Ibu korban kasus penganiayaan anak mengaku kecewa terhadap jaksa penuntut umum atas vonis satu bulan lima belas hari kepada pelaku, yang membuat psikologis anaknya terganggu.
S, ibu korban saat ditemui FAJAR PENDIDIKAN, Rabu, (2/8), menjelaskan awal mula penganiayaan anaknya yang terjadi pada Agustus tahun lalu. “Anak saya dipukul, langsung saya melapor. Akan tetapi, pelaku divonis satu bulan lima belas hari dan pelaku tidak ditahan,” tuturnya.
“Saya kecewa pak, anak saya masih di bawah umur, pelaku belum ditahan. Saya minta keadilan ditegakkan, saya orang susah pak, memohon keadilanya pak,” cetus S kepada FAJAR PENDIDIKAN.
Terpisah, Penasihat Hukum korban, Prayudi juga mengaku kecewa atas tuntutan jaksa yang menuntut pelaku kekerasan terhadap anak hanya 1 bulan lebih. Sedangkan, alat bukti yang diperhadapkan di persidangan cukup kuat untuk menjerat pelaku kekerasan tersebut dihukum maksimal.
“Termasuk saksi-saksi yang melihat secara langsung korban (anak) dipukuli oleh perempuan dewasa, yang berakibat wajah korban mengalami memar hingga pendarahan. Serta bukti hasil psikologi forensik, korban tersebut mengalami depresi dan mengakibatkan psikisnya terganggu atas kekerasan fisik yang dilakukan oleh pelaku,” kata Prayudi kepada FAJAR PENDIDIKAN.
Yudi pun berdalih bahwa jaksa penuntut umum tidak memperjuangkan hak anak sebagai korban kekerasan sesuai Undang-undang nomor 35 tahun 2014 terhadap perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dia berharap, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Perlindungan Anak Indonesia serta Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Parepare yang tidak mengedepankan rasa keadilan terhadap anak sebagai korban kekerasan yang ada di kota Parepare.
Wartawan FAJAR PENDIDIKAN mencoba mengonfirmasi terkait masalah ini kepada jaksa sejak Jumat (29/7) hingga Rabu (2/8), tetapi belum berhasil ditemui. (HKI)