Pada perkara Wadas, kata dia, harus ada evaluasi secara menyeluruh untuk aparat-aparat yang melakukan kekerasan terhadap penduduk setempat. “Harus diingat, sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, kepolisian adalah aparatur negara, bukan sekadar alat pemerintah, dalam melaksanakan kamtibmas dan penegakan hukum.
Sebagai aparat negara, kepolisian harus melindungi segenap warga negara, bukan hanya melindungi kepentingan pemerintah saja,” terang Bambang. Penggunaan kekuatan aparat dengan senjata lengkap yang intimidatif itu tak diperlukan, serta pengerahan aparat bersenjata tentunya harus terukur, seberapa tinggi potensi kericuhan dan bahaya.
“Ini yang dihadapi adalah rakyat sendiri, mereka bukan kelompok bersenjata, bukan kelompok teroris, harusnya tetap terukur. Bukan berlebihan sehingga malah memprovokasi masyarakat yang sebelumnya damai-damai saja,” kata dia.
Pertambangan di Wadas Mesti Dihentikan Mengacu Putusan MK Proyek Tetap Berlanjut? Warga Wadas tak setuju lahan mereka hendak ditambang untuk dijadikan material pembangunan Bendungan Bener, sebuah proyek strategis nasional yang berada sekitar 5 kilometer dari desa tersebut.
Berdasar data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Bendungan Bener total investasi bangunan ini mencapai Rp2,060 triliun, dengan skema pendanaan dari APBN.
Bendungan ini direncanakan akan memiliki kapasitas 100.94 m³, diharapkan dapat mengairi 15.069 hektare lahan, mengurangi debit banjir 210 m³/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 m³/detik, dan menghasilkan 6,00 MW listrik. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memastikan proyek pengukuran tanah untuk di Desa Wadas terus berlangsung meski warga emoh.
“Kami memastikan bahwa proyek pengukuran tanah di Desa Wadas yang nantinya akan diambil batuan quarry untuk pembangunan Bendungan Bener akan tetap berjalan,” ujar dia, Rabu (9/2/2022).
Keputusan itu sudah bulat dan tugasnya adalah memastikan terciptanya dialog terbuka antarwarga terutama pihak yang belum setuju. Pembangunan komunikasi tidak hanya kepada warga Desa Wadas saja, menurut Ganjar, tapi terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia lantaran isu ini ramai diperbincangkan publik, terutama di media sosial. Si kepala daerah pun khawatir informasi yang tidak lengkap bisa memberikan perspektif yang berbeda. “Apakah merusak lingkungan? Tentu tidak benar.
Apakah di area itu akan diserobot tanpa dibayar? Negara tidak akan melakukan tindakan seperti itu,” kata Ganjar.
Batu Bara Masih Dipuja, Dunia Hirup Udara Bersih Cuma Mimpi Belaka? Konflik Wadas belum surut. Lembaga swadaya masyarakat pun bersuara terkait ini. Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Fanny Tri Jambore, misalnya, ia bilang proyek penambangan itu mestinya berhenti karena berkelindan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat.
“Kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener semestinya dihentikan sebagaimana seluruh proyek strategi nasional yang harus ditangguhkan terlebih dahulu,” ucap Fanny. WALHI pun mendesak penyelenggara negara untuk tunduk terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi, artinya presiden harus mampu menunjukkan sikap patuh terhadap hukum.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Usman Hamid menyatakan yang dilakukan oleh warga adalah hak yang sah. Penolakan itu adalah bagian dari perjuangan mereka membela hak atas lingkungan hidup yang sehat di Desa Wadas.
“Pengerahan personel yang masif dan penggunaan kekuatan yang eksesif adalah cermin pemolisian yang tidak demokratis. Itu juga mencederai demokrasi dan keadilan sosio-ekologis,” kata Usman.
Dukungan dari lembaga negara terhadap warga Wadas mengalir dari Komnas HAM. Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara meminta polisi membebaskan warga yang ditangkap, mengingatkan Polda Jawa Tengah menarik seluruh personelnya dari Desa Wadas dan mengevaluasi internal mengenai pola pendekatan kepada masyarakat, serta menyarankan Badan Pertanahan Nasional menunda pengukuran lahan warga.