// Tabayyun //
Betapapun, kasus UAS menarik untuk bahan diskusi dan kajian pakar berbagai disiplin ilmu dan tokoh lintas agama dari seluruh dunia.
Harus ada pandangan baru mengikuti perubahan pandangan beberapa negara di belahan dunia, terutama Eropah yang telah mengecam dan melarang “Islamophobia” di negaranya masing- masing. Bahkan secara mengejutkan, DPR Amerika Serikat akhir tahun 2021 meloloskan RUU untuk berantas Islamophobia. Ini jelas kontras dengan kejadian di Singapura, kawasan Asean, yang bertetangga dekat dengan negara Malaysia dan Indonesia yang terkesan masih mengidap paranoid. Padahal bertetangga dekat, satu rumpun pula dengan Malaysia dan Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam. Singapura harus sudah mulai menghentikan sikap paranoid, sikap tak bersahabat kepada tetangga.
Ceramah-ceramah agama, agama apapun, isinya pasti bernuansa hanya mengagungkan agama masing- masing. Bahkan, menganggap, dan itu sah, hanya agamanya yang terbaik. Apalagi kajian agama lazimnya hanya dihadiri terbatas atau secara eksklusif jemaahnya. Di era digital, bukan mustahil isi ceramah bocor menerobos ruang publik. Apalagi kalau sengaja dilakukan pihak – pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengganggu stabilitas atau harmoni suatu negara atau satu kawasan. Harus disadari dunia belum menemukan “obat” atau perangkat mencegah itu. Yang baru bisa dilakukan bersikap dewasa memahami perubahan dunia. Dan, tabayyun. Atau verifikasi. Dengan itulah salah satu cara merawat harmoni bisa dicapai.
Sumber :
https://www.republika.co.id/berita/rc425n385/petugas-imigrasi-singapura-mencekal-uas-sembari-meminta-maaf-dan-mencium-tangannya-part3