Refleksi Seni, Budaya Pendidikan dan Literasi di UNM

UNM menggelar Seminar Nasional yang merupakan rangkaian acara dalam memperingati Dies Natalis yang ke-57 Tahun yang berlangsung di Menara Phinisi Lantai 3 Ruang Theater. Senin (9/7).
UNM menggelar Seminar Nasional yang merupakan rangkaian acara dalam memperingati Dies Natalis yang ke-57 Tahun yang berlangsung di Menara Phinisi Lantai 3 Ruang Theater. Senin (9/7).

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Dalam rangka memperingati Dies Natalis yang ke-57 Tahun Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar Seminar Nasional di Menara Phinisi Lantai 3 Ruang Theater, Senin (9/7).

Seminar ini mengangkat tema “Pendidikan, Budaya, Literasi dan Industri Kreatif: Upaya Membangun Generasi Cerdas Berkepribadian Unggul”.

Pada seminar ini sekitar 375 peserta yang hadir, diantaranya mahasiswa, mahasiswa pascasarjana, guru, dosen dan tamu undangan.

Prof Yudi Latif M A Ph D; Dr Nungki Kusumastuti M SI; Prof Dr Suminto A Sayuti dan Prof Sofyan Salam M; sebagai narasumber yang telah ahli dibidangnya terutama yang telah bergelut di bidang seni, seni pertunjukkan, pendidikan seni dan budaya.

Sebelum memasuki ruangan digelarnya seminar, peserta akan disambut dengan karya-karya yang berbau visual dan seni rupa yang berupa lukisan, tembikar yang dipamerkan disana.

Dra Jamilah sebagai ketua panitia dalam sambutannya mengungkapkan tanggapannya mengenai fenomena yang terjadi dikalangan mahasiswa dan masyarakat mengenai seni dan budaya yang mulai tergeserkan dengan budaya barat tanpa melihat potensi Sulawesi Selatan yang ternyata memiliki budaya yang cukup potensial.

Baca Juga:  Farmasi dalam Fokus: Dari Lab Hingga Tangan Pasien

“Sulawesi Selatan adalah sumber-sumber akar tradisional seperti LagaLigo, yang tidak kalah dengan daerah lainnya. Melihat budaya barat, padahal estetika kita lebih berbudaya. Bagaimana sipakatau sipakainge’ dan sipakalebbi’ mengembangkan ruh semangat orang Bugis Makassar,” ungkapnya.

Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menjunjung tinggi budayanya. Kebesaran atau potensi-potensi kebesaran suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh satu faktor.

- Iklan -

Simultanitas dan sinergi sejumlah faktor yang bersifat lintas bidang, meniscayakan tercapai atau terwujudkannya potensi kebesaran tersebut. Dengan cara demikianlah suatu bangsa akan mampu menghasilkan warisan yang bersifat lintas generasi.

“Indonesia tidak dikenal dengan olahraganya, melainkan dikenal dengan budayanya,” ungkap Suminto A. Sayuti.

Budaya Literasi merupakan modal utama bagi sebuah peradaban bangsa “Gapura besar” yang bernama budaya literasi mesti segera dibuka dan kita masuki demi pemartabatan dan peradaban bangsa.

Baca Juga:  Mengenal Istilah Nine Stars of Pharmacist dalam Dunia Farmasi

Prof Sofyan Salam menambahkan bahwa, pengembangan karakter merupakan tujuan akhir dari pendidikan, sudah sejak lama disadari pentingnya dan karena itu telah menjadi bahan pembahasan sepanjang masa.

“Di Indonesia, hambatan dalam upaya pengembangan karakter tersebut pada persoalan “abadi” yang dihadapi oleh pendidikan seni di sekolah dasar yakni, pertama keterbatasan kompetensi pendidik seni dalam melaksanakan pembelajaran yang komprehensif dan bermakna khususnya tingkat sekolah dasar,” jelasnya.

Kedua, sambungnya, keterbatasan bahan ajar terdesain yang siap pakai. Ketiga, rendahnya komitmen administrator sekolah terhadap pendidikan seni, dan keempat rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya menyukseskan pendidikan seni dalam mengemban misinya di sekolah.

“Tentu saja ada beberapa sekolah mampu memfasilitasi pendidikan seni dengan baik. Hanya saja sekolah seperti ini masih amat terbatas jumlahnya,” ungkapnya.

“Pada akhirnya, karena pengembangan karakter merupakan tanggungjawab bersama, maka pendidik seni mesti mengambil bagian dalam upaya mulia tersebut,” pungkasnya.

 

Reporter: Nis

 

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU