PPh 21: Definisi, Pemotong, Tarif, dan Contoh Perhitungannya

PPh pasal 21 adalah Pemotongan atas penghasilan yg dibayarkan. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.

PPh 21 Karyawan dipungut oleh Wajib Pajak Badan atau Perusahaan. WP Badan atau Perusahaan memotong PPh 21 dari gaji karyawan setiap bulannya. Kemudian perusahaan wajib membayar/menyetorkan pemungutan pajak PPh 21atas gaji karyawan tersebut ke kas negara

Untuk lebih memahami ketentuan Pajak Penghasilan (selanjutnya disingkat PPh) Pasal 21/26, silahkan disimak penjelasan seputar PPh Pasal 21/26 berikut ini.

Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

  1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
  2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
  3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
  4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
  5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana tersebut di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional. Jika pemberi pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana tersebut di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional maka disebut dan termasuk dalam kategori pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (selanjutnya disingkat Pasal 26).

Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Baca Juga:  Apa yang Dimaksud Gerak Divergen?? Simak Penjelasannya

Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Tarif pemotongan atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.

Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Contoh:

- Iklan -

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 75.000.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

5%   x Rp50.000.000,00= Rp2.500.000,00

15% x Rp25.000.000,00= Rp3.750.000,00 (+)

Jumlah      Rp6.250.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

5%   x 120% x Rp50.000.000,00= Rp3.000.000,00

15% x 120% x Rp25.000.000,00= Rp4.500.000,00 (+)

Jumlah   Rp7.500.000,00

Kemudian atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:

  1. Dividen;
  2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
  3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
  5. Hadiah dan penghargaan;
  6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
  7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
  8. Keuntungan karena pembebasan utang.
Baca Juga:  Apa yang Dimaksud Gerakan Transform (Saling Geser) Pada Lempeng Bumi?

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pemotongan pajak tersebut di atas bersifat final, kecuali:

  1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia dan penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
  2. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU