Raksasa planet es, Uranus dan Neptunus selama ini tidak mendapatkan cukup atensi. Semua perhatian lebih banyak tertuju pada saudara mereka yang lebih besar, Jupiter dan Saturnus.
Sepintas, Uranus dan Neptunus hanyalah bola-bola molekul yang tidak menarik dan membosankan. Tapi di balik wujudnya yang tidak menarik, ternyata ada sesuatu yang spektakuler yakni hujan berlian yang terus menerus.
Space.com menyebutkan, raksasa gas dari sistem tata surya, Jupiter dan Saturnus, hampir seluruhnya terbuat dari gas hidrogen dan helium. Melalui pertambahan cepat elemen-elemen itulah planet-planet besar ini berhasil membengkak ke ukurannya saat ini.
Sebaliknya, Uranus dan Neptunus sebagian besar terdiri dari air, amonia, dan metana. Para astronom biasanya menyebut molekul-molekul ini “es”, tetapi sebenarnya tidak ada alasan yang tepat untuk itu. Kecuali bahwa ketika planet-planet pertama kali terbentuk, unsur-unsur itu kemungkinan besar berbentuk padat.
Kedalaman Es
Jauh di bawah puncak awan hijau atau biru Uranus dan Neptunus, ada banyak air, amonia, serta metana. Tapi raksasa es ini kemungkinan memiliki inti berbatu yang dikelilingi oleh unsur-unsur yang mungkin terkompresi menjadi keadaan kuantum eksotis. Pada titik tertentu, keanehan kuantum itu bertransisi menjadi “sup” bertekanan tinggi yang umumnya menipis semakin dekat Anda ke permukaan.
Tapi sejujurnya, kita tidak tahu banyak tentang interior raksasa es. Terakhir kali ilmuwan mendapatkan data close-up dari kedua dunia itu adalah tiga dekade lalu, ketika Voyager 2 melesat dalam misi bersejarahnya.
Jupiter dan Saturnus
Sejak itu, Jupiter dan Saturnus telah menjadi tuan rumah bagi banyak wahana yang mengorbit, namun pandangan kita tentang Uranus dan Neptunus terbatas pada pengamatan teleskop.
Untuk mencoba memahami apa yang ada di dalam planet-planet itu, para astronom dan ilmuwan planet harus mengambil data yang sedikit itu dan menggabungkannya dengan eksperimen laboratorium yang mencoba mereplikasi kondisi interior planet-planet itu. Plus, mereka menggunakan beberapa matematika kuno.
Pemodelan matematika membantu para astronom memahami apa yang terjadi dalam situasi tertentu berdasarkan data nan terbatas. Dan melalui kombinasi pemodelan matematika dan eksperimen laboratorium itulah peneliti menyadari bahwa Uranus dan Neptunus mungkin memiliki apa yang disebut hujan berlian.
Hujan Berlian
Ide hujan berlian pertama kali diusulkan sebelum misi Voyager 2 yang diluncurkan pada tahun 1977. Alasannya cukup sederhana: Kita tahu Uranus dan Neptunus terbuat dari apa, dan kami tahu bahwa benda semakin panas dan padat semakin dalam ke planet yang Anda tuju.
Pemodelan matematis membantu mengisi rinciannya, seperti bahwa daerah terdalam dari mantel planet-planet ini kemungkinan memiliki suhu sekitar 7.000 kelvin (12.140 derajat Fahrenheit, atau 6.727 derajat Celcius) dan tekanan 6 juta kali lipat dari atmosfer bumi.