Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Quran, dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.” (QS Al-Kahf: 54)
Allah SWT menegaskan bahwa Al-Quran menyampaikan banyak perumpamaan untuk membantu manusia memahami kebenaran, merenungkannya, dan mengambil pelajaran darinya.
Meskipun Allah telah mengulang-ulang penjelasan dalam Al-Quran, sebagian manusia tetap enggan menerima kebenaran. Ini menggambarkan sifat manusia yang seringkali lebih banyak membantah dan menolak petunjuk yang telah jelas.
Meskipun kebenaran dalam Al-Quran telah dijelaskan dengan berbagai cara dan dalam berbagai bentuk perumpamaan, banyak orang yang tetap tidak mau menerima. Ini menjadi cermin bagi kita agar tidak menjadi seperti mereka yang menolak nasehat dan petunjuk Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Al-Quran adalah jamuan Allah. Maka pelajarilah apa yang kalian bisa dari jamuan-Nya. Al-Quran adalah tali Allah, cahaya yang terang, dan penyembuhan yang bermanfaat. Al-Quran adalah penjaga bagi orang yang berpegang padanya dan penyelamat bagi yang mengikutinya. Al-Quran tidak pernah menyimpang, sehingga tidak perlu diluruskan dan tidak pernah keliru sehingga tidak perlu diingatkan.” (HR Hakim dan Al-Darimi)
Rasulullah juga memberi perumpamaan tentang orang yang diberi petunjuk oleh Al-Quran namun tidak mengikutinya, dengan sabdanya: “Perumpamaan orang yang diberi petunjuk Al-Quran lalu tidak menerimanya, bagaikan seekor keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS Al-Jumu’ah: 5)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sungguh orang-orang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak Allah Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang dalam hati mereka.” (QS Maryam: 96)
Keimanan dan amal saleh membawa keberkahan yang luar biasa, yaitu kasih sayang Allah yang ditanamkan dalam hati para hamba-Nya. Mereka akan dicintai oleh makhluk langit dan bumi, dan hubungan antar sesama manusia akan penuh dengan keharmonisan, kedamaian, dan cinta. Allah memberikan kedamaian, kehormatan, dan cinta bagi mereka yang berbuat baik.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia,’ maka Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penghuni langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Lalu penghuni langit mencintainya, dan rasa cinta itu pun diterima di bumi.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah juga bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal kasih sayang, cinta, dan kelembutan mereka adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam.” (HR Muslim)
“Sesungguhnya orang-orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Bukhari)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sungguh Aku ini Allah, tiada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku.” (QS Ta-Ha: 14)
Ayat ini mengandung pesan yang sangat penting tentang tauhid, yaitu pengakuan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang berhak disembah, serta kewajiban kita untuk beribadah kepada-Nya, khususnya dengan melaksanakan salat sebagai cara untuk selalu mengingat-Nya.
Allah mengenalkan diri-Nya kepada Nabi Musa Alaihissalam sebagai Tuhan yang Maha Esa, dan memerintahkan Nabi Musa untuk beribadah hanya kepada-Nya serta mendirikan salat sebagai sarana untuk mengingat-Nya.
Pesan ini juga berlaku bagi umat Islam secara keseluruhan, bahwa salat merupakan wujud penghambaan kita kepada Allah dan cara kita untuk senantiasa mengingat-Nya dalam setiap waktu.
Kualitas salat kita sangat mencerminkan kualitas keseluruhan amal ibadah kita. Jika salat kita dilaksanakan dengan baik, penuh kesungguhan, dan disertai dzikir yang khusyuk, maka hal itu akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Salat bukan hanya sekadar rutinitas fisik, tetapi juga merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki jiwa.
Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang pertama kali dihisap dari seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Jika salatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya. Jika salatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya.” (HR Tirmidzi dan An-Nasa’i). (Renungan Tahajjud/ana)