Renungan Harian Katolik, Minggu 7 Agustus 2022: “Jangan Tamak!”

Renungan Harian Katolik hari ini, Minggu 7 Agustus 2022 berjudul: “Dialah Putera-Ku! Dengarkanlah Dia!”.

Renungan Harian Katolik hari ini, Minggu 7 Agustus 2022 dikutip dari halaman website renunganlenterajiwa. Sebagai penulis Pst. A. Bayu Nuyartanto, Pr.

Hari Minggu Biasa XVIII (H)

Pkh. 1:2;2:21-23; Mzm. 90:3-4,5-6,12-13,14,17; Kol. 3:1-5.9-11; Luk. 12:13-21.

Yesus memperingatkan orang banyak tentang bahaya ketamakan.

Yesus diminta menjadi penengah oleh seseorang yang berselisih dengan saudaranya tentang pembagian harta.

Ia menolaknya walaupun orang tadi membutuhkan pertolongannya.

Tetapi pertolongan-Nya tetap datang, bukan dengan cara bahwa Dia datang sebagai hakim atas perkara-perkara duniawi.

Untuk maksud tersebut, dia memberi peringatan akan bahaya yang sangat mengancam kehidupan manusia yakni ketamakan.

- Iklan -

Hendaknya orang waspada terhadap segala kelobaan karena hidup manusia itu tidak ditentukan oleh harta.

Harta yang berlimpah-limpah tidak dengan otomatis memperpanjang hidup, memberi kenikmatan dan dapat menyelamatkan perjalanan hidup manusia.

Hidup manusia ada dalam tangan Tuhan semata.

Pertama-tama, Kitab Pengkhotbah mengungkapkan: Kesia-siaan dan kesia-siaan.

Begitu banyak dari kita dapat mengidentifikasi pernyataan ini.

Kita telah mencari banyak hal dan pada akhirnya menemukan bahwa tidak ada yang benar-benar bernilai kecuali yang bertahan selamanya.

Jika kita menetapkan hati kita untuk menjadi kaya, memiliki karier yang luar biasa pada harta, atau pada hal lain, kita akan jatuh pada kekecewaan.

Realitas ini dapat menjadi luar biasa, jika hal itu membantu kita lebih mencintai orang lain.

Dengan kata lain, jika kita menggunakan realitas dunia ini untuk merangkul realitas dunia yang akan datang (cinta Tuhan dan cinta sesama), maka realitas dunia ini berguna bagi kita dengan cara yang sangat baik.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Senin, 25 November 2024: Rahasia Konsistensi Spiritual

Kitab Pengkhotbah hanya mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini telah berlalu kecuali kenyataan rohani.

Selanjutnya, Rasul Paulus mengingatkan kita: Matikanlah dalam dirimu segala yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.

Hari ini, di dunia modern, dunia ingin mengubah apa yang tidak bermoral menjadi apa yang bermoral, apa yang tidak murni menjadi apa yang murni, hasrat menjadi kebajikan, hasrat jahat sebagai sesuatu yang harus ditiru dan keserakahan dengan cara hidup yang normal.

Kita sebagai orang Kristen diundang untuk hidup sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus.

Rasul Paulus menegaskan bahwa yang terpenting adalah usaha mencari Kerajaan Allah.

Inilah yang menjadi fokus utama dalam aktivitas sebagai pengikut Kristus.

Untuk itu kita perlu pertama-tama meninggalkan segala yang berbau duniawi: percabulan, kenajisan, hawa nafsu dan sebagainya.

Buah dari upaya ini adalah Kristus hadir di dalam semua orang.

Jika kita berbuah sedemikian ini, maka tiadalah kesia-siaan dalam hidup kita, seperti kata Pengkhotbah.

Kita tidak tenggelam dalam kemalangan dan ketiadaan faedah, namun kita bisa mewujudnyatakannya sukacita dalam Tuhan.

Kedua aspek di atas ditegaskan oleh Yesus dengan cerita tentang keberhasilan seseorang yang tidak tahu lagi di mana harus menempatkan hasil ladangnya.

Ia mau membongkar gudang yang lama dan mendirikan yang baru.

Sesudah itu dia mau beristirahat menikmati hasilnya.

Akan tetapi bukan itulah yang terjadi.

Tuhan tiba-tiba datang dan bersabda : Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil darimu.

Tuhan mengambil nyawanya di tengah puncak kesuksesannya.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Sabtu, 23 November 2024: Hal-Hal yang Mengalihkan Pikiran Kita dari Tuhan

Memang tragis. Namun Yesus mau menunjukkan bahwa betapa rapuhnya manusia dan betapa kehidupan itu tidaklah bergantung pada harta kekayaan.

Orang itu tidak tahu untuk apa dia hidup dan dari mana segala keberhasilannya.

Dia hanya hidup untuk dirinya sendiri. Tuhan tidak dipedulikannya.

Dengan demikian kita dapat meresapkan dalam hidup kita akan makna baru usaha dan pekerjaan yang sementara kita jalankan.

Sang Pengkhotbah telah menyatakannya. Ketamakan melahirkan kesia-siaan.

Setiap orang tahu akan hal ini, namun sedikit orang yang bisa membuang ketamakan.

Injil mengingatkan bahwa kita harus selalu menjaga mata kita pada kematian, pada kehidupan dunia yang akan datang, sehingga tindakan kita dalam kehidupan ini akan dibimbing oleh realitas kekal yang menunggu kita.

Tuhan mengizinkan kita untuk bekerja dan memiliki kekayaan. Namun, kita perlu ingat bahwa kekayaan itu bukan tujuan utama.

Kekayaan hanya sekadar sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup. Kekayaan itu adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada kita.

Kita menjadi penyalur kekayaan Tuhan bagi kesejahteraan hidup bersama.

Karena itu, renungan bagi kita para pengikut Kristus ialah harta yang kita miliki hendaknya menjadi sarana untuk makin mendekatkan diri pada Tuhan, bukan malah sebaliknya.

Dengan demikian hati kita bisa makin terarah dan dekat kepada Allah, bukannya melekat kepada harta duniawi.

“Apakah faedahnya yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya?” (Pkh. 2:22)

Marilah berdoa:

Ya Bapa, semoga segala usaha dan kerja yang kami lakukan sungguh memberikan makna dan manfaat yang besar demi membangun kebersamaan hidup dalam terang kasih-Mu. Amin.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU