Belajar di luar kelas atau outing class, bisa menjadi pilihan metode pembelajaran bagi sekolah, seperti dilakukan SD Negeri Borong. Sebanyak lebih 160 murid SD yang berada Kecamatan Manggala itu, melakukan kunjungan ke objek wisata sejarah dan budaya, pada Senin, 21 November 2022.
Mereka menumpangi 5 bus pariwisata, ditemani sejumlah guru dan beberapa orangtua murid. Sepanjang jalan anak-anak bernyanyi dan meneriakkan yel-yel yang menambah keseruan. Guru-guru yang mendampingi anak-anak, yakni Bu Ros, Bu Uni, Bu Rina, Bu Eva, Bu Nur, Bu Eny dan Pak Amin.
Di Museum Istana Balla Lompoa, anak-anak mendapat penjelasan seputar bangunan yang didirikan tahun 1936 itu, tepatnya pada masa Raja Gowa ke-35, I Mangi-mangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin Karaeng Ilanga Tumenanga ri Sungguminasa.
“Dijelaskan pula arsitektur istana yang memiliki 13 anak tangga dengan tinggi bangunan 14 meter serta luas ruangan 60×40 meter. Sebelum Indonesia merdeka, istana ini sudah ada dan masih tetap kokoh karena terbuat dari kayu ulin atau kayu besi,”katanya.
Beberapa anak terlihat mencatat nama-nama Raja Gowa (Sombaya ri Gowa), yakni I Maddusila Daeng Mannyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II, Raja Gowa XXXVII, dan Andi Kumala Idjo, SH Daeng Sila, Karaeng Lembang Parang, Raja Gowa XXXVIII.
Beragam senjata Kerajaan Gowa cukup menarik minak anak-anak, terutama anak laki-laki. Mereka mencatat bermacam-macam bentuk meriam kuno peninggalan abad ke-16, pistol kuno, bayonet kuno, juga peluru atau amunisi kuno dari abad ke-16 sampai 18. Seorang anak berkomentar, senjatanya yang dipajang itu mirip seperti senjata di film-film.
Di Museum Balla Lompoa anak-anak juga melihat pataka perang yang terbuat dari kain dua warna: kuning dan merah, serta senjata lainnya seperti kalewang, badik dan tombak.
Ada juga anak-anak yang bertanya tentang lukisan dalam ukuran besar, yang merupakan lukisan Sultan Hasanuddin dan Syech Yusuf.
Dari Sungguminasa, Gowa, kunjungan dilanjutkan ke Makassar. Di Benteng Rotterdam, anak-anak mendapat penjelasan tentang sejarah benteng yang sebelumnya bernama Benteng Pannyua itu.
Begitu masuk ke ruang koleksi Museum La Galigo, mereka melihat sejarah, kebudayaan dan peradaban masyarakat Sulawesi Selatan. Mulai zaman berburu, zaman bercocok tanam, tradisi megalitik, zaman kolonial, juga masa-masa keemasan kerajaan Gowa dan penyebaran agama Islam. Di sini juga mereka melihat salokoa atau mahkota Kerajaan Gowa.
Di ruang terpisah, mereka melihat-lihat miniatur rumah-rumah tradisional, alat penenun kain sutra, prosesi adat Toraja, lesung penumbuk padi, dan cara pembuatan sagu. Seorang anak bertanya, apa itu? Lalu dijelaskan bahwa itu alat pembuat sagu tradisional. Nanti dari tepung sagu itulah antara lain dijadikan kapurung.
Ruangan lain yang dilihat adalah budaya maritim masyarakat Sulawesi Selatan dan beberapa informasi tentang kota-kota, seperti Makassar dan Pare-pare. Sepanjang kunjungan, anak-anak tampak antusias. Mereka tak hanya mencatat, tapi juga memotret dan memvideokan benda-benda bersejarah yang menggambarkan kebudayaan Sulawesi Selatan itu melalui smartphone.
Sebelumnya, kunjungan yang dilakukan atas kerjasama dengan Pandawa itu, diadakan di pabrik Megah Mie atau PT Megahputra Sejahtera. Di pabrik ini, anak-anak mendapatkan penjelasan tentang sejarah pabrik dan bahan baku pembuatan mie.
Anak-anak juga diajak masuk ke area produksi, melihat langsung proses produksi mulai dari pembuatan mie hingga pengepakannya. Di akhir kunjungan, mereka diberi oleh-oleh berupa mie instan. (*)