Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) Sulawesi Selatan mendukung kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) yang lebih mengarahkan kepada Progam promotif dan preventif bidang kesehatan daripada program yang bersifat kuratif atau pengobatan kepada pasien.
Keseriusan tersebut diwujudkan dalam bentuk terbitnya SK PERSAKMI Sulsel No. 48/KEP/PD-PERSAKMI/SULSEL/II/2020 tentang Tim Penyusun Upaya Peningkatan Promotif dan Preventif pada Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Menindaklanjuti surat keputusan tersebut, Ketua PERSAKMI Sulsel, Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD memimpin rapat secara langsung dengan mengundang para tim untuk menyusun dan mengambil langkah-langkah ke depan.
Rapat dilaksanakan di warung kopi dalam suasana santai tetapi penuh dengan nuansa ilmiah.
Prof. Sukri mempertanyakan sebenarnya apa yang salah dalam kebijakan kesehatan saat ini atau selama ini.
“Presiden berulang-ulang mengatakan hampir pada setiap pertemuan bidang kesehatan bahwa jangan bangga Puskesmas atau rumah sakit pasien. Ini artinya bahwa program presiden mestinya diarahkan pada program bagaimana mencegah seseorang agar tidak jatuh sakit, bukan mengurusi atau mengobati orang sakit atau menunggu orang sakit. Kebijakan itu pula sudah dituangkan dalam kebijakan di Kementerian Kesehatan,” beber Prof Sukri.
“Pertanyaannya kemudian adalah apa yang salah atau dimana yang salah karena bukti lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar program bidang kesehatan adalah kuratif bukan preventif dan promotif,” tanyanya.
Buktinya, kata Prof Sukri adalah sebagian bupati atau walikota atau gubernur masih lebih banyak program bidang kesehatan seputar pembangunan rumah sakit dan atau pembelian alat-alat kedokteran yang biayanya cukup mahal.
“Lalu dimana yang salah?” tanyanya lagi.
Prof. Sukri, yang juga guru besar bidang kebijakan kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin berasumsi bahwa pertama, program kebijakan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif perlu dioperasionalkan lebih detail sehingga dapat membantu pada saat penyusunan program dan anggaran kesehatan.
Kedua adalah bahwa ini persoalan otonomi daerah sehingga perlu banyak melakukan advokasi ke pemerintah daerah.
Salah satu anggota tim penyusun hadir adalah H. Hasbullah, SKM., M.Kes. yang juga sebagai Kepala Perencanaan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan mengatakan bahwa pemerintah hadir untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
“Saat ini masalah yg dihadapi masyarakat kita adalah masalah yang berkaitan dengan kuratif atau pengobatan. Tentu pemerintah hadir untuk mengatasi masalah itu dengan menyiapkan pelayanan sesuai kebutuhan. Lalu apa masalah promotif dan preventif tidak penting? Bila PERSAKMI merasa itu penting, lalu apa masalah yang ada saat ini?” ungkapnya.
Bila diam, kata Hasbullah, berarti tidak ada masalah, atau terlalu banyak masalah sehingga pada diam semua.
Tim diberikan waktu kurang lebih 2-3 minggu untuk menyusun program-program promotif dan preventif yang akan menjadi acuan para tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat promotif dan preventif.
Program ini akan dibahas secara marathon kedepan dan akan dijadualkan advokasi ke pemerintah pusat dan DPR RI terutama yang membidangi kesehatan. (FP)