Platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal Kemendikbud, Ajak Pemuda Lestarikan Budaya Kearifan Lokal , Platform (SLKL) ini meruapakan salah satu program pelestarian budaya yang dijalankan oleh Kemendikbudristek melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat.
Sekolah Lapang Kearifan Lokal berupaya menggerakkan pemuda-pemuda adat dan membekali mereka dengan berbagai pengetahuan agar terus melestarikan budaya dan kearifan lokal.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, mengatakan bahwa melalui platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal, Kemendikbudristek memberikan pengetahuan kepada pemuda adat, “Kami membekali mereka tentang menggali dan mendapatkan informasi dari Empu atau Ondoafi yang lebih tahu tentang sejarah, dan tentang 10 objek pemajuan kebudayaan serta kearifan lokal yang dimiliki di masyarakat Skouw,” ujar Sjamsul Hadi, di Skouw, Papua, pada Rabu (21-6-2023).
Sjamsul menuturkan, inti dari platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal adalah pembelajaran menggali kembali kearifan lokal yang hampir terlupakan di masyarakat, khususnya kepada pemuda adat yang menjadi pandu budaya. “Sekolah Lapang Kearifan Lokal juga menjadi ruang pembelajaran terbuka yang menyatu dengan alam sehingga dimungkinkan mereka menginisiasi terbentuknya Sekolah Adat yang didirikan dan dikelola oleh Masyarakat Adat dengan didukung oleh Dana Desa/Kampung,” tuturnya.
Program SLKL telah dilaksanakan pada bulan April lalu dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Festival Skouw kemudian diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari SLKL dengan melibatkan seluruh masyarakat di sana. Mereka dapat mengeksplorasi dan menunjukkan ragam kekayaan budaya yang ada di Skouw. Festival Skouw dilaksanakan di tiga kampung, yakni Skouw Mabo, Skouw Sae, dan Skouw Yambe pada 21—22 Juni 2023 yang bertepatan dengan Hari Sagu.
Penyelenggaraan Festival Skouw yang diberi nama Festival Tokok Sagu dimotori oleh penggiat budaya lokal dan Pandu Budaya yang dilatih Direktorat KMA melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXII Papua. Mereka mengemban tugas sebagai motor penggerak berjalannya festival. “Kami bertugas mengarahkan masyarakat dan mengoordinir tamu-tamu yang hadir, serta memberi informasi pemahaman tentang budaya di Skouw,” ujar Ketua Pandu Budaya Skouw, Ferliya Taresay.
Ia menuturkan, dalam upaya pelestarian budaya, Pandu Budaya sebagai penggerak pelestari budaya harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah agar warisan budaya Indonesia tetap terjaga. “Harapannya ada pandu-pandu budaya baru lagi yang hadir untuk membantu kami juga, serta diadakan pelatihan-pelatihan lanjutan untuk melestarikan budaya adat Skouw,” ujar Ferliya.
Keberadaan Pandu Budaya juga diapresiasi oleh Ketua Komisi II DPR Papua, John Gobay. Ia mengatakan bahwa Pandu Budaya berperan dalam pelestarian budaya. “Pandu Budaya bisa dilibatkan untuk mengajar kebudayaan yang ada di sini ke depannya,” katanya.