Oleh Akhuukum Fillaah :
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
PERTANYAAN:
Kebanyakan pengungsi Kosovo masuk ke Amerika terkadang di asuh oleh organisasi Kristen. Sebagian ikhwah ingin mengkafalahi (Memelihara) anak-anak yatim dengan mengambil mereka agar dapat hidup bersama di rumah dan memberi makan kepadanya.
Salah seorang Syaikh mengatakan: bahwa hal ini haram tidak diperbolehkan mengadopsi dalam Islam, dan tidak memberikan suppot (semangat) kepada orang-orang untuk kafalah (memelihara) anak yatim.
Apakah dalam Islam diperbolehkan mengadopsi anak yatim tanpa mengubah nama anak yatim tersebut?
Apakah anak yatim yang dikafalahi (dipeliharanya) itu seperti anak orang yang memeliharanya?
JAWABAN:
Di sana ada banyak perbedaan antara mengadopsi dan mengkafalahi (memelihara) anak yatim:
- Adopsi adalah seseorang menjadikan salah seorang anak yatim seperti salah satu anak kandungnya, dipanggil dengan namanya, dan tidak dihalalkan (menikahi) dari mahramnya, sehingga anak lelakinya menjadi saudara lelakinya dan anak perempuannya menjadi saudarinya serta pamannya. Dan hukum semisal itu. Hal ini termasuk salah satu prilaku “JAHILIYYAH PERTAMA.”
Sampai penamaan ini menyatu dengan sebagian para shahabat. Seperti Miqdad bin Aswad di mana nama ayahnya adalah (Amr) akan tetapi di katakan kepadanya anaknya Aswad dengan memakai nama orang yang mengadopsinya. Hal itu berlangsung di permulaan Islam, sampai Allah mengharamkan hal itu dalam kisah yang terkenal di mana Zaid bin Haritsah di panggil dengan Zaid bin Muhammad. Di mana beliau adalah suami dari Zainab bin Jahsy, dan di ceraikan oleh Zaid.
Dari Anas Radhiyallaahu anhu berkata:* ketika Zainab Radhiyallaahu ‘anha telah menyelesaikan massa iddanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam mengatakan kepada Zaid bin Haritsah:
عَنْ أَنَس رَضِي اللَّه عَنْهُ قَالَ: لَمَّا انْقَضَتْ عِدَّة زَيْنَب رَضِي اللَّه عَنْهَا قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِزَيْدِ بْن حَارِثَة: «اِذْهَبْ فَاذْكُرْهَا عَلَيَّ»، فَانطلَقَ حَتَّى أَتَاهَا وَهِي تُخَمِّر عَجِينهَا، قَالَ: يَا زَيْنَب أَبْشِرِي أرسلنِي رَسُول اللَّه يَذْكُرك، قَالَتْ: مَا أَنَا بِصَانِعَةٍ شَيْئًا حَتَّى أُؤَامِر رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، فَقَامَتْ إلى مَسْجِدهَا وَنَزَلَ الْقُرْآن، وَجَاءَ رَسُول اللَّه فَدَخَلَ عَلَيْهَا بِغَيْرِ إِذْن».
“Pergilah, dan ingatkan dia untukku, maka dia pergi sampai bertemu dengannya (Zainab) dalam kondisi memakai khimar. Seraya berkata, “Wahai Zainab, ada kabar gembira. Saya di utus Rasulullah untuk mengingatkan anda. Zainab berkata, “Saya tidak dapat melakukan apapun sampai ada perintah dari Tuhanku. Maka dia berjalan menuju masjidnya. Dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang, masuk ke dalamnya”
Dalam hal ini Allah menurunkan firman-Nya:
وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ ۗ فَلَمَّا قَضٰى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًاۗ زَوَّجْنٰكَهَا لِكَيْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْٓ اَزْوَاجِ اَدْعِيَاۤىِٕهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًاۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ مَفْعُوْلًا. [رواه مسلم : 1428]
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” [Qs. 33/Al-Ahzab (Golongan Yang Bersekutu) : 37]. [HR. Muslim, 1428]
2. Allah telah mengharamkan adopsi karena di dalamnya dapat menghilangkan nasab (keturunan) sementara kita di perintahkan untuk menjaga nasab (keturunan) kita._
Dari Abu Zar Radhiyallaahu ‘anhu bahwa beliau mendengar Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلاَّ كَفَرَ وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. [رواه البخاري : 3317 ومسلم ( 61 )]
“Bukan termasuk seseorang yang dipanggil dengan selain ayahnya sementara dia mengetahuinya melainkan dia telah kufur. Siapa yang di panggil oleh kaumnya, di mana dia tidak ada hubungan nasab (keturunannya). Maka di siapkan tempat tinggalnya di neraka.” [HR. Bukhori, 3317 dan Muslim, 61]
Makna kufur adalah melakukan prilaku kekufuran bukan berarti dia keluar dari agama.
