Pengadilan Salah Adil Ternyata Masih Ada

Oleh: Upa Labuhari SH

Entah berapa banyak orang yang sudah diadili dan mendapat hukuman yang tidak ringan dari pengadilan sesat atau yang lazim disebut pengadilan salah adil. Entah berapa banyak pula Hakim yang sudah dihukum oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung karena membuat putusan yang tidak adil pada pencari keadilan.

Walaupun sudah banyak Hakim dan masyarakat yang kena hukuman dari pengadilan sesat tapi pengadilan ini ternyata masih berjalan dengan mulus dan sepertinya diperkenankan oleh pihak berwenang tanpa ada usaha untuk mencegahnya.

Akibatnya membuat image pengadilan bukan lagi sebagai tempat orang mencari keadilan tapi pengadilan merupakan tempat orang berserah diri kepada hakim yang juga adalah manusia biasa yang penuh dengan ketidakadilan.

Salah satu contoh dari perkara yg diadili oleh pengadilan sesat adalah yang penulis alami sendiri di pengadilan tindak pidana korupsi Bengkulu. Awalnya penulis diajukan oleh Kejaksaan Negeri Kaur Bengkulu karena dianggap sebagai melakukan upaya bersama beberapa orang untuk menghalangi merintangi penyidikan kasus korupsi yang terjadi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu dengan cara menulis surat pengaduan ke Presidenan Jokowi dan Jaksa Agung serta Menkopolhukam.

Walaupun dalam hasil pemeriksaan penyelidikan oleh kejaksaan Negeri Kaur, saya tidak ditemukan melakukan suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 21 undang-undang korupsi yang merintangi dan menghalangi penyidik dalam mengusuk kasus korupsi tapi jaksa membuat saya dibuat sedemikian rupa sebagai pesakitan.

Seolah-olah sayalah intelektual dalam perkara ini. Padahal dalam kenyataannya saya ikut menangani membela para kepala Puskesmas se-kabupaten Kaur yang berjumlah 19 orang agar mereka tidak dijerat secara semena-mena oleh oknum jaksa dengan cara yang tidak pantas, yaitu ditekan dan berupaya diperas dengan menyerahkan uang sekian ratus juta kepada oknum jaksa.

Baca Juga:  Hari Pahlawan, Merdeka atau Mati, Prabowo "The Last Emperor"

Pengaduan tertulis penulis kepada presiden tanggal 16 Juni 2023 ditanggapi serius oleh Jaksa Agung sehingga mereka turun langsung ke Bengkulu untuk memeriksa 19 Kepala Puskesmas dan Kepala Dinas se-kabupaten Kaur, apakah benar pengaduan saya ini sebagaimana disebutkan sebagai melanggar pasal 7 kode etik perilaku jaksa. Dalam pemeriksaan tim Jaksa Agung itu diketahui ada kebenarannya sehingga para jaksa harus bolak-balik Jakarta-Bengkulu.

Akibat mereka diperiksa bolak balik sehingga mereka menganggap inilah salah satu bukti sebagai suatu tindakan menghalangi dan merintangi penyusutan mereka dalam perkara korupsi di Dinas Kesehatan Kaur.

- Iklan -

Untuk itulah Jaksa Kabupaten Kaur mendakwah penulis di pengadilan tipikor Bengkulu dengan cara bahwa penulis seolah-olah telah bernegosiasi dengan 4 terdakwa lainnya yang sudah dipastikan berniat untuk menghalangi pengusutan kasus korupsi ini.

Dari sana penulis kemudian direkayasa dibuat sedemikian rupa seolah-olah menulislah yang mensponsori atau sebagai intelektual dader dalam usaha untuk menghalangi pengusutan.

Maka dibuatlah satu cerita seolah-olah penulis telah hadir di salah satu restoran di Bengkulu, yakni restoran kalasan untuk berkumpul merencanakan penghentian pengusutan dan penyidikan kasus korupsi di Kaur Bengkulu.

Selain itu penulis juga dituduh telah hadir dalam pertemuan dengan para kepala Puskesmas dalam suatu pertemuan di hotel Grage Bengkulu untuk menghalangi pengusutan kasus korupsi di Kaur.

Baca Juga:  Transformasi Pendidikan Indonesia Pasca-Kurikulum Merdeka

Data ini penulis bantah baik ketika diperiksa jaksa karena tidak tidak punya bukti yang valid. Tapi jaksa tetap ngotot bahwa penulis hadir di kedua tempat yang penulis tidak kenal sama sekali. Maka pengadilan Tipikor Bengkulu menerima dakwaan jaksa seolah-olah sayalah pelaku atau intelektual dader dari usaha penghentian penyidikan ini.

Dalam proses pengadilan 26 orang saksi diantaranya 4 orang pelaku lainnya dan kepala dinas Kesehatan serta Kepala Puskesmas, tidak seorang pun diantara mereka yang mengatakan bahwa penulis pernah hadir dalam pertemuan di hotel Grage maupun restoran Kalasan untuk berunding menggagalkan khususan kasus korupsi di Kabupaten Kaur.

Tetapi anehnya dalam putusan Pengadilan Tipikor Kaur nomor 52/Pidsus-Tpk/2023/pn Bengkulu, penulis disebutkan bahwa terbukti dengan sah dan meyakinkan saya pernah berencana untuk menggagalkan usaha penyelidikan kasus korupsi di Kaur dengan pemimpin pertemuan di restoran Kalasan maupun di hotel Grage Bengkulu.

Pemutarbalikkan fakta ini menjadi lebih nyata ketika Pengadilan Tinggi Bengkulu menggunakan putusan pengadilan negeri bahwa saya terbukti dengan sah dan meyakinkan hadir dalam pertemuan di restoran Kalasan dan hotel Grage untuk memimpin usaha penghentian penyidikan kasus korupsi di Kabupaten Kaur.

Pembalikan fakta inilah yang menjadi persoalan karena hampir semua saksi menyatakan siap untuk diperiksa kembali untuk menyatakan bahwa memang penulis tidak pernah hadir di restoran dari hotel Grage dengan demikian bahwa penulis sekarang ini merupakan korban terbaru dari adanya pengadilan sesat atau salah mengadili di Indonesia. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU