Puasa sebagai Wadah Penggemblengan Insan Wakil Tuhan

Renungan Malam Jemuwah

Oleh: Anwar R Soediro

Dalam sebuah hadits, memaknai salat sebagai tiangnya agama, maka dalam puasa memuat makna _sirrullah_ (rahasia Allah) bagi hambanya. Sudah seharusnya mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap rutinitas ibadah yang dilakukan, semoga kita diberkahi di bulan Syaban dan dipertemukan dengan bulan Ramadan tahun ini dalam keadaan sehat dan mampu menjalankannya dengan sempurna, dan pada akhirnya kita menjadi hamba yang diampuni dosa-dosanya yang lampau dan akan datang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.

Dengan membuka kerangka dasar pemikiran filosofis tentang puasa yang dikaitkan dengan konstruksi epistemologis maupun aksiologis, bagaimana puasa menjadi wadah mengajajarkan manusia agar mencapai derajat taqwa dan layak menjadi wakil Tuhan (khalifah fil ardhi), membawa kedamaian dan rahmat bagi alam semesta.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Jumat, 22 November 2024: Hal-hal yang Kecil dan yang Besar

Puasa merupakan wujud kesetaraan ruhani yang dikehendaki syari’ah pada manusia, baik bagi si kaya maupun si miskin sebagaimana kesetaraan individu dalam salat yang diwajibkan Islam bagi setiap muslim serta kesetaraan sosial dalam kewajiban ibadah haji bagi orang yang mampu melaksanakannya. Kesetaraan ini ditujukan mengiringi jiwa manusia dengan tindakan nyata, bahwa ada kehidupan sejati di balik kehidupan dunia yang nisbi; hanya bisa terwujud dengan kesamaan rasa pada manusia, yaitu saat bersama menjalankan puasa merasakan keprihatinan, bukan pada saat berkompetisi mengikuti keinginan (nafsu) yang beragam.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Minggu, 10 November 2024: Persekutuan dalam Injil

Oleh karenanya puasa secara sosiologis memberikan makna spirit humanis-egalitaristik terhadap hakikat kemanusiaan manusia dalam Islam, sehingga pada tataran inilah akan mampu melahirkan tatanan keseimbangan kehidupan di masyarakat sosial. Artinya, jika mengikuti alur pandangan tersebut, puasa dikatakan berkualitas jika mampu membangun dan mengangkat manusia pada stadium _humaniti holistik-integralistik, yang nantinya ia akan memberikan warna rahmat (manusia yang mampu untuk menjadi pengayom, pencinta, pelindung, dan pemberi kesejahteraan) bagi manusia yang lainnya. Dari urgensitas inilah, ibadah puasa merupakan sarana mendidik pribadi untuk memfokuskan pada kesatuan orientasi antara fakta duniawiyah. (Bersambung)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU