OPINI: Problematika Pendidikan Sekuler dan Dampaknya di Masa Pandemi

Kondisi pandemi hari ini sungguh sangat tidak dapat diprediksi, demikian pula itu akan berdampak pada pendidikan, di mana arah pendidikan akan menjadi semakin tidak jelas.

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Ketika berbicara pendidikan di era kapitalis ini, pun sebelum Covid-19 menyerang, memanglah berbagai macam problematika telah menjadi PR besar sedari dulu.

Di mana tata kehidupan yang kapitalistik menjadikan minimnya peran negara, kemiskinan merajalela, sehingga dampaknya juga akan melahirkan paradigma kapitalis dalam pendidikan, yakni pendidikan hanya sebagai sarana menemukan gelar untuk digunakan kelak dalam dunia kerja, berikut juga lost control dari orang tua yang keduanya terdesak harus sibuk bekerja, maka tumpuan mereka satu satunya dalam mendidik anak adalah di sekolah.

Belum lagi problematika dari segi yang lain, yakni kurikulum yang padat dan kabur sasarannya, disertai dengan kualitas dan kuantitas guru yang sebagian besar kurang memadai, yang juga adalah buah dari perjalanan sistem pendidikan yang mereka lalui dengan paradigma kapitalis tadi.

Melihat dari karut-marut pendidikan sistem kapitalis di masa pra pandemi tadi, tentu saja dapat dipastikan yang terjadi di masa pandemi akan jauh lebih sulit. Setelah diprogramkan oleh pemerintah bahwa para peserta didik kini harus belajar dari rumah, maka benar saja, hasil survei Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas proses belajar mengajar online/daring, menyatakan mayoritas siswa mengalami hambatan dan kesulitan belajar.

Sedikit banyak ini disebabkan masih oleh kendala ekonomi yang akibat pandemi semakin menjadi, terlebih harus ditekan pula oleh pulsa dan jaringan sebagai sarana utama daring, berikut juga kendala orangtua yang terbiasa menyerahkan sepenuhnya kepada guru di sekolah, namun kali ini malah dituntut mendampingi anaknya dalam proses belajar.
Lebih jauh lagi, kurikulum belajar dari rumah ini tidak hanya kabur, melainkan menjadi tidak jelas. Target penguatan literasi, numerasi, dan pendidikan karakter hampir tak nampak, alhasil hanya sekedar melaksanakan pembelajaran.

Tak hanya itu, kemiskinan Negara akibatkan pengurangan anggaran, dengan begitu Negara dianggap kurang support terhadap sarana pendukung pembelajaran. Semua kekacauan ini berpotensi menjadi ancaman global, maka dari Lembaga Amal Save the Children (13 Juli 2020) menyatakan 9,7 juta anak yang terkena dampak penutupan sekolah beresiko putus sekolah secara permanen.

Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Semua kisruh ini menjadikan orangtua dan para pengamat mendidikan menjadi galau, pasalnya, ketidak jelasan metode pendidikan via daring juga tak lantas menjadikan Negara membuat kebijakan kembali bersekolah secara tatap muka, tentu saja karena alasan sekolah tidak siap sarana untuk protokol kesehatan di tengah ancaman kesehatan seperti ini, dan para guru tentu perlu ekstra pengawasan disamping tugas mengajar yang padat, belum lagi kekhawatiran orangtua.

Hanya Islam Solusi Terbaik
Berbicara tentang Islam tentu saja tak pernah lepas dari berbicara seputar solusi, sebab Islam beserta ajarannya memang diturunkan langsung oleh sang pencipta kepada mahluk-Nya sebagai ajaran praktis bukan hanya teori, maka demikianlah di dalam ajarannya terdapat berbagai macam solusi untuk semua jenis problematika.

فَغَيْرَ ٱللَّهِ أَبْتَغِى حَكَمًا وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ إِلَيْكُمُ ٱلْكِتَٰبَ مُفَصَّلًا ۚ وَٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُۥ مُنَزَّلٌ مِّن رَّبِّكَ بِٱلْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ

- Iklan -

“Maka Patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, Padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali Termasuk orang yang ragu-ragu”. Al Anaam (6) : 114

Dalam hal pendidikan era pandemi ini, untuk jeli melihat solusi, sebenarnya perlu digali dari titik akar permasalahannya. Kita tentu tau, pendidikan hanya cabang atau salah satu sistem yang diprotokoli oleh tulang punggung yang dinamai Negara. Maka tentu saja titik persoalanya ada pada Negara.

Kita saksikan hari ini, penanganan penyakit khususnya di Negara Indonesia layaknya jauh panggang dari pada api, tidak fokus, sehingga tak dapat menghentikan laju penularan pandemi. Hal tersebut berdampak pula pada ekonomi, Negara miskin menjadi semakin miskin, semua anggaran dana dialih fungsikan, hutang semakin membengkak, karenanya Negara pemberi hutang semakin kuat menancapkan taringnya, hanya menunggu waktu untuk kita ditelan mentah-mentah.

Jangan ditanya soal sistem kesehatan, anggaran tak mumpuni, sedang yang terinfeksi semakin banyak, tenaga kesehatan menjadi kewalahan. Sistem pendidikanpun tak kalah terkena dampak sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Adalah semuanya hanya dari pada satu akar permasalahan, yakni negara sebagai tulang punggung tak mampu melindungi seluruh anggota keluarga yang berada di bawah asuhannya, yakni sistem kesehatan, sistem ekonomi, termasuk pula sistem pendidikan.

Kegagalan demi kegagalan ini buah dari mencampakkan hukum Islam dan menganut sistem kapitalis, di mana negara kapitalis berperan hanya sebagai fasilitator dengan memanfaatkan swasta termasuk dalam hal pendidikan, bukan pelaksana yang menjamin secara langsung pelayanan pendidikan, disamping negara kapitalis tidak independen, bergantung dengan pihak lain yang mengakibatkan kurikulum sebagiannya bisa jadi adalah pesanan.

Sedangkan negara dengan hukum Islam, entahkah itu menempuh jalur pendidikan di masa pandemi dengan daring ataupun tatap muka, hanya saja perbedaan mendasar adalah negara Islam memposisikan diri sebagai operator, yakni pelaksana langsung yang menjamin pelayanan terhadap rakyatnya. Disamping itu negara dengan konsep Islam akan bersifat mandiri sehingga terikat hanya pada hukum Syara’, berangkat dari hadits “seorang Imam/kepala Negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tersebut”. (HR. Bukhari)

Dengan demikian, negara dengan menerapkan hukum Islam, tentu saja akan menggunakan dalil syara’ dalam mengatur segala urusan rakyat, sehingga dapat dipastikan penanganan prihal urusan pandemi akan sangat mudah terselesaikan, sebagaimana penanganan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan khalifah Umar yang mengikutinya, maka sistem kesehatan, ekonomi, termasuk juga pendidikan akan cepat terkendali.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (5: 50).

Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

Andi Mutmainnah Idris (penulis)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU