“Dimas?” aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis di depan kakaknya karena aku telah berjanji padaya sekitar 7 tahun lalu ketika Rio masih berumur 9 tahun.
“Apa yang terjadi kepada Rio?” Dimas menatapku dengan sendu melihat adiknya seperti ini. Aku juga melihat sebuah penyesalan di matanya itu.
“Hiks, kumohon jawab aku apa yang terjadi dengan Rio!” Dimas mulai membentakku karena tak sabar dengan apa yang akan kuucapkan.
“Maafkan aku Dimas. Namun aku sudah janji sama Rio untuk tidak memberitahu apapun tentang apa yang terjadi padanya.” kataku dan menunduk karena tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Keparat janji semua sudah hangus sekarang! Pokoknya beritahu aku apa yang terjadi!” Dimas mencengkram kerahku dan menatapku dengan tajam.
“Ok ok, aku akan memberitahumu. Namun kamu tidak boleh memberitahu siapapun tak terkecuali keluargamu mengerti?”. kataku tetap tenang walau sedikit terkejut.
“Ok”. katanya singkat dan segera melepaskan cengkramannya. “Sebenarnya Rio sudah terkena penyakit sejak lama” kataku.
`Dimas POV`
“Rio, sebenarnya sudah terkena penyakit sejak lama.” kata Devin kepadaku.
*Deg*
“Sejak ka-kapan?” Kataku mulai terbata bata karena berusaha menahan tangisanku. “Sejak Rio kelas 5 SD awal setelah kelulusan Andra.” katanya dengan tatapan sendu. “Gak, gak mungkin. Gak mungkin!” kataku mulai menangis sejadi jadinya dan Devin
segera memelukku dan menenangkan ku yang tidak percaya hal ini terjadi.
“hiks maaf kan aku Rio. Aku tidak bisa hiks menjagamu dengan baik hiks.” aku masih terisak dan terus sesenggukan.
“Sekarang sudah stadium berapa ?” kataku dan berharap masih bisa disembuhkan.
“Stadium akhir yang tak bisa disembuhkan hiks.” kata Devin membuatku serasa ditusuk beribu beribu pisau tak kasat mata di hati ku.
“Maafkan aku sekali lagi.” kata Devin lirih.
“Tak apa ini bukan salahmu maupun salah Rio. Ini salahku yang tidak menjaganya selama ini hiks.” Aku mulai tenang dan masih sedikit tak bisa menerima apa yang terjadi. Lalu
kulihat Devin tersenyum, senyumnya membuat orang yang melihatnya tenang. Senyumnya membuatku berada di musim semi yang sejuk dan indah karena baru pertama kali aku melihat orang senyuman se-indah Devin. Aku segera membalasnya dengan senyumanku. Namun senyumanku masih senyuman yang terlihat miris.
“Sudah lah jangan menyalahkan dirimu. Ini tidak salah siapapun kok.” jawabnya lalu tersenyum lagi.
“Ugh.” kami mendengar suara lenguhan Rio yang terbaring di atas kasur. Kami berdua segera mendekatinya dan membantunya untuk duduk.
`Rio POV`
“Ugh.” aku terbangun setelah pingsan keduaku. Tetapi aku tidak hanya melihat Devin sendirian. Aku juga melihat…
“Kak Dimas?” aku tersenyum tulus kepada kakakku yang paling kusayangi itu.
Aku masih tak percaya bahwa ada masih yang sayang padaku. Walaupun sedikit telat sih, karena mungkin kematianku akan dekat. Tapi tak apa aku akan terus berusaha untuk menahannya.