Karena di dalamnya termasuk mengharamkan apa yang Allah halalkan dan menghalalkan apa yang di haramkan. Karena mengharamkan anak perempuan yang di adopsi (menikah) dengan anak yatim sebagai salah satu contoh, termasuk mengharamkan yang mubah di mana Allah tidak pernah mengharamkannya. Serta menghalalkan warisan setelah meninggal orang yang mengadopsi sebagai contoh, termasuk menghalalkan apa yang Allah haramkan. Karena warisan termasuk hak anak-anak kandungnya.
Hal ini terjadi perselisihan dan pertikaian antara orang yang di adopsi dengan anak-anak yang mengadopsi.
Karena akan menghilangkan sebagian hak-hak yang akan ke anak yatim tanpa di benarkan. Sementara dengan keputusan mereka sendiri mengetahui bahwa dia tidak berhak bersama (anak-anak kandungnya).
Terkadang terjadi pertikaian dan permusuhan di antara orang yang di adopsi dengan anak-anak yang mengadopsi. Karena akan menghilangkan sebagian hak-hak mereka ke anak yatim tanpa di benarkan. Sementara mereka mengakui bahwa dia tidak berhak bersama mereka.
Sementara kafalah (menanggung) anak yatim adalah mejadikan anak yatim di rumahnya atau menanggungnya bukan di rumahnya tanpa menyandarkan (nasab) kepadanya, dan tanpa mengharamkan apa yang halal atau menghalalkan apa yang haram seperti halnya pada adopsi. Bahkan dia sebagai penanggung yang mulia yang memberikan kenikmatan kepadanya setelah Allah Ta’ala. Maka tidak bisa di qiyaskan (analogikan) antara penanggung anak yatim dengan orang yang mengadopsi. Karena adanya perbedaan di antara keduanya. Juga karena menanggung anak yatim termasuk merupakan anjuran dalam Islam.
Allah ta’ala berfirman:
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Qs. 2/Al-Baqarah (Sapi Betina) : 220]
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga telah menjadikan orang yang menanggung anak yatim akan menemani dan membersamai beliau Shallallaahu alaihi wa sallam di surga.
Dari Sahl bin Sa’ad berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا ”. وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا. [رواه البخاري : 4998]
“Saya dan orang yang menanggung anak yatim di surga seperti ini dan beliau memberikan isyarat jari telunjuk dan jari tengah dan beliau renggangkan di antara keduanya”. [HR. Bukhori, 4998]
Akan tetapi harus di perhatikan bahwa anak-anak yatim itu ketika telah baligh, maka harus di pisahkan dari istri-istri dan anak-anak perempuan orang yang menanggunnya (kafil). Jangan sampai memperbaiki dari satu sisi dan merusak pada sisi lainnya. Juga perlu di ketahui kalau orang yang di tanggung anak yatim wanita itu cantik, menarik (penampilannya) sebelum balig. Maka kafil (orang yang menanggungnya) harus mengawasi anak-anaknya jangan sampai terjermus ke sesuatu yang haram dengan anak-anak yatim. Karena hal ini kadang terjadi dan menjadi sebab kerusakan yang sulit untuk di perbaikinya.
Kemudian kami menganjurkan kepada saudara-saudara kami untuk menanggung (kafalah) anak-anak yatim. Karena hal ini merupakan akhlak yang jarang orang melakukannya kecuali orang yang di beri kebaikan Allah kepadanya dan cinta kebagusan serta kasih sayang kepada orang-orang yatim dan miskin. Terutama saudara-saudara kita yang di Kosovo dan Cechnya. Di mana mereka mendapatkan tekanan dan siksaan di mana kita memohon kepada Allah agar di bebaskan dari bencana dan kesulitannya. (*)