Kronologi Bandung Lautan Api
Tentara Inggris yang dating, terdiri dari orang-orang India (Sikh) dan Nepal (Gurkha) dari Brigade 37 pimpinan Kolonel McDonald. Mereka datang dengan membawa senjata lengkap kemudian menuntut senjata api yang berada di tangan rakyat Indonesia, diserahkan.
Pada waktu tersebut, kekuatan militer Belanda di Indonesia belum pulih, sehingga Tentara Inggris yang bertugas bertempur dan melawan para pejuang Indonesia. Tuntutan pertama dari Tentara Inggris tidak digubris oleh para pejuang.
Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (2008), orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp-kamp tawanan mulai pula melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan. Akibatnya, betrok senjata antara Belanda dan TKR pun tidak dapat dihindari.
Alih-alih menerima tuntutan penurunan senjata yang diimbaukan kepada rakyat Indonesia, TKR bersama laksar pejuang justru menyerang tempat kedudukan Inggris di Bandung Utara, termasuk markasnya di Hotel Savory Homann dan Hotel Preanger pada malam 24 November 1945.
Menanggapi serangan terhadap markasnya di Bandung, Kolonel Mc Donald kemudian mengeluarkan ultimatum kepada pihak Indonesia melalui Gubernur Jawa Barat, Mr Datuk Djamin pada 24 November 1945. Ultimatum ini berisikan perintah untuk mengosongkan Bandung Utara dari para penduduk dan milisi Indonesia paling lambat 29 November 1945 pukul 12.00.
Akan tetapi, para milisi menolak ultimatum dan bertahan di Bandung Utara. Mereka bahkan mendirikan pos-pos gerilya di berbagai tempat. Pertempuran antara pihak Indonesia dan AFNEI kemudian terjadi di beberapa tempat, seperti Cihaurgeulis, Sukjadi, Pasir Kaliki, dan Viaduct selama Desember.
Ketegangan di Bandung terus terjadi hingga akhirnya pada 17 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal Montagu Stopford mengeluarkan ultimatum kedua yang memperingatkan kepada Soetan Sjahrir, Perdana Menteri RI untuk memerintahkan militernya mundur dari pusat kota Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer.
Pihak TRI di bawah pimpinan Kolonel AH Nasution pada 24 Maret 1946 kemudian menindaklanjuti ultimatum kedua dengan memutuskan untuk membumihanguskan kota Bandung. Rakyat pun mulai diungsikan, dengan gelombang terbesar bergerak melalui rel kereta api ke selatan sejauh 11 kilometer. Warga juga mulai membakar rumah yang akan ditinggalkan.
Di samping itu, pasukan TRI memiliki rencana yang lebih besar dengan membakar total pada pukul 24:00. Akan tetapi, rencana ini tidak berjalan lancar karena pada pukul 20:00, dinamit pertama telah meledak di Gedung Indische Retaurant.
Pasukan TRI pun akhirnya melanjutkan aksinya dengan meledakkan gedung-gedung dan membakar rumah warga di Bandung Utara. Peristiwa ini yang kemudian dikenal oleh masyarakat Indonesia hingga kini sebagai Bandung Lautan Api. (*)