Ibu yang mendengar hal itu kesal dengan Kharen, namun karena dia tidak bisa apa-apa, aku yang menjadi lampiasannya. Aku dipukuli ibu ku hingga punggungku mulai terbiasa dengan hal itu.
Sudah banyak sekali luka lebam yang telah di obati oleh kakakku. Kakakku yang tidak tega melihatnya, mengajak aku untuk mengungsi ke Jogja bersama paman. Yuk namanya, kami sering memanggil dia ‘pesulap’, karena Yuk suka memamerkan trik-trik sulap kepada aku dan kakakku.
Dan itulah terakhir kali aku melihat ibu ku. Sekarang, di rumah bibi lebih tepatnya di Semarang, hanya ada Alarice (bibiku), Kharen, Pung (bapakku), dan Ningsih (ibuku) yang sedang berkepala dua. Sehingga ibuku berfikir, ia tidak akan kuat jika harus mengungsi lagi ke Jogja bersama kakakknya.
Hari ke 14 perjalanan menuju Jogja, hanya berbekalan sendal tipis, tas kecil dan botol minum. Kami sampai di sebuah hutan, tubuh ku mulai lemas, air yang kami ambil dari
beberapa sumur sudah habis, “Pakdhe Yuk.. Bisa kah kita beristirahat sebentar, aku sudah tidak kuat lagi,” ucapku lesuh, jelas sekali hanya aku yang lemas, pada saat itu, usia ku menuju 5 tahun, sedangkan kakakku 3 kali lipat umurku.
Saat kami ingin beristirahat, “Pak Yukk, aku melihat rumah yang mengepul asap diatasnya, aku yakin mereka berpenghuni”, terlihat jelas dari suara kakakku bahwa dia sangat bahagia ‘pasti ada orang yang ingin membantu kita, setidaknya aku punya sendal ini untuk di tukar makanan’ ucapku dalam hati.
“Permisi, apa ada orang?” ucap Yuk sedikit ragu untuk mengetuk pintu.
“Ya.. Tunggu sebentar” terdengar suara orang dari dalam, tubuhku menjadi semangat kembali, kakakku pun begitu, terlihat dari Dadanya yang mengembang kempis karena senang.
Saat pintu dibuka, terdapat wanita yang sangat anggun keluar dari pintu itu, wanita itu memakai gaun berwarna hijau, wanita itu sangat harum, rambutnya yang di gulung, dan kulitnya yang putih membuat parasnya semakin ayu, ketika kami dipersilahkan masuk, terdapat satu wanita lagi yang menggunakan beberapa emas di pergelangannya, parasnya tidak jauh beda dengan yang tadi.
Kami disuguhkan begitu banyak makanan, mulai dari tempe, sambelan, hingga daging pun ada, “Wahh enak sekali makanan ini. Apa bibi tidak keberatan jika aku membawanya untuk pengunsian selanjutnya?” tanya kakakku polos.