Hai pencinta Fil kali ini, Review Film Trilogi The Matrix yang merupakan sebuah cult movie yang kerap diputar di layar televisi Indonesia. Film ini diputar berkali-kali berkat adegan aksinya yang memukau dan melewati zamannya. The Matrix merupakan film pertama yang menghadirkan efek “bullet time” dengan memanfaatkan slow motion dan perubahan sudut pandang secara melingkar 360 derajat.
Bahkan bisa bilang kalau The Matrix berhasil melakukan revolusi besar-besaran pada adegan aksi di dunia film. Dari The Matrix dan Equilibrium, lahirlah istilah GunKata yang menggambarkan gaya bertarung stylish dengan menggunakan pistol. Bahkan efek bullet time ikut diadaptasi oleh game Max Payne yang dibuat oleh Remedy Entertainment.
Trilogi The Matrix sebenarnya memiliki makna yang sangat mendalam. Wachowski Sister memasukan berbagai filosofi, simulasi, revolusi, dan metamorfosis ke dalam trilogi The Matrix.
Sayangnya untuk memahami hal itu kita harus melihat dan memahami The Matrix dari berbagai sudut yang berbeda. Hal ini cukup sulit dilakukan mengingat The Matrix hadir di era pra internet.
Pada tahun 2019, Lana Wachowski mengumumkan sekuel dari trilogi The Matrix yang berjudul The Matrix Resurrections. Pada review kali ini kami berusaha membahas berbagai elemen yang dihadirkan oleh Lana Wachowski di dalam filmnya.
1. Kembangkitan Neo
Review The Matrix Resurrections, Kebangkitan Kembali Neo di The MatrixDok. WB
Seharusnya Neo dan Trinity sudah mati di akhir The Matrix Revolution. Tapi pada kenyataannya kita mendapati kalau Thomas Anderson (Neo) dan Tiffany (Trinity) masih hidup.
Thomas merupakan seorang desainer game yang sukses berkat trilogi gamenya yang berjudul “The Matrix”. Sementara Tiffany menjadi seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua anak dan seorang suami.
Thomas sering melihat Tiffany ketika berada di Coffee Shop. Keberadaan Tiffany merupakan sebuah tanda tanya besar bagi dirinya. Mengapa wanita yang belum dia kenal selama ini selalu hadir dalam mimpinya. Selain itu sosok Tiffany sangat mirip dengan Trinity yang ada di dalam game ciptaannya.
Kami tidak akan menceritakan lebih panjang lagi kisah The Matrix Resurrections ini, karena kamu bisa melihatnya sendiri di bioskop. Sebagai gantinya kami akan membicarakan berbagai elemen yang hadir di dalam film ini.
2. Penuh dengan referensi dan geek culture
The Matrix Resurrections ingin menyampaikan sebuah ide baru tentang dunia The Matrix. Saking barunya, sampai-sampai mereka menanggalkan jalur telepon untuk terhubung ke The Matrix dan menggantinya dengan cermin. Sebenarnya ini perlambangan akan adanya perkembangan teknologi di dunia nyata. Semula kita menggunakan kabel telepon untuk terhubung ke internet, sedangkan saat ini kita menggunakan optical cable yang kalau diterjemahkan secara langsung adalah kabel optik atau kabel kaca.
Selain penggunaan optical cable, mereka juga kembali menyertakan teori illusion of choice yang merupakan aspek psikologi dan jiwa utama dari kapitalisme. Melalui pemikiran ini kita kerap berhadapan dengan berbagai pilihan yang sebenarnya semua berujung pada satu keputusan yang sama saja.
Di dunia The Matrix Resurrections the illusion of choice atau ilusi pilihan ini dihadirkan melalui pil merah dan pil biru. Bagaimanapun kalau orang sudah mencari tahu kenyataan sebenarnya dari The Matrix dan berhasil menemui orang-orang Zion atau IO, mereka pasti akan memilih pil merah yang merupakan sebuah kebenaran. Tidak ada orang yang sudi memilih pil biru, karena mereka sudah terlanjur melangkah sejauh itu.
