Ritual Barasanji Simbolkan Keragaman Adat dan Tradisi

Ritual Barsanji

Bulukumba, FAJARPENDIDIKAN.co.id– Pada Rangkaian Prosesi Anyorong Lopi di Tanah Bulukumba
Keragaman adat dan tradisi, serta khasanah budaya kota Butta Panrita Lopi, Kabupaten Bulukumba tertuang lewat rangkaian ritual Anyorong Lopi yang merupakan rangkaian festival phinisi 2018. Ritual pemotongan kambing dan barasanji diselenggarakan secara terpusat, di kompleks pemukiman nelayan pesisir, Pelabuhan Pelelangan Ikan (PPI) Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi-Selatan.

Ritual barasanji dan pemotongan kambing merupakan rangkaian dari prosesi tola bala yang dalam dialek bahasa Bugis diistilahkan dengan sebutan ammosi dan pasili atau menebar doa keselamatan sebelum digelarnya upacara anyorong lopi.

Rangkaian upacara anyorong lopi diawali oleh pelaksanaan opening ceremony yang tertuang lewat persembahan tarian adat Marise Resa dan pamanca yang dilanjutkan dengan kegiatan Phinisi Trip route Tanaberu-Pantai Tanjung Bira.

Sebelum upacara anyorong lopi dimulai, dua bentangan tali dan rantai dikaitkan pada bagian body perahu phinisi yang kemudian ditarik beramai-ramai dengan melibatkan seratus orang warga masyarakat dan pengunjung di sekitar lokasi.

Baca Juga:  2025, K3S Ulaweng Programkan Peningkatan Kapasitas Kepsek Melek Teknologi

Upacara anyorong lopi diawali oleh pelaksanaan ritual Ammoci yang dilakukan oleh pembuat dan pemilik kapal dengan mengikuti arahan serta petunjuk guru spiritual pilihan sang pemilik kapal. Tokoh atau sosok guru spiritual kemudian akan memasukkan emas ke dalam mulutnya sembari melakukan rangkaian prosesi ammoci dengan cara melubangi bagian lunas kapal menggunakan bantuan bor.

Emas yang dimasukkan ke dalam mulut sang guru spiritual, secara otomatis akan diberikan pemilik kapal sebagai bentuk upah atau tanda ucapan terima kasih kepada sosok guru spiritual. Jenis dan berat emas tergantung pada tingkat keikhlasan sang pemilik kapal.

Namun pada umumnya, berat emas yang diberikan rata-rata mencapai kisaran satu sampai lima gram. Setelah melaksanakan seluruh rangkaian ritual wajib, prosesi anyorong lopi pun dimulai sembari mendengarkan aba-aba dari pemandu yang diberikan amanah dan kepercayaan untuk memimpin ritual “Appatara Taju” berisikan syair lagu, nyanyian dan cerita lucu warisan pendahulu atau nenek moyang yang diyakini mampu menimbulkan gelak tawa dan menghapus rasa lelah warga saat sedang mendorong badan perahu turun ke air.
Ritual “Apatara Taju” juga merupakan bentuk aba-aba disertai ketukan untuk menandai waktu mulai, dan jedah aktivitas anyorong lopi yang dengan sendirinya akan menimbulkan keselarasan hentakan gerak tali saat berlangsungnya prosesi anyorong lopi.

Baca Juga:  SMA Negeri 5 Parepare Gelar PORSENI, Gali Bakat dan Kreativitas Siswa

Disaat bersamaan, sang pemandu akan memulai tabuhan gong disertai aba-aba yang diistilahkan dengan sebutan lari lambate yang bermakna dorong kuat. Lari lambate sendiri terdiri dari suku kata yakni tra, ta, ju dan kata samakan tiang yang berarti pegang tali dan kuatkan dorongan. Prosesi anyorong lopi yang dilaksanakan di kawasan galangan kapal Batilang, Desa Tanaberu, Kecamatan Bontobahari dimulai pada sekitar pukul 09. 00 Wita, hari Kamis, