Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id-Dialog Akhir Tahun yang digelar PERSAKMI Sulsel yang berlangsung di Warkop 88 Daya Makassar, Senin, 31 Desember 2018 dirancang dengan lebih banyak mendengarkan komentar dan masukan dari para anggota. Semua peserta juga sekaligus bertindak sebagai pembicara dalam dialog yang mengambil tema Refleksi Pembangunan Kesehatan di Indonesia dan Prospek di Tahun Politik ini. Peserta menyampaikan pandangannya secara bergantian.
Sudirman PhD, Ketua Dewan Etik PERSAKMI Kota Palopo, yang baru menyelesaikan studinya di Universitas Kebangsaan Malaysia, memandang bahwa Secara subtantif, materi diskusi dikalangan mahasiswa dan penggiat kesehatan masyarakat maupun para SKM masih relatif sama sejak tahun 90an hingga saat ini, yaitu masih menanyakan eksistensinya.
“Fenomena itu sesungguhnya ada positifnya, karena akan senantiasa tersedia ruang diskusi yang bisa meningkatkan perhatian terhadap masalah kesehatan yang ada dan terus berkembang, termasuk kebijakan kesehatan. Hasilnya pun sebenarnya sudah mulai kelihatan. Misalnya, sudah semakin banyak SKM yang mendapatkan kepercayaan untuk menduduki jabatan eselon di kab/kota. Kepercayaan ini harus dijaga dengan membuat standard program minimal,” kata Sudirman.
Atin, demisioner Bidang Kajian Strategi dan Advokasi BEM FKM Unhas Periode 2016-2017 juga menyampaikan pendapatnya. Menurut Atin, permasalahan kesehatan tidak ada habisnya. Jumlah orang-orang sakit terus bertambah. Kebijakan dan program kesehatan yang hadir difokuskan pada curative, dan mengesampingkan preventif dan promotif. Misalnya saja jabatan kepala rumah sakit, jabatan ini kata Atin hanya dapat diduduki oleh dokter yg telah melulusi S2 Kesmas/RS. Alhasil pengolahan RS lebih diarahkan pada curative. Padahal RS dapat memperluas perannya ke ranah preventif promotif.
“Jika melihat dari segi politik, hal ini sebenarnya wajar, karena pengambil kebijakan juga berasal dari dokter. Sehingga hal yang wajar jika mereka (oligarki) memberikan jabatan tersebut dari golongannya. Oleh karena itu jika kita ingin merubah arah kebijakan kesehatan ke arah preventif promotif. Kita tidak bisa menggantungkan nasib Kesmas pada mereka. Kita harus dapat menduduki jabatan strategis dipemerintahan atau setidaknya ikut bergabung dalam kancah perpolitikan sehingga suara kita dapat mempengaruhi kebijakan yang ada. Selain itu kita juga dapat memanfaatkan digitalisaai media. Saat ini setiap orang (warganet) memiliki media nya sendiri. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan aspirasi kita. Yang perlu dilakukan adalah menviralkan masalah2 kesmas (mengangkat) dan membuat masalah ini menjadi masalah bersama, sehingga kita dapat bersama-sama membagun paradigma sehat, sekaligus menjadi power dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah,” jelas Atib.
Selain itu, Aryangga Pratama Presiden BEM FKM UNHAS periode 2018/2019 juga mengkritiki hal yang sama. Â Ia sangat bersyukur dengan hadirnya dialog akhir tahun oleh Persakmi Sulsel menilik kondisi hari ini keresahan terkait dilema seputar kejelasan keprofesian kesmas masih menjadi polemik yang hangat diperbincangkan dikalangan mahasiswa kesmas seluruh indonesia.
“Hampir dua tahun mahasiswa Kesmas seluruh Indonesia dilema terkait ingin diarahkan kemana mahasiswa Kesmas selepas sarjana, bagi seorang S.KM yang idealnya ingin mengabdi disektor kesehatan justru banyak mengalami hambatan dari keharusan mengikuti UKOM sedangkan dalam aturan UU Nakes no 36 yang wajib mengikuti UKOM adalah mahasiswa profesi kesehatan,sedangkan kesmas hari ini belum menjadi profesi,” Aryangga Pratama.
Juli 2018 Aryangga mewakili Unhas menghadiri undangan RAPIMNAS ISMKMI (Rapat Pimpinan Mahasiswa Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Seluruh Indonesia) di Universitas Indonesia yang dihadiri oleh perwakilan 142 insitusi kesmas seluruh-Indonesia. Dari hasil rapat tersebut menunjukan telah ada upaya advokasi terkait ke-profesian Kesmas namun terhambat ketidakjelasan format keprofesian karena belum adanya kesepakatan yang kunjung selesai antar PERSAKMI dan IAKMI
“Harapan kami seorang SKM tidak dipandang sebelah mata lagi dan mesti sebagai seorang dengan dasar keilmuan Kesmas mesti saling mendukung satu dengan lainnya disegala sektor dan mampu berperan dan memberikan kontribusi yang terbaik untuk indonesia.”
Hal menarik dari dialog ini adalah dua SKM yang menjadi lurah dan sekretaris camat juga ikut hadir dan banyak memberikan masukan kepada PERSAKMI untuk bermitra dengan pemerintah Kota Makassar yaitu Andi Salman Baso, SKM Sekretaris Camat Kecamatan Tamalanrea yang sebelumnya sebagai Lurah Tamalanrea Jaya dan A Takdir SKM sebagai
Lurah Maricaya Selatan, Kec. Mamajang.
Menurutnya mereka, Keterlibatan PERSAKMI sangat diharapkan dan ini perlu dikomunikasikan kepada pemerintah Kota Makassar. Beliau dengan bangga menjadi SKM dan diberi amanah oleh walikota untuk menjadi lurah dan mereka berkomitmen untuk menjalankan amanah ini dengan baik. SKM itu dengan kompetensi yang dimilikinya dapat ditempatkan pada bidang dan posisi mana saja termasuk menjadi lurah dan camat.
Dialog Akhir Tahun tersebut ditutup oleh Ketua PERSAKMI Sulsel, Prof Sukri Palutturi SKM, MKes MScPH Â PhD, 5 menit sebelum pergantian tahun 2018 ke 2019. (*)