Aku tersenyum “Baiklah bi Suk, terima kasih banyak telah merawat ku dan mengurus kami semua, aku akan kembali,” sambil menjawab lambaian tangan bi Suk.
Saat di perjalanan terdapat beberapa rakyat yang membantu kita mengarahkan jalan “Pak! jangan lewat sana, karena terdapat beberapa tentara belanda yang sedang beristirahat,” ucap petani itu sambil mengarahkan tangannya menuju jalan yang aman.
Setelah beberapa kilo kami tempuh, terdapat ibu-ibu dan anaknnya sedang mengayak beras
“Berhati-hatilah saat lewat sana, terdapat tentara belanda yang sedang berpatroli, kamu boleh menggunakan baju ini untuk mengganti pakaian mu” ucap ibu-ibu itu, melihat paman memakai seragam yang cukup rapih, ‘membuat tentara belanda mengira bahwa Yuk adalah orang penting’ pikir bibi itu, aku melihat dari raut wajahnya, “terima kasih banyak, baju ini akan sangat membantuku,” ucap Yuk.
Setelah perjalanan jauh yang kami tempuh, dan petunjuk-petunjuk dari orang-orang daerah itu, akhirnya kami sampai di Jogja, ibu kota yang sangat asri, tidak ada peperangan disini, karena ini adalah kota kerajaan, sehingga belanda tidak berani untuk menjajah kota ini.
Aku menyukai tempat ini, tapi aku lebih mencintai rakyat-rakyat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi kekeluargaan dan peduli satu sama lain. Sekarang aku tinggal di Jogja
bersama kakak, Yuk, dan aku. Entah mengapa aku tidak merindukan ibu ku, dan Yuk tidak lagi tinggal bersama bibi, entah mengapa.
“Ahh aku rindu sekali masa-masa pengungsian, mereka sangat baik,” ucapku setelah menulis pengalamnku di laptopku.
“Kakakk, kapan yaa kita mengunjungi bibi hati berlian itu??” teriak ku pada kakak dari lantai atas.
“kebetulan sekali, skripsi ku sudah selesai, ayo kita kunjungi bibi!”
Penulis : Tuhfah Zahra
BACAÂ CERPEN LAINNYA DISINI