BPUPKI lalu PPKI
Memasuki masa pendudukan Jepang pada 1942, Soepomo melakoni peran baru sebagai Mahkamah Agung (Saikoo Hoin) dan anggota Panitia Hukum dan Tata Negara.
Setahun kemudian, ia diangkat menjadi Kepala Departemen Kehakiman (Shijobuco). Soepomo menerima pekerjaan itu karena di era pendudukan Jepang, para pejuang memilih tak melawan dan kooperatif dengan militer Jepang yang keras.
Jepang yang awalnya diharapkan sebagai saudara dari Timur yang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan, malah membuat kehidupan rakyat makin terpuruk.
Kebijakan Jepang yang asal-asalan membuat rakyat hidup sengsara dan kelaparan. Rakyat terus menagih janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia.
Perang Dunia Kedua yang menghimpit Jepang pada 1944, mengkhawatirkan banyak pihak termasuk Soepomo. Para tokoh pergerakan khawatir Jepang batal memberikan kemerdekaan yang dijanjikan.
Jepang tak bisa berkelit. Untuk melunasi janjinya, mereka membentuk satu badan yang bertugas mempersiapkan dan merancang berdirinya negara yang merdeka dan berdaulat.
Pada 26 April 1945, badan itu, Dokoritsu Zyumbi Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dibentuk.
Soepomo, bersama Bung Karno, Bung Hatta, AA Maramis, Abdul Wahid Hasyim, dan Moh Yamin direkrut ke dalamnya.
Masing-masing mengemukakan pendapatnya soal pemikiran untuk menjadi dasar negara. Soepomo, pada 31 Mei 1945, mengajukan lima prinsip.
Kelima prinsip sebagai dasar negara itu adalah persatuan, mufakat dan demokrasi, keadilan sosial, serta kekeluargaan, dan musyawarah.
Soepomo juga menyampaikan konsep negara kesatuan untuk diberlakukan di Indonesia. Hasil pemikiran para tokoh itu disahkan menjadi Piagam Djakarta pada 22 Juni 1945.
Untuk agenda selanjutnya, perumusan undang-undang dasar, BPUPKI digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pancasila dan UUD 1945.Pancasila dan UUD 1945
Menjadi menteri
Kekalahan Jepang pada Agustus 1945 mendorong Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus. Keesokan harinya, PPKI menggelar sidang.
Sidang itu menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.
PPKI juga membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). PPKI dibubarkan dan anggotanya masuk ke KNIP.
Kemudian pada 19 Agustus 1945, Soekarno membentuk kabinet yang terdiri dari 16 menteri. Soepomo diangkat sebagai Menteri Kehakiman.
Penunjukan itu dilakukan Soekarno karena yakin terhadap kecakapan Soepomo di bidang hukum. Soepomo menjadi Menteri Kehakiman pertama RI.
Salah satu tugas penting Soepomo yakni merumuskan aturan hukum. Ia bercita-cita Indonesia bisa punya kodifikasi hukum sendiri alih-alih mengadopsi hukum Belanda. Kodifikasi hukum ini, seperti keinginan Soepomo, berasal dari hukum adat Indonesia.
Sayangnya, hingga saat ini, hukum yang dibukukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), masih sebagian besar menganut kodifikasi era kolonial Hindia Belanda.
Indonesia berganti-ganti bentuk
Di awal kemerdekaannya, bentuk negara serta pemerintahan Indonesia kerap berubah-ubah.
Pada 14 November 1945, Indonesia berubah bentuk dari sistem presidensil menjadi pemisahan kepala negara dengan kepala pemerintahan.
Presiden Soekarno menjadi kepala negara, sementara kepala pemerintahan di tangan Perdana Menteri Sutan Syahrir.
Syahrir merombak kabinet Soekarno dan menggantinya dengan orang-orang politik, kebanyakan dari Partai Sosialis Indonesia (PSI). Soepomo yang bukan orang partai pun lengser.
Namun hal itu tak dirisaukannya. Ia paham akan dinamika politik. Soepomo tetap membantu bangsa.
Ketika Ibu Kota Indonesia dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta, Soepomo ikut. Di sana, ia diminta membantu pendirian lembaga pendudukan tinggi setingkat universitas.
Maka pada 3 Maret 1946, berdirilah Universitas Gadjah Mada (UGM). Soepomo ditunjuk sebagai guru besar di Fakultas Hukum.
Selain sibuk mengajar di UGM dan Akademi Kepolisian di Magelang, Soepomo juga aktif di kegiatan lain.
Ia diminta menjadi penasihat Menteri Kehakiman. Soepomo juga ditunjuk sebagai salah satu pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat.
Kemudian pada Desember 1946 sampai Mei 1947, Soepomo diminta menjadi anggota panitia reorganisasi Tentara Republik Indonesia.
Ia diminta menyumbangkan pemikiran terkait rencana pemerintah menyusun kembali struktur organisasi angkatan perangnya.