The illusion of choice ini juga kerap digunakan oleh para pengembang game. Bagaimana mereka memberikan berbagai quest yang kesannya mempengaruhi ending dari sebuah game, padahal apa yang bakal mereka dapatkan di akhir game sudah ditentukan oleh pembuat game.
Event lainnya di The Matrix Resurrections kemungkinan besar terhubung langsung dengan event Matrixulated yang hadir di The Animatrix. Walaupun kehadiran Neo dan Trinity menjadi pemicu utama munculnya Sentient yang ingin lepas dari kerajaan robot, tapi ada kemungkinan besar hal ini dipicu dari percobaan yang terjadi di episode tersebut.
Sebenarnya kami ingin terus menambah panjang bagian ini, tapi kalau diteruskan bisa-bisa kamu kehilangan semua elemen menarik yang disuguhkan oleh Lana Wachowski. Jadi saksikan sendiri The Matrix Resurrections untuk mendapatkan berbagai teori lainnya.
3. Bagian action yang kedodoran
Kami tahu kalau Keanu Reeves dan Carrie-Anne Moss sudah terlalu berumur untuk menjalankan aksi yang keras layaknya Neo dan Trinity di trilogi awal. Tapi bukan berarti ini menjadi alasan utama untuk menghancurkan elemen action dan baku hantam di The Matrix Resurrections.
Berkali-kali kami dibuat kebingungan dengan keputusan untuk menggunakan lensa wide ketika terjadi perkelahian massal yang melibatkan manusia dengan para agen. Hasilnya, adegan tersebut jadi terlihat sangat kacau dan membingungkan.
Selain itu terlihat sekali kalau terjadi pemotongan budget di sana-sini yang menyebabkan bagian action ini terlihat sangat kasar. Terutama di bagian akhir film yang melibatkan para bot yang diluncurkan dari segala arah secara acak.
Untunglah saat Neo bertarung satu lawan satu dengan Smith, semua kerusakan itu lumayan terobati. Walaupun tidak semeriah trilogi awalnya, tapi setidaknya kita melihat sesuatu yang jauh lebih baik dari adegan baku hantam lainnya. Selain itu berbagai footage lama juga cukup membantu memperkuat cerita dan adegan action yang dilakukan oleh Neo.
4. The Resurrection?
The Matrix Resurrections memiliki bobot filosofi yang nyaris seimbang dengan film pertamanya. Sayangnya saat ini penonton sudah mengalami banyak pergeseran selera dan budaya, sehingga semua ide tersebut terasa kurang bisa diterima oleh penonton baru.
Semua kejutan yang ada di The Matrix Resurrections terasa seperti sebuah pengulangan dari film pertamanya. Masalahnya saat ini sudah tidak ada lagi yang terkejut dengan konsep dunia virtual yang digunakan para robot untuk mengurung manusia.
Bila kamu adalah penonton baru atau muda, kamu akan kebingungan dengan konsep yang disodorkan oleh Lana Wachowski. Bila kamu penonton tua yang memahami konsep The Matrix sampai ke akar-akarnya, film ini bakal mengamini semua pergulatan teori yang kamu jalani ketika menonton trilogi pertama The Matrix, The Animatrix, dan seluruh gamenya.
The Matrix Resurrections seharusnya bisa memberikan sesuatu yang lebih ketimbang pengulangan. Tapi hal ini jelas sejalan dengan judul filmnya. Karena itu kami bisa memberikan nilai 3,9/5 untuk The Matrix Resurrections.
Satu-satunya kesulitan yang kami hadapi ketika menulis review ini adalah, menahan diri untuk tidak mengeluarkan semua teori The Matrix Resurrections hingga habis. Hasilnya kamu masih bisa menikmati film ini tanpa merasa terlalu banyak elemen yang kami bocorkan di dalam review, terutama di bagian kedua dari review ini.
Kalau kamu kebingungan dan penasaran dengan jalan cerita The Matrix secara utuh, kamu bisa mendiskusikannya di kolom komentar bersama dengan kami.