Judul Buku:
PAUPAU RI KADONG: Suatu Tradisi Lisan Sulawesi Selatan
Penulis:
Nurdin Yusuf, Sherly Asriany dan Ridwan
Penerbit:
Pustaka Refleksi
Jumlah Halaman:
x + 358 halaman
Tahun Terbit:
2015
Jenis Buku:
Cerita Rakyat
Diresensi oleh:
Tulus Wulan Juni [Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar]
Buku dapat dibaca di:
Dinas Perpustakaan Kota Makassar [Koleksi Deposit]
Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Bahasa yang digunakan oleh penulispun sederhana namun sarat makna walaupun ada beberapa kata yang salah ketik atau salah penempatan huruf tetapi bagi yang mempunyai perbendaharaan kata yang baik hal itu tidak menjadi masalah berarti. Seluruh cerita dilengkapi pesan moral yang merangkum semua isi cerita.
Terkadang pesan moral tersebut bisa menjadi harta karun yang sangat berharga bagi pembacanya sendiri, itulah salah satu dari kehebatan buku ini. Tidak semua cerita memiliki alur yang panjang, ada beberapa cerita yang pendek namun pembaca akan disuguhi diawal buku ini dengan alur cerita yang panjang dan cukup sedih yakni kisah Itenrigau.
Itenrigau memiliki kehidupan yang berliku-liku dan mendapatkan fitnah walaupun ia adalah anak raja dan sempat meninggal yang akhirnya nyawanya kembali lagi atas pengorbanan seekor kucing kesayangannya yang bernama Imeyompalo.
Cerita selanjutnya yang bisa membuat kita tertawa adalah cerita yang kedua tentang anak yang suka berbohong yang bernama Lapagala. Walaupun ia dikenal pembohong ulang namun ia sangat cerdik dan sempat dipercaya menjadi pimpinan perampok. Berkat kecerdikannya itu, ia selamat dari hukuman dan penduduk dapat menangkap dan menghukum perampokyang selama ini meresahkan kampungnya.
Cerita ketiga tentang Lapatunru yang baik budi tinggal bersama Ibunya yang janda. Numun ia akhirnya malu karena Ibunya memiliki aib yang dibungkus kebaikan. Aib itu ternyata menjadi pelajaran Lapatunru dan akhirnya dapat memecahkan masalahnya yakni dapat menangkap pencuri yang seolah-olah dipandang baik oleh masyarakat.
Cerita keempat sangat lucu walaupun ada juga sedihnya yaitu tentang kisah La Bungko-Bungko yang berhasil membuktikan cita-citanya dihadapan enam kakaknya bahwa kelak ia dapat memperistri anak Raja. Kisahnya ini hampir mirip dengan kisah Nabi Yusuf, AS dan La Bungko-Bungko bukan saja memperistri anak Raja tetapi ia juga menjadi Raja.
Akhir cerita tersebut hampir sama dengan dengan cerita keenam tentang La Biu (anak Yatim Piatu) yang dapat memperistri putri raja dan kemudian menjadi Raja.
Sedangkan cerita kelima mengisahkan tentang Si Dungu atau La Bongngo membuat pembaca bisa terpingkal-pingkal karena dungunya yang minta ampun. Walaupun begitu, ia dapat menggiring perampok dihadapan Raja, akhirnya Raja memberikan kesempatan memperoleh pendidikan dan ia tidak bodoh lagi bahkan menjadi Kepala Pasukan Pengawal Raja.
Cerita ketujuh tentang Si Curang (La Ceko) dan Si Jujur (La Lempu). Walaupun si Ceko sangat licik tetapi kelicikannya mengantarkan ia ke ajalnya.
Cerita ke delapan tentang Buah Delima yang mengantarkan seorang pemuda jujur mendapatkan istri yang shaleh diluar dugaannya.
Cerita ke sembilan tentang asal mula mengapa kelelawar mendapat hukuman sehingga ia mencari makanan di malam hari.(*)