FAJARPENDIDIKAN.co.id – Bahasa adalah sebagai alat berkominikasi sehari-hari kita gunakan dalam bersosialisasi, Nah kali ini ada beberapa sejarah dari tulisan lontara khususnya di suku bugis. Lontara Bugis
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten yaitu Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenreng rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara.
Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya.Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Juga dikenali sebagai Ugi). Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar.
Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka.
Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatatkan firman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. Namun dalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapioleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikian pula dengan tulisan yang dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya. Seperti yang dikatakan dalam bukunya “a king gof social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” (1989:15)
Merupakan sebuah huruf yang sakral bagimasyarakat bugis klasik. Itu dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu. Kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daun lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun katayang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo.
Begitu pula yang terjadi pada kebudayaan di Indonesia. Ada beberapa suku bangsa yang memiliki huruf antara lain. Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis Dan Budaya Makassar. Di sulawesi selatan ada tiga bentuk macam huruf yang pernah dipakai secara bersamaan. Pertama huruf Lontara. Huruf Jangang-Jangang dan ketiga Huruf Seran. Sementara bila ditempatkan dalam kebudayaan bugis, Lontara mempunyai dua pengertian yang terkandung didalamnya. Lontara sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan. Lontara sebagai tulisan Kata lontara berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar.
Pada awalnya sejarah tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar satu sentimeter. Sedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan, tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu,yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan. Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara sulapaq eppaq Karakter huruf bugis ini diambil dari Aksara Pallawa (Rekonstruksi aksara dunia yang dibuat oleh Kridalaksana). (Cha)