Keesokannya setelah pulang dari rumah nenek aku dan Ria menghampiri Laiya. Aku memberanikan diri untuk berbicara padanya “Apa kabar, Lai?”.
“Aku baik. Bagaimana denganmu? Ada perlu apa kesini?”
“Aku juga baik. Aku kesini untuk memperbaiki hubungan kita sebelum aku pindah keluar kota. Jadi…”
“Maaf tapi tidak ada yang perlu di perbaiki kamu bisa pergi dengan tenang.”
“Tapi Lai…..”
“Sudahlah semua ini sudah berakhir. Kamu bisa pergi sekarang. Hati – hati di jalan.”
Aku merasa kecewa dan mengajak Ria untuk pergi sesuai permintaan Laiya. Namun Laiya meminta Ria untuk tetap tinggal dan menyuruhku pergi.
Keesokan harinya Ria datang ke rumah ku. “Bacalah surat dari Laiya itu,” sambil menyodorkan amplop ke arah ku. Setelah ku raih amplop itu Ria mulai beranjak pergi namun aku menghentikannya “Bisakah kau menemaniku membacanya?”.
Ria pun mengangguk. Ryo mulai membaca setiap kata yang terangkai menjadi kalimat di kertas putih itu.
“Ryo aku tahu kamu anak yang baik, kamu mencintaiku apa adanya dan memilihku padahal kamu sudah dijodohkan dengan Ria. Kamu juga tidak pernah menanyakan tentang baju yang selalu sama kukenakan dan rambut yang tidak pernah ku tata selama kita bertemu serta hal lain tentangku yang tidak pernah kuceritakan.
Kamu selalu menghiburku dan menemaniku menatap bintang, aku ucapkan terima kasih banyak untuk kenangan itu. Tapi, aku tidak berdaya Ryo dunia kita berbeda dan selamanya tidak akan mungkin bersama. Sudah saatnya aku pergi. Carilah seseorang yang selalu ada untukmu.”