Penumpukan pencairan anggaran akhir tahun nampaknya sudah menjadi tren dalam pelaksanaan anggaran satker kementerian/Lembaga. Berdasarkan Laporan Pagu dan Realiasi Per Triwulan III dari tahun 2016 s.d. 2021 pada Satker Lingkup Pembayaran KPPN Makassar I, rata-rata realisasi anggaran yang dihasilkan baru sebesar 57,76%. Artinya di akhir tahun beban tagihan kepada negara rata-rata sebesar 42,24% atau Rp4,6 triliun dari total pagu anggaran setiap tahunnya.
Capaian realisasi seluruh satker lingkup KPPN Makassar I per Triwulan III TA 2021 baru sebesar 63,6% atau Rp.6,57 triliun dari pagu DIPA sebesar Rp10,33 triliun. Sisa pagu yang belum terserap sebesar 36,4% atau Rp3,76 triliun. Secara prosentase ketidakterserapan belanja pegawai sebesar 8,75% atau Rp903,46 miliar, belanja barang 14,68% atau Rp1,52 triliun, belanja modal 11,23% atau Rp1,16 triliun, Dana alokasi Khusus Fisik 1,442% atau Rp148,26 miliar, dan Dana Desa 0,32% atau Rp33,19 miliar.
Dibekali Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-9/PB/2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir TA 2021, KPPN Makassar I berupaya menyelesaikan seluruh tagihan kepada negara secara efektif, efisien, dan pruden. Untuk mengakomodir proses kehati-hatian tersebut, dalam perdirjen di atas telah diatur pentahapan pengajuan berbagai jenis SPM ke KPPN berdasarkan tanggal Berita Acara Serah Terima Pekerjaan atas kontrak-kontrak pada satker yang umumnya dibayarkan dengan mekanisme pembayaran LS atau langsung kepada pihak ketiga. Demikian juga dalam hal pembayaran melalui bendahara menggunakan Uang Persediaan atau UP telah diatur batas pertanggungjawabannya.
Permasalahan Satker
Adanya penumpukan pencairan di akhir tahun menunjukkan terjadinya berbagai permasalahan satker yang sejak sejak awal tahun belum mampu diselesaikan sehingga target waktu dan nominal meleset.
KPPN Makassar I telah mengidentifikasi permasalahan anggaran berdasarkan 6 aspek, yakni administrasi, proses pencairan, eksekusi Pekerjaan/Pengadaan, dukungan teknis, manajerial, dan SDM. Berturut-turut sebagai berikut:
Kendala Administrasi yang sering dijumpai oleh satker adalah keterlambatan penerbitan SK Penunjukan Pengelola Keuangan. Penyebabnya antara lain adanya pergantian pejabat pada pemerintah daerah dan kementerian/Lembaga dan perubahan nomenklatur.
Pada pemerintah daerah, pergantian kepala dinas selaku KPA satker Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak diikuti oleh penerbitan SK Pengelola Keuangan pada kesempatan pertama sehingga DIPA yang telah diterima di awal tahun tidak segera dibelanjakan.
Perubahan nomenklatur pada satker pusat dan SKPD seperti pergantian nama organisasi, atau peleburan/pemisahan organisasi juga tidak diikuti secara cepat perubahan SK Penunjukan Pengelola Keuangan satker menjadi terlambat.
Keterlambatan penerbitan dokumen perencanaan dan revisi anggaran juga menjadi kendala adminstrasi.
Perubahan kebijakan organisasi dan kondisi di lapangan menuntut penyusunan kembali rencana anggaran baik POK maupun revisi DIPA.
Kendala administrasi lainnya adalah keterlambatan juknis dari kementerian/Lembaga sehingga satker tidak dapat segera menyusun perencanaan kegiatan dan anggaran.
Kendala dukungan teknis yang biasa dialami satker kurang memadainya peralatan dan jaringan internet, mengingat saat ini hampir semua pertukaran data dan laporan dilakukan melalui online.
Ketergantungan pada perangkat berteknologi yang tinggi saat ini membutuhkan spesifikasi perangkat yang tinggi, sementara dana yang tersedia pada DIPA satker sangat terbatas untuk mengaupdate teknologi sesuai kebutuhan kerja.
Kendala Eksekusi Pekerjaan atau Pengadaan adalah keterlambatan proses pekerjaan atau pengadaan sejak lelang hingga penyelesaian fisik. Gagal lelang atau lelang yang bermasalah menjadi penyebab awal mundurnya penyerapan anggaran.
