Mekanismenya, tiga tahapan.
A. Penanganan Awal Oleh Perusahaan Pers, Organisasi Pers dan atau Satgas
Pihak yang utama mengemban tanggung jawab dalam penanganan awal atas kekerasan terhadap wartawan dalam peliputan pemilu adalah Perusahaan Pers. Perusahaan Pers dapat meminta bantuan organisasi pers dan atau Satgas.
Dalam hal wartawan mengalami kekerasan, tahapan penanganan awal perusahaan pers, organisasi pers dan atau Satgas meliputi :
1. Pengumpulan informasi
2. Identifikasi kebutuhan korban
3.identifikasi ketersediaan dukungan untuk korban
4. Kordinasi pemenuhan kebutuhan korban
5. Kordinasi penanganan kasus (proses hukum)
Adapun uraian tahapan penanganan awal sebagai berikut :
1. Pengumpulan informasi
1.1 Penyusunan kronologi kejadian.
Kronologi tersebut berisi sekurang kurangnya :
a. Nama wartawan yang menjadi korban kekerasan.
b. Media tempat wartawan bekerja.
c. Jabatan dan atau bentuk hubungan kerja dengan media (misalnya karyawan tetap, magang, lepas, dll)
d. Bemtuk atau jenis kekerasan yang dialami (fisik, verbal, intimidasi, ancaman teror, digital, kekerasan seksual, pelarangan liputan, pelecehan psikologis, penyensoran, perusakan alat kerja, penghapusan hasil liputan, penuntutan hukum dan sebagainya).
e. Kerusakan alat kerja.
f. Identitas atau ciri – ciri pelaku.
g. Motivasi pelaku melakukan kekerasan
h. Lokasi kejadian.
I.Urutan kejadian dari waktu ke waktu, mulai sebelum sampai setelah kejadian. (Dalam hal terkait Pemilu, diuraikan juga waktu terkait tahapan pemilu, misalnya masa kampanye, masa tenang, pemghitungan suara, dll ).
1.2. Pendampingan Penyusunan Kronologi Kejadian
Perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas, dapat membantu mendampingi korban, dalam penyusunan kronologi kejadian.
Apabila diperlukan perusahaan pers, organisasi pers dan atau Satgas, dapat melakukan wawancara terhadap korban, sepanjang dapat dipastikan adanya kesiapan korban.
1.3 Identifikasi Pelaku kekerasan
Perusahaan pers, organisasi pers dan atau Satgas memfasilitasi korban dalam.menghimpun informasi mengenai pelaku kekerasan, identifikasi pelaku kekerasan mengenai antara lain :
a. seragam atau ciri ciri busana yang digunakan pelaku.
b. ciri ciri fisik pelaku antara lain,
– jenis kelamin
– perawakan
– warna kulit /etnis
– bentuk rambut
– umur
– jumlah pelaku
– atribut atribut yang dikenakan pelaku seperti badge, topi, bendera dll.
– bahasa yang digunakan pelaku
– kendaraan yang digunakan pelaku.
– alat alat penunjang yang digunakan pelaku seperti jenis dan tipe senjata jika memakai. Jenis dan tipe alat komunikasi.
c. Foto/ rekaman video pelaku jika ada.
1.4 Identifikasi alat bukti
Alat bukti diperlukan dalam hal.korban akan membuat laporan tindak pidana. Namun sekalipun korban tidak menghendaki melakukan pelaporan tindak pidana, ketersediaan alat bukti tersebut, tetap diperlukan, sebagai bagian dari tahapan pengumpulan informasi.
Adapun alat bukti secara umum mengacu ke KUHAP (keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat dan keterangan terdakwa ).
Terkait alat bukti keterangan saksi, perusahaan pers, orgsnisasi pers, dan atau Satgas, membantu korban mengidentifikasi saksi, jika ada, minimal dua orang, antara lain :
a. orang yang tinggal di.lokasi kejadian kekerasan.
b.rekan kerja wartawan, baik dari media yang sama (rekan reporter, editor, hingga pemred) maupun dari media lain.
c.orang yang malakukan aktivitas di sekitar lokasi kejadian kekerasan.
d. orang orang yang melintas di sekitar lokasi kejadian, saat kejadian berlangsung.
Dalam.peliputan pemilu, seseorang yang merupakan penyelenggara pemilu, pengurus/anggota/simpatisan partai politik, atau seseorang yang terkait dalam.aktivitas peliputan pemilu, dapat diidentifikasi sebagai saksi, sepanjang bukan merupakan pelaku.
Syarat syarat saksi sebagaimana diatur Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) :
a. cakap, umur minimal 21 tahun, sehat secara mental, tidak sedang berada dibawah pengampuan.
b. melihat atau mendengar kejadian adanya kekerasan.
c. tidak memiliki hubungan kerja atau hubungan darah dengan pelaku.
Dalam hal saksi membutuhkan perlindungan, perusahaan pers, organidasi pers, dan atau Satgas mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan tembusan kepada Dewan Pers.
Selain itu, organisasi pers, perusahaan pers dan atau Satgas memastikan dalam hal terdapat bukti – bukti kekerasan kepada wartawan, maka bukti bukti tersebut tersampaikan dalam proses pelaporan. Barang yang dapat menjadi bukti adalah :
a. alat yang digunakan melakukan tindak pidana ( kekerasan ).
b.hasil dari tindak pidana, termasuk alat yang rusak, bercak darah, luka luka pada tubuh.
c.visum et repertum untuk memberikan ketetangan mengenai luka pada wartawan akibat kekerasan tersebut.
d. selain bukti, perlu juga mengidentifikasi adanya kekerasan, antara lain :
– foto atau rekaman audio visual kekerasan.
– rekaman komunikasi, baik telepon (suara ) maupun teks seperti SMS, WhatsApps dll. Rekaman komunikasi, baik berupa ancaman, maupun rencana kekeraxan tersebut.
Mengacu pada KUHAP, jumlah alat bukti yang sah harus dikumpulkan minimal 2, namun lebih banyak.lebih baik.
Perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas, memperhatikan proses pengumpulan alat bukti sebagai berikut :
a. barang bukti harus disimpan dalam.plastik, lalu dimasukkan dalam kotak yang keras untuk.melindungi dari kerusakan, basah, pecah dan lain sebagainya.
b. barang bukti tidak boleh dipegang secara langsung untuk.menghindari adanya sidik jari, maka harus menggunakan sarung tangan.
Dalan hal bukti diserahkan kepada aparat penegak hukum atau dilakukan penyitaan oleh penegak hukum, pihak perusahaan pers, organisasi pers, organisasi pers dan atau Satgas :
a. memastikan relevansi barang bukti dengan kasus kekerasan yang diadvokasi.
b.menyimpan salinan atau dokumentasi barang bukti yang diserahkan.
c.membuat berita acara penyerahan.
2. Identifikasi kebutuhan korban
Organisasi pers, perusahaan pers dan arau Satgas, mengidentifikasi kebutuhan korban, malalui uraian sebagai brtikut :
2.1 Kebutuhan layanan kesehatan, dalam hal korban mengalami iuka parah, luka ringan, atau mengalami gangguan kesehatan.mental/psikis.
a. luka parah yaitu korban harus menjalani rawat inap, di Rumah Sakit,.minimal 3 hari, mengacu ke hukum pidana.
Dalam hal korban luka parah, perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas, mengidentifikasi
* kebutihan evakuasi jika diperlukan
* rujukan ke fasilitas kesehatan
* visum et repertum
b. Luka ringan, yaitu adanya luka atau trauma psikis, namun tak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit sampai 3 hari, atau tanpa perlu menjalani pengobatan sama sekali.
Dalam.hal korban.luka ringan, perusahaan pers, organidasi pers, dan atau Satgas mengidentifikasi
* Kebutuhan evakuasi jika diperlukan.
* Rujukan ke faailitas kesehatan
* Visum et repertum
c. Gangguan kesehatan mental dan psikis
Dalam hal korban mengalami gangguan kesehatan mental atau psikis, perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas mengidentifikasi
* Kebutuhan evakuasi jika diperlukan
* Rujukan ke konselor/psikiater/psikolog/layanan kesehatan.
* Visum et psikiatrikum atau surat keterangan psikolog
2.2 Kebutuhan layanan penanganan dalam hal korban meninggal dunia
Dalam hal korban meninggal dunia, perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas mengidentifikasi
* Kebutuhan evakuasi
* Visum et repertum, atau otopsi
* Biaya pemakaman
* Biaya santunan keluarga.
2.3. Identifikas kebutuhan rasa aman bagi korban
Dalam hal korban atau keluarganya membutuhkan rasa aman, perusahaan pers dan atau organisasi pers mengidentifikasi
* Kebutuhan evakuasi
* Ketersediaan rumah yang aman yang dapat dijangkau oleh korban
* Kebutuhan lainnya selama korban dan keluarganya berada di rumah aman.
3. Identifikasi ketersediaan dukungan untuk korban
3.1. Pendampingan
Dalam hal korban membutuhkan pendampingan untuk mengakses layangan ( keseharan, bantuan hukum, rumah aman, dll ), perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas merujuk korban ke lembaga yang menyediakan layanan pendampingan.
3.2 Pembiayaan
Dalam hal korban membutuhksn dukungan dan fasilitasi pembiayaan umtuk mengakses layanan kesehatan, atau layanan lainnya yang dibutuhkan, khusus bagi perusahaan pers menyediakan jaminan asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan. Adapun organisasi pers menggalang bantuan pembiayaan apabila memungkinkan, misalnya dana solidaritas korban.
4. Kordinasi Pemenuhan Kebutuhan Korban
Perusahaan pers, organisasi pers dan atau satgas, membangun komunikasi dengan LPSK untuk pemenuhan kebutuhan korban atau dengan lembaga penyedia layanan di daerah setempat, dalam hal korban membutuhkan layanan segera.
Dalam hal.kasus bersifat kedaruratan, perusahaan pers, organisasi pers, dan atau Satgas mengajukan permohonan kepada LPSK berdasarkan mekanisme yang tersedia.
5. Kordinasi Pemantauan Kasus
Perusahaan pers, organisasi pers dan atau satgas, melakukan pemantauan atas kasus kekerasan terhadap pers dalam peliputan pemilu.( berlanjut/ ana)