Oleh: Prof Abd Rasyid Masri
(Dekan FDK UIN Alauddin Makassar)
Pada puncak perenungan kita sampai pada suatu titik kesadaran bahwa apapun yang ada di muka bumi ini akhirnya semua binasa. Tinggallah dzat Allah pemilik segala kehidupan dan keagungganNya.
Ramadan kita nantikan awalnya, kita hitung perjalanannya dari malam ke malam, dari awal berbentuk kecil bulan sabit, mungil, redup lalu membesar menerangan alam semesta dengan purnamanya. Namun seiring waktu kembali mengecil menjadi sabit dan terus berjalan mengikuti sunnatullah lalu menghilang untuk selamanya.
PELAJARAN apa yang bisa kita ambil?
Seakan memberi kita isyarat bahwa MANUSIA dalam pejalan hidupnya bagaikan perjalanan bulan Ramadan.
Manusia dinanti kehadiranya sejak dalam kandungan, kemudian lahir menjadi bayi yang mungil mengembirakan, terus tumbuh jadi remaja dan dewasa dengan berjuta harapan dengan segala identitas dan embel embel atribut.
Namun seiring waktu yang terus berjalan akhirnya MENUA menjadi renta bahkan banyak yang kembali berprilaku bayi, akhirnya wafat dan dikubur sehingga menghilang dari pentas sandiwara dunia.
Selamat tinggal dunia, selamat tinggal istri tercinta, selamat tinggal suami sejati, selamat tinggal anak tersayang, selamat tinggal harta dan kemewahan pendek kata selamat tinggal semuanya, maafkan segala dosa, semoga Allah meridhoi segala amal ibadah Ramadan kita semua dengan ridhonya.
Demikian renungan akhir Ramadan semoga Allah kembali mempertemukan kita pada Ramadan tahun depan. Amin ya Rab, mari saling memaafkan’ sebab kata maaf itu berat terucap di lidah tapi berat timbangan pahalanya serta mulia di sisi Allah SWT.