Masalah terkait pinjaman online yang populer disebut pinjol masih belum dapat dianggap aman. Meskipun pihak berwajib telah memberikan perhatian dengan mengejar pelaku-pelaku pinjol, tetap harus selalu diwaspadai. Keluarga perlu memberikan pengawasan kepada anggota keluarganya secara terus-menerus agar tidak ada yang terkena dampak dari pinjol ini.
Mengapa pengawasan keluarga penting? Karena jeratan pinjol sering kali tidak terlihat. Orang yang terjebak seringkali menyembunyikan masalah ini dari keluarganya, bahkan dari orang tua mereka. Oleh karena itu, pemantauan yang konstan diperlukan untuk mengawasi perilaku yang mencurigakan.
Pemantauan tidak hanya perlu dilakukan terhadap generasi muda, tetapi juga terhadap generasi tua. Perempuan juga rentan menjadi pelaku atau korban pinjol, tidak hanya laki-laki. Hal ini karena pinjol seringkali menyasar siapa pun tanpa pandang usia atau gender, serta status sosial.
Selain itu, tidak hanya orang-orang yang tidak berpenghasilan yang rentan, tetapi juga mereka yang memiliki penghasilan. Curigai orang-orang yang seringkali menyendiri atau sibuk dengan perangkat seluler, untuk mencegah mereka terlibat dengan pelaku pinjol. Antisipasi terhadap percakapan yang mencurigakan juga penting.
Dampak dari terjerat pinjol bisa sangat menyiksa. Awalnya, jumlah pinjaman mungkin kecil seperti Rp 4,5 juta, tetapi dengan bunga yang tinggi dan biaya tambahan lainnya, jumlah yang harus dibayar bisa melonjak hingga mencapai puluhan atau ratusan juta rupiah dalam waktu singkat.
Kesadaran dan tindakan preventif dari keluarga dan masyarakat sangat penting dalam melindungi diri dari dampak negatif pinjol.
Praktik Riba
Terutama dalam situasi ekonomi sulit seperti sekarang ini, pinjaman dari lembaga pinjaman online (pinjol) telah melampaui tingkat kesulitan yang terkait dengan meminjam di bank. Pinjaman ini bisa sangat membebankan, tidak lagi hanya dalam bentuk bunga riba seperti yang dilakukan rentenir, tetapi juga dengan perilaku yang mirip dengan tengkulak.
Apakah mereka tidak takut akan konsekuensi di akhirat? Makanan hasil dari usaha tengkulak saja, menurut ajaran Islam, dianggap haram dan dosanya sangat berat. Usaha pinjol, yang mirip dengan praktek tengkulak, semakin memperumit masalah ini.
Banyak dari mereka yang terlibat dalam praktek pinjol mungkin tidak sepenuhnya memahami bahwa riba, yang dapat mematikan bagi orang yang sangat membutuhkan atau dalam kesulitan, adalah haram dalam agama Islam.
Bagaimana dengan pelaku usaha yang hanya bisa mengandalkan kredit karena tidak memiliki modal? Memohon kredit di bank tidak selalu mudah karena harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ketat. Di sisi lain, ada rentenir yang menetapkan bunga tinggi yang membebankan, dan ada pinjol yang bahkan bisa terlibat dalam penipuan. Dalam situasi seperti ini, bisakah usaha tetap berjalan?
Mencari kredit bagi pelaku usaha yang tidak memiliki modal, apakah itu dengan meminjam dari bank atau lembaga keuangan lain, bukanlah pilihan yang diambil karena terpaksa.
Namun, ini adalah langkah yang harus dipertimbangkan. Kita menyadari bahwa usaha yang didirikan hanya dengan modal pinjaman bank tidak langsung menghasilkan keuntungan. Bahkan jika ada keuntungan, mungkin baru tercapai setelah bertahun-tahun.
Hal ini dikarenakan harus memikirkan cara untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Penting untuk menghindari penundaan pembayaran, terutama karena bunga yang dikenakan oleh bank lebih kecil. Bagaimana dengan kredit dari rentenir atau pinjaman dari individu lain, otak bisa “berdarah” saat memikirkan pengembaliannya. Inilah yang sering terjadi.
Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk memberikan solusi dan membantu dalam masalah permodalan bagi pelaku usaha yang tidak memiliki modal. (Ana)