FAJARPENDIDIKAN.co.id – Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), Prof Sukri Palutturi, SKM., MKes., MSc PH, PhD., mendapat undangan resmi dari Walikota Kota Administrasi Jakarta Pusat pada kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2022 Tingkat Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Kegiatan tersebut berlangsung Senin-Rabu, 29-31 Maret 2021.
Alumni Griffith University Australia, Pakar Healthy Cities Indonesia itu diminta untuk memberikan masukan berbagai kegiatan yang diusulkan oleh para Kepala Suku Dinas (Kasudin) dan Kepala Suku Badan (Kabadan) pada Grup Sidang Kelompok Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Beberapa paparan UKPD diantaranya Perwakilan Puskesmas Kecamatan (Puskesmas Kecamatan Tanah Abang), Sudin PPAPP, Sudin Sosial, Sudin Pemuda Olahraga, Suban Pendapatan, Suban Pengelola Keuangan, Suban Pengelola Aset, Sudin Pendidikan 1 dan 2, Sudin Perpustakaan dan Sudin Kebudayaan.
Selain itu, hadir juga dari unsur DPRD, para narasumber, Bappeda, Sekretariat SDGs, Forum Anak Jakarta dan sebagainya.
Prof. Sukri yang juga sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FKM Unhas dan Ketua Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) Sulawesi Selatan, menyampaikan materinya dengan judul Healthy Cities dan Tantangan Kesehatan Perkotaan.
Menangani masalah perkotaan seperti Jakarta, Prof. Sukri menawarkan konsep membangun kota dengan mengintegrasikan membangun Kota dengan Teori Kue Ulang Tahun dengan Teori Bubur Panas, membangun dari pinggiran terus ke kota.
“Membangun kota dengan menggunakan teori kue ulang tahun yaitu membelah kota mulai dari tengah, terus ke pinggir dan ini diperlukan untuk membangun infrastruktur yang kuat dan memecahkan berbagai masalah kota, namun pada sisi yang lain juga diperlukan membangun kota seperti teori bubur panas yaitu membangun kota dimulai dari pinggiran kota,” jelas Prof Sukri.
Pinggiran kota, sambungnya, tidak semata dimaknai sebagai pinggiran kota secara geografis, tetapi juga pinggiran kota adalah kelompok masyarakat yang termarginalkan dan jarang terjangkau oleh pembangunan kota secara keseluruhan.
“Itulah sebabnya mengapa pembangunan inklusif itu diperlukan? dalam rangka menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang termarginalkan, misalnya anak jalanan, perlindungan anak korban kekerasan, kelompok orang cacat atau kelompok lansia,” bebernya.
“Dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Jakarta, maka mestinya perlindungan terhadap kelompok masyarakat lansia, perlu penanganan secara sistematis dan berkelanjutan dan perlu dikelola dengan maksimal,” tutupnya.