OPINI: Promblema Dunia Pendidikan di Tengah Wabah Pandemi Covid-19

Dunia pendidikan saat ini sedang mengalami dilematis atas kebijakan kementerian pendidikan yang menyatakan,Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020.

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Meskipun indonesia sedang menghadapi pandemi, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (plt. Dirjen paud Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, menegaskan pihaknya tidak akan memundurkan kalender pendidikan ke bulan Januari. Salah satu alasannya, dimulainya Tahun Ajaran Baru berbeda dengan tanggal di mulainya kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk tatap muka.

“Tanggal 13 Juli adalah tahun pelajaran baru, tetapi bukan berarti kegiatan belajar mengajar tatap muka. Metode belajar akan tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing,” jelas Hamid seperti dikutip dari laman Kemendikbud (28/5).

Sementara kemarin ada tambahan delapan kasus. Untuk anak usia 0-4 tahun ada 36 kasus, sementara anak usia 5-14 tahun ada 91 kasus. Jadi sekarang total ada 127 kasus anak yang terinfeksi COVID-19,” Minggu (31/5). Terkait proses penularan virus pada anak,sebagian anak tertular dari orang tuanya atau lingkungan sekitarnya.

Sejak merebaknya Covid-19 di bumi pertiwi sekolah memang ditutup dan melakukan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun seiring berjalan waktu di tengah pesta corona masih ramai-ramainya pemerintah kembali ingin membuka sekolah.

Rencana ini memang dikhususkan pada daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman terhadap wabah Covid-19 dan tetap akan menggunakan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah serta mewajibkan penggunaan masker.

Namun, tetap saja tidak bisa menjadi jaminan untuk mengurangi kekhawatiran, pasalnya dalam beberapa kasus ada orang yang positif Covid-19 tanpa menunjukkan gejala, kita juga masih sulit membedakan mana yang terkena dan mana yang tidak selain menunggu waktu beberapa hari untuk mengetahui hasilnya.

Rencana ini penting untuk diperhatikan, apakah sudah termasuk kebijakan tepat untuk membuka sekolah di tengah makin meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19? Kita bisa melihat dalam sehari ada sekitar 519 kasus ditemukan, bagaimana jadinya ketika rencana ini benar dijalankan? Berat membayangkan berapa banyak jumlah korban berjatuhan sedang pemerintah belum mampu melakukan tes PCR dengan alasan kekurangan alat.

Tidak heran ketika beberapa pihak menampakkan sikap pesimis terhadap wacana yang dilontarkan pemerintah mengingat Kemendikbud belum memastikan bagaimana bentuk protokol kesehatan yang akan dilakukan.

Belum lagi kebijakan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19 terlalu lamban, saat PSBB saja diterapkan masih banyak yang melanggar, bukankah di tengah penerapan itu pemerintah juga malah membuka pintu bagi TKA Cina untuk masuk ke dalam negeri di tengah gelombang PHK massal. Saat pelarangan mudik, di sisi lain pemerintah juga memberikan kebebasan bagi para napi serta kondisi ekonomi saat wabah covid-19 ini sedang sakit.

- Iklan -

Dan apabila rencana pembukaan sekolah ini adalah ide terselubung untuk memulihkan kondisi ekonomi maka makin jelaslah kelihatan bahwa pemerintah mengabaikan keselamatan rakyat dan menomorsatukan kepentingan ekonomi. Memulihkan kondisi ekonomi dalam keadaan terhimpit seperti ini bagi kapitalis harus segera diwujudkan dan pendidikan salah satu lahan basah untuk meraup profit sebanyak-banyaknya.

Inilah potret dari pemerintah yang tetap berpegang teguh pada sistem kapitalisme, hal ini mengingatkan kita pada salah satu hadist Rasulullah yang berbunyi, “Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat.”

Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara.…

Penulis : Febryanti Anugrah Putri

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU