Resensi Buku: Belajar Teater Langsung dari Penulis Naskah

Judul Buku: Sembilan Naskah Monolog : Bermula Dari Panggung

Penulis: Bahar Merdhu

Penerbit: Garis Khatulistiwa

Jumlah Halaman: 90 halaman

Tahun Terbit: 2019

Jenis Buku: Seni Pertunjukan

Diresensi oleh: Tulus Wulan Juni [Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar]

Buku dapat dibaca di: Dinas Perpustakaan Kota Makassar [Koleksi Deposit]

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Menjadi seorang aktor atau aktris dalam sebuah pertunjukan perlu mempelajari teknik dasar seni peran dengan baik agar dapat memainkan peran (berakting) sebagai seorang tokoh tertentu.

- Iklan -

Salah satu seni peran dimana hanya dibutuhkan satu orang untuk melakukan adegan adalah Teater Monolog.

Kehadiran buku 9 Naskah Monolog yang ditulis oleh Bahar Merdhu, dapat menjadi jawaban bagi penikmat seni pertunjukan atau yang ingin berkiprah menjadi pekerja seni, seperti pencerita atau pendongeng dan sebagai ajang latihan khusunya generasi muda.

Apalagi naskah ini ditulis langsung oleh seorang seniman teater yang karya naskahnya mengantarkan Sandiwara Petta Puang menjadi terkenal dan populer di Sulawesi Selatan.

Penulis yang lahir dan tinggal di Kota Makassar ini selain menulis naskah drama juga seorang penyair yang telah melahirkan beberapa puisi dan sudah dibukukan.

Selain itu, penulis juga membuat naskah-naskah drama untuk kelompok teater remaja yang dibinanya.

Sembilan naskah monolog dalam buku ini terdiri dari 2 sumber. 4 naskah kisahnya bersumber dari cerita rakyat yakni I Oro, Buah Semangka & Putri Jelita, Lapagala dan Dongeng I Buri dan Malaikat yang ditunggunya.

Sedangkan 5 naskah lainnya adalah hasil workshop dan latihan bersama 2 kelompok remaja yang tergabung dalam Kelompok Literasi (Laboraturium Teater Remaja Kini) dan Kelompok Teater Grisbon (Griya Seni Barombong).

Sebelum pembaca masuk disetiap naskah monolog, penulis memberikan ringkasan cerita dan menyebutkan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut sehingga pembaca dapat memilah sendiri naskah apa yang paling menarik untuk dibaca dan kalau perlu langsung dipraktekkan.

Tidak perlu kuatir dan bingung untuk mempraktekkan naskah ini karena penulis layaknya sutradara telah memberikan arahan apa saja yang harus dilakukan oleh aktor/ aktris untuk memerankan sebuah tokoh termasuk penjiwaan karakter yang diperankannya.

Nakah pertama dalam buku ini mengangkat cerita tentang Perempuan Bisu yang diperdaya oleh 5 pemuda jahat.

Pemuda tersebut meninggalkan jejak kejahatannya yakni sebuah jaket dan rencananya si perempuan bisu akan melaporkan ke polisi.

Namun sayangnya, jaket tersebut malah membuat petaka bagi si Perempuan Bisu. Alih-alih meminta keadilan, ia malah dituduh mencuri jaket oleh pemuda jahat itu.

Cerita ini bisa membuat sedih dan sekaligus membuat emosi penonton jika dipentaskan, itupun jika pemerannya berhasil menghayati karakter si Perempuan Bisu yang memiliki keterbatasan.

Naskah kedua bercerita tentang dirinya dan karakternya yakni Ayu. Ayu menggambarkan keberanian dari dua sosok yakni dirinya sendiri dan karakter yang ia ciptakannya.

Naskah ketiga tentang I Oro, walaupun naskah ini diadopsi dari cerita rakyat Sulawesi Selatan namun ada perbedaan tentang karakter si Oro si Buruk Rupa.

Jika dalam naskah ini, I Oro meracuni putri Taseq Bunga sedangkan di Buku Cerita Rakyat yang lain si Oro diceritakan memakan si Putri Taseq Bunga.

Walaupun terdapat perbedaan namun kedua cerita menjelaskan usaha jahat sia-sia si Oro.

Naskah keempat tentang kisah Buah Semangka dan Perempuan Jelita. Cerita ini mengisahkan seorang pengembala yang bernama Talli mendapatkan buah semangka di sungai saat memandikan sapi-sapinya.

Sesampai di rumah, buah tersebut dimakan oleh ibunya separuh, padahal Talli ingin mengembalikan ke pemiliknya.

Karena ibunya tidak bisa mengembalikan buah semangka yang dimakannya, maka Talli diminta menikahi putri pemilik kebun yang cacat.

Ternyata putri tersebut tidak cacat seperti persangkaan pengembala hanya pemilik kebun sedang mengujinya dan akhirnya pemuda jujur itu mendapatkan putri yang cantik jelita.

Naskah kelima tentang cerita Lapagala. Kisah Lapagala di Naskah ini juga ada perbedaan dengan naskah di cerita rakyat PauPau Ri Kadong yang memiliki karakter suka berbohong namun cerdik sehingga dapat membongkar gerombolan pencuri.

Naskah di buku ini hanya mengisahkan Lapagala sebagai petani sukses yang juga dibahas dibuku Pau-Pau Ri Kadong.

Hanya saja hasil kebunnya dalam naskah ini, Lapagala membelanjakannya dengan kebutuhan rumah tangga dari bahan plastik. Maka Ibunya pun kaget dan berkata “Kenapa kebunku berbuah plastik !”

Naskah Keenam Hati-Hati Dua Hati yang mengisahkan percintaan segitiga antara dua wanita, Riska dan Rita yang ternyata Kakak dan Adik dan seorang pria, Rudi yang berawal dari status di Facebook.

Di akhir cerita, keduanya sepakat mengakhiri petualangan Rudi. Naskah ketujuh tentang kisah Juliana yang jatuh cinta kepada Juliano dari Facebook.

Namun, kisahnya berakhir tragis tidak seperti Riska dan Rita dari sebelumnya. Naskah Kedelapan mengisahkan tentang Rahmi yang ingin menjadi seorang Pramugari tetapi kandas karena orang tuanya menginginkan Rahmi melanjutkan bisnis keluarganya.

Naskah terakhir atau yang kesembilan tentang cerita rakyat I Buri dan Malaikat yang ditungguinya. Cerita ini sama persis dengan cerita Wasiat Orang Tua di Buku PauPau Ri Kadong. Kisah ini menceritakan tentang pembagian harta warisan yang salah satu bagiannya harus diberikan kepada setan.

Dimanakah mereka mendapatkan setan tersebut. Ternyata setan itu adalah orang yang pertama-tama keluar dari masjid.

Kisah ini bisa menjadi gelak tawa bagi penonton dan tentunya syarat dengan pesan moral. Semua naskah yang tertulis dibuku ini sangat menarik untuk dipentaskan sesuai harapan penulis khususnya untuk aktor-aktor muda yang menyukai dunia pentas.

Setidaknya dengan buku ini juga, pembaca diperkenalkan teater monolog dan mempersiapkan diri agar lebih berani bermain serta membentuk karakter, gestur dan vocal sejak dini.

Silahkan dibaca bukunya dan mencobanya.(*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU