Penghapusan tenaga honorer di Indonesia yang akan segera dilaksanakan pada 2023 mendatang, menjadi kekhawatiran bagi tenaga honorer yang saat ini sedang menjabat. Pasalnya, harapan dan perjuangan untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau PPPK, tidaklah mudah.
Apakah hingga saat ini perjalanan honorer sia-sia? Pertanyaan besar yang belum dipahami masyarakat hingga saat ini. Perjalanan para tenaga honorer akan berhenti seiring berjalannya waktu. Beberapa aturan pemerintah, membuat mereka akan terus berjuang dalam harapan pemerataan pendidikan yang lebih baik.
Pekerja outsourcing pada bidang pemerintahan akan membantu sebagian pekerjaan yang telah dipilih dan yang berada pada bidang yang tepat. Namun, berbeda dengan tenaga pendidikan yang dinilai tidak cocok.
Seorang praktisi sekaligus guru honorer, Ian, menanggapi bahwa sistem outsourcing cocok untuk tenaga pegawai pemerintahan namun tidak cocok untuk tenaga pendidik. Dia mengatakan, pegawai pemerintahan bisa mendapatkan pelatihan khusus dalam mengawal sistem outsourcing sebagai tenaga pembantu. Namun berbeda dengan sistem yang ada pada pendidikan.
“Sebaiknya pemerintah mengkaji kembali tentang aturan penghapusan honorer ini. Namun jika sudah tidak bisa diganggu gugat lagi, setidaknya pemerintah memberikan solusi lain yang lebih konkrit selain outsourcing,” ujar Ian.
Menurutnya, sistem outsourcing ini belum mencakup dan meng-cover semua honorer yang akan diberhentikan. Sehingga ada solusi yang lebih baik lagi untuk seluruh honorer yang diberhentikan, khususnya di bagian pendidikan.
Menurut Ian, semenjak keluarnya aturan atau informasi tentang honorer dihapuskan, semangat para honorer semakin berkurang dalam menjalankan tugas. Keikhlasan yang telah mereka jalankan, memudar seiring berjalannya tugas-tugas para honorer sebagai tenaga pendidik.
“Semangatlah dalam menjalankan tugas karena kita masih butuh makan dengan bekerja. Jadilah tenaga pendidik yang dapat mencerdaskan generasi bangsa yang lebih baik lagi ke depannya,” ujarnya.
Hal senada dikatakan oleh Ainul Bakri, salah seorang guru honorer. Dia secara tegas tidak setuju dengan penghapusan honorer ini. Karena keputusan tersebut dapat mengakibatkan banyaknya pengangguran di Indonesia, terutama bagi tenaga pendidik.
“Gaji honorer sudah rendah dan sekarang akan dihapuskan. Sedangkan honorer saat ini sangat membantu dalam pengembangan pendidikan,” kata Ainul Bakri, Jumat (8/7).
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah merupakan satu kebijakan yang akan banyak menimbulkan masalah, menurut Ainul Bakri. Sebab itu, menurutnya, kebijakan ini muncul tanpa adanya solusi tepat bagi tenaga honorer yang akan dihapuskan.
“Tenaga honorer sangat dibutuhkan, apalagi di sektor yang memiliki SDM terbatas. Terutama di bidang pendidikan swasta yang kebanyakan hanya memiliki tenaga honorer,” lanjut Ainul.
Dengan demikian, kebijakan pemerintah ini perlu dianalisis dengan hati-hati atau pun memberikan kesempatan yang lebih menjanjikan dan mensejahterakan, terutama dalam masalah upah dan waktu yang disediakan.
“Dalam keputusan pemerintah ini disediakan solusi, yaitu outsourcing dan itu sangat tidak cocok diterapkan dalam pendidikan. Karena kinerja yang belum ditahu, serta kurang bagus. Namun jika keputusan tersebut tidak dapat diganggu gugat, maka tidak ada harapan lain yang bisa kami lakukan,” ungkapnya.
“Yang terpenting saat ini bagi kami adalah kesejahteraan honorer, dimana dalam keputusan pemerintah dapat memberikan dampak baik bagi kami. Walaupun solusi outsourcing diterapkan, namun tidak dapat mensejahterakan honorer maka percuma dan akhirnya tambah sengsara,” imbuh Ainul Bakri.
Isi Peraturan
Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK diundangkan pada 28 November 2018. Maka dengan demikian, pemberlakuan 5 tahun sebagaimana tersebut dalam Pasal 99 ayat 1 jatuh pada 28 November 2023 yang mewajibkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari 2 jenis kepegawaian, yaitu PNS dan PPPK.
“Menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN,” bunyi poin 6 huruf b dalam surat tersebut dikutip, Senin, 4 Juli 2022.
Sementara itu, pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, menerangkan bahwa: Pasa 2 ayat (1) berbunyi jabatan ASN yang dapat diisi oleh PPPK meliputi JF dan JPT. Adapun JPT yang dapat diisi dari PPPK sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 adalah JPT Utama tertentu dan JPT Madya tertentu.
Kemudian pada Pasal 96, ayat (1) berbunyi PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Ayat (2) berbunyi larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 99 ayat (1) berbunyi pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, pegawai non-PNS yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, serta instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan daerah. (*)