Selanjutnya pada saat penyelesaian kontruksi satker dihadapkan pada permasalahan seperti kondisi alam dan pandemi, tertunda karena libur hari raya, tidak tersedianya barang dalam jumlah dan spesifikasi yang tepat serta tingginya biaya transportasi.
Sementara itu, kendala manajerial yang dihadapi satker antara lain: tidak optimalnya koordinasi internal dan eksternal baik administrasi maupun teknis. Pengawasan dan pemeriksaan setiap tahapan pengadaan/pekerjaan, pencairan, dan pelaporan tidak dilakukan dengan mekanisme yang memadai. Hal ini menyebabkan permasalahan yang terjadi pada proses pengadaan/pekerjaan tidak segera diatasi. Koordinasi eksternal pada Triwulan IV meningkat tajam, baik dengan KPPN, Kanwil DJPb, maupun eselon I satker yang bersangkutan.
Sementara itu, peran KPPN selaku pembina mengalami lonjakan tinggi dalam proses pendampingan dan konsultasi dalam penyelesaian berbagai masalah yang terjadi.
Kendala pencairan anggaran disebabkan antara lain oleh dokumen yang tidak lengkap seperti garansi bank, Berita Acara Serah Terima dan Berita Acara Pembayaran yang tidak segera disiapkan pada setiap termin pembayaran. Kesalahan uraian, akun atau kode dalam SPM dan kesalahan pembebanan anggaran menyebabkan SPM ditolak oleh KPPN, otomatis pencairan tertunda.
Ditemukan juga proses pencairan yang bermasalah seperti kontrak sudah dibayar tetapi belum diselesaikan atau kontrak sudah BAST tetapi belum diajukan pembayarannya. Mundurnya pencairan juga disebabkan ketidakjelian satker dalam menyesuaikan batas tanggal pengajuan SPM ke KPPN di triwulan IV sebagaimana yang diatur dalam perdirjen di atas.
Terakhir adalah kendala SDM secara teknis berupa ketidakmampuan pengelola keuangan mengoperasikan aplikasi keuangan secara mandiri. Dari sisi pengetahuan berupa rendahnya pemahaman terhadap peraturan pengadaan barang dan jasa.
Satker juga dihadapkan pada kurangnya jumlah pejabat bersertifikat PBJ dan adanya rangkap jabatan teknis dengan pengelola keuangan, sehingga pengelolaan menjadi tidak optimal. Rotasi pegawai berupa mutasi atau promosi serta jarangnya penerimaan pegawai khusus keuangan menjadi penyebab kurang idealnya jumlah pengelola keuangn di satker.
Pembinaan Anggaran
Dalam upaya penyelesaian permasalahan di atas, KPPN Makassar I telah melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja secara periodik. Dilakukan untuk memastikan pengelolaan anggaran satker berjalan dengan baik. Dengan pola penyerapan anggaran yang proporsional setiap periodik, penumpukan di akhir tahun dapat dihindari.
Monev dilaksanakan dalam bentuk review belanja, pemantauan dan evaluasi kinerja, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan anggaran pada setiap triwulan. Monev utamanya ditujukan kepada satker-satker yang memiliki pagu belanja barang dan modal yang besar tetapi capaian realisasinya rendah. Realisasi rendah menunjukkan ketidakberhasilan satker menyelesaikan masalah yang dialami.
Keberhasilan satker ini diukur dari capaian nilai IKPA (Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran) pada setiap triwulan. Satker dengan nilai IKPA di atas 89 atau status baik dianggap mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi mandiri.
Dengan dukungan sumber daya, peraturan, dan metode pembinaan yang tepat, KPPN Makassar I bersama Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Selatan mampu bersinergi dengan satker dalam menuntaskan dengan baik pelaksanaan anggaran tahun anggaran 2021 ini. Terserapnya secara optimal anggaran belanja pemerintah menjadi salah satu indicator berjalannya program-program pemerintah.
Diharapkan dampak ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat baik secara regional di Sulawesi Selatan maupun secara nasional di seluruh bumi persada Indonesia.
Disclaimer “Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak merepresentasikan sikap atau pendapat tempat penulis bekerja”.
Penulis:
Dedi Rahmanto, SE, M.M
Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal (MSKI) KPPN Makassar I