan dilumuri pelicin.
Ujung batang pinang diberi tempat untuk menggantungkan beragam hadiah yang bisa diambil para peserta.
Konon, perlombaan panjat pinang disebut merupakan peninggalan kolonial Belanda. Dahulu panjat pinang digunakan sebagai acara hiburan kaum kolonial. Panjat pinang sering diadakan di acara-acara penting seperti hajatan, hari libur nasional, atau hri ulang tahun tokoh penting Belanda.
Tradisi memberi pelicin di batang pohon pinang pun telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Dahulu, peserta dalam satu tim juga berlomba, agar berhasil memanjat dan mengambil hadiah yang digantung.
Kala itu, hadiah yang digantung di atas batang pinang meliputi bahan pokok seperti makanan, tepung, gula, hingga pakaian.
Terancam jadi kenangan
Pohon pinang sirih (Areca catechu) merupakan jenis yang dipilih sebagai bahan baku tiang lomba panjat-memanjat. Alasannya, karena memiliki kualitas bagus, batangnya lurus dan tinggi, serta lingkarannya sempurna.
Setelah kulitnya dikupas, batang pohon pinang sirih menjadi benar-benar licin dan mulus. Ruas-ruas yang ada pada batang pinang sirih mudah diratakan dengan serutan atau amplas.
Ke depan, perlombaan panjat pinang terancam menjadi sebuah kenangan, lantaran pohon pinang semakin jarang.
Usaha peremajaan dan pembudidayaan pohon pinang saat ini belum cukup mendapatkan perhatian. Padahal, pertumbuhan pohon pinang relatif lambat. Pohon pinang baru layak ditebang untuk keperluan perlombaan setelah berusia 30 tahun.
Hanya dari batang pohon pinang setua itu yang disebut bisa ideal untuk tiang lomba panjat pinang, ukurannya yakni tinggi antara 8 hingga 12 meter dan diameter sekitar 43 hingga 60 cm.
Kelangkaan pohon pinang itu juga diperparah dengan keengganan petani meremajakan jenis pohon tersebut. Menanam pohon pinang dianggap sebagian petani tak ekonomis.