Pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen mulai Jumat, 1 April 2022. Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada 1 April 2022,” tulis Pasal 7 ayat 1 UU HPP tersebut, seperti dikutip Jumat (1/4).
Direktorat Jenderal Pajak memastikan sebagai bagian dari reformasi perpajakan, penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan sampai dengan Rp60 juta dari 15 persen menjadi 5 persen.
Kemudian, pembebasan pajak untuk pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500juta, fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1 persen, 2 persen atau 3 persen, dan layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 Milyar tetap diberikan.
“Di samping dukungan perpajakan, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional,” terang DJP lewat keterangan resmi.
Mengutip laman resmi Kemenkeu, PPN dikenakan atas:
– Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak (PKP).
– Impor barang kena pajak (BKP) dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP)/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
– Ekspor BKP dan/atau JKP oleh PKO
– Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
– Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Adapun, pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.
Misalnya, baju yang dibeli di pusat perbelanjaan, pulsa internet, tas, sepatu, kosmetik, barang-barang elektronik, voucer gim, perhiasan emas, hingga biaya berlangganan platform streaming seperti Netflix. Barang/jasa tersebut dikenakan PPN selama dijual oleh PKP dan tidak masuk kategori bebas PPN.
Berikut barang dan jasa tertentu tetap diberikan fasilitas bebas PPN:
– barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi
– jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
– vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
– air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
– listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
– rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS
– jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
– mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak
– minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
– emas batangan dan emas granula
– senjata/alutsista dan alat foto udara.
Berikut barang tertentu dan jasa tertentu tetap tidak dikenakan PPN:
– barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
– jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering
– uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga
– jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.