Ranperda Literasi Aksara Lontaraq

Tim Penyusun Ekspose Ranperda Literasi Aksara Lontaraq Idwar Anwar Paparkan Ranperda Literasi Akrasa Lontaraq di DPRD Sulsel.

Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Literasi Aksara Lontaraq berlangsung Kamis (10/11/2022) di ruang Bapemperda Gedung Tower Lt.2, Jl. Urip Sumoharjo No. 59 Makassar.

Rapat dipimpin Ketua Pansus Jufri Sambara. Dihadiri wakil dari Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Andi Mappatoba, Wakil Ketua Pansus Andi Mappatoba, A. Muhammad Anwar Purnomo dan anggota Pansus antara lain;

Rusdin Tabi, Hj. Rismayanti dan Risfayanti Muin yang juga merupakan Ketua Tim inisiator. Selain itu turut hadir instansi terkait, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Selatan;

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perhubungan, Balai Bahasa, Biro Hukum Setda Provinsi Sulawesi Selatan;

Tim Penyusun Naskah Akademik dan Ranperda tentang Literasi Aksara Lontaraq dan DR. Hasrullah, MA, Tenaga Ahli/Kelompok Pakar DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

Idwar Anwar yang merupakan salah seorang Tim Penyusun Ranperda Literasi Aksara Lontaraq menyampaikan pemaparan dihadapan rapat pansus mengatakan di dunia ini, tidak banyak bangsa yang memiliki aksara sendiri, sehingga tidak salah jika penemuan aksara dalam sejarah peradaban manusia dapat dianggap sebuah lompatan yang spektakuler dari kebudayaan sebuah bangsa.

“Penemuan aksara ini telah mampu mengubah arah dinamika peradaban dan kebudayaan manusia secara revolusioner,” terang Idwar.

Lebih jauh Edho panggilan akrabnya menambahkan, perubahan yang revolusioner ini disebabkan adanya perubahan dalam pewarisan pengetahuan dan ilmu pengetahuan bagi sebuah bangsa.

- Iklan -

Jika sebelumnya, sambungnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan dan pemikiran manusia diabadikan melalui memorimemori kolektif yang kemudian diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi, maka dengan ditemukannya aksara, hal tersebut dapat diabadikan melalui tulisan.

“Melalui media tulisan inilah pengetahuan dan berbagai hal terkait manusia dapat diwariskan secara turuntemurun tanpa takut kehilangan informasi akibat keterbatasan ingatan setiap individu,” ujar Idwar penulis novel I Lagaligo menyebutkan bahwa di dunia ini hanya sekitar 25 aksara dan 12 diantaranya ada di Indonesia, salah satunya di Sulawesi Selatan yang dikenal dengan nama aksara lontaraq.

Baca Juga:  Kejari Palu Musnahkan Barang Bukti Narkoba Milik Gunawan Mendi dan Kasus Lainnya

Padahal sesungguhnya kita memiliki 3 aksara selain akrasa lontaraq yak aksara Jangang-jangan, Akrasa Serang dan Akrasa Bilang-bilang.

Menurut Idwar, masyarakat Sulawesi Selatan seharusnya menyadari keberadaan akrasa yang saat ini benar-benar harus diselamatkan.

“Di masyarakat Sulawesi Selatan, aksara lontaraq telah mengalami penggerusan, terutama ketika proyek latinisasi yang dilakukan oleh negara Belanda di wilayah Hindia Belanda. Selain aksara ini tidak lagi banyak yang mampu membaca dan menuliskannya, aksara lontaraq bahkan tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,” jelas Idwar yang juga penulis buku-buku sejarah budaya di Sulawesi Selatan ini.

Jika berdasarkan realitas saat ini, tambah Idwar, tingkat keberadaan bahasa daerah bahkan telah dikalahkan oleh bahasa asing.

Kompetisi Bahasa Daerah dan Bahasa Asing terpaut 1:5. Bahkan puluhan bahasa dan aksara telah punah dan masih banyak lagi yang Terancam Punah.

Bahkan di Indonesia ada 6 aksara daerah yang kritis karena mulai dilupakan, salah satunya adalah aksara lontaraq yang boleh dikata, hampir tidak dapat lagi ditemukan penggunanya di masyarakat.

“Masifnya penggunaan aksara Latin, bahkan setelah Indonesia merdeka berdampak serius terhadap penggunaan berbagai bahasa, utamanya aksara yang jauh sebelumnya sudah mapan. Hal ini sangat terlihat jelas di Sulawesi Selatan, dimana pemakai aksara hampir tidak dapat lagi ditemukan,” ungkap penulis Novel Sejarah Opu Daeng Risaju ini.

Dalam pemaparannya, Idwar juga menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah kembali memperkuat perhatiannya pada pemajuan kebudayaan, termasuk aksara.

Oleh karena itu, pemerintah Sulawesi Selatan tentunya juga harus hadir dalam melindungi budaya daerah dan warisan budaya yang ada di Sulawesi Selatan.

Hal senada juga diungkapkan Rusdin Tompo dalam diskusi lepas dengan Ketua Pansus bahwa saatnya Pemerintah harus mengangkat, membina dan memelihara nilainilai tradisi di Sulawesi Selatan yang merupakan jati diri dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan di tengah-tengah masyarakat yang multikultural.

Baca Juga:  Penyedia Barang dan PPTK Proyek Dinas PUPR Jadi Tersangka, Negara Rugi Rp1,6 Miliar

Karenanya, dibutuhkan peningkatan pemahaman, kesadaran, kepedulian, dan partisipasi masyarakat terhadap revivalisasi kebudayaan di Sulawesi Selatan, termasuk aksara lontaraq.

“Aksara lontaraq yang merupakan satu-satunya peninggalan yang masih berpeluang besar untuk kembali dihidupkan membutuhkan perhatian besar dari pemerintah Sulawesi Selatan,” terang Rusdin yang juga penulis dan Koordinator Satu Pena Sulawesi Selatan.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Pemerintah dengan tegas menyebutkan bahwa negara berkepentingan memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dan menjadikan kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa demi terwujudnya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Yakni, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Keberagaman kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia.

Untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia, maka diperlukan langkah strategis berupa upaya Pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Dalam sesi tanggapan, semua OPD dan instansi terkait lainnya yang hadir memberikan tanggapan atas rumusan Naskah Akademik dan Ranperda yang telah dipaparkan Idwar Anwar sebagai salah seorang Tim Penyusun.

Dari semua tanggapan, tak satupun OPD dan instansi terkait yang tidak sepakat dengan Ranperda Literasi Akrasa Lontaraq ini.

Mereka juga memberikan berbagai masukan untuk lebih memperkuat Ranperda ini. Tambahan ini, khususnya terkait pasal yang nantinya akan lebih memperkuat daya tekan jika Ranparda ini menjadi Perda, antara lain perlu adanya Dewan Pengawas untuk memastikan penerapan perda ini nantinya di masyarakat, khususnya di lembaga-lembaga pemerintah. (*/rk)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU