PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi pada tahun ini. Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
PLN siap menjalankan program konversi kompor gas LPG ke kompor induksi pada 2022 ini. Program konversi kompor induksi juga berpotensi menyerap listrik sebanyak 13 gigawatt, sehingga dapat memperbaiki kondisi keuangan PLN dan negara.
“Dengan program ini akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 gigawatt,” ujar Darmawan Prasodjo, selaku Direktur Utama PLN dalam keterangan resminya, Selasa (15/2/2022).
Darmawan mengungkapkan impor elpiji dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024, impor elpiji diprediksi bisa mencapai Rp67,8 triliun.
Menurutnya, program konversi kompor induksi akan mengurangi ketergantungan terhadap impor elpiji secara bertahap.
Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan akibat impor itu secara perlahan juga dapat diselesaikan.
Langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi elpiji dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang terus membengkak.
Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi elpiji dan angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024.
“Saat ini, pemakaian elpiji memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga elpiji di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN,” kata Darmawan.
Harga keekonomian elpiji sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kilogram, sedangkan harga eceran tertinggi elpiji subsidi dijual Rp7.000 per kilogram. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk subsidi setiap satu kilogram elpiji.
Apabila menghitung perbandingan berbasis kalori, maka satu kilogram elpiji setara dengan listrik 7 kilowatt hour (kWh). Harga keekonomian elpiji satu kilogram Rp13.500 masih lebih mahal daripada harga listrik 7 kWh yang biayanya sekitar Rp10.250.
“Harga keekonomian menggunakan elpiji lebih mahal Rp3.250 per kilogram dibandingkan dengan pemanfaatan listrik,” kata Darmawan.
PLN menargetkan penggunaan kompor induksi mencapai 8,5 juta rumah tangga pada 2024.
Jumlah pemakai kompor listrik ini ditargetkan naik menjadi 18,2 juta pengguna pada 2030, lalu naik lagi menjadi 38,2 juta pengguna pada 2040, dan melesat menjadi 58 juta pengguna pada 2060.
“Ini agenda bersama, kita gotong-royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan,” pungkasnya.
Sumber: Poskota.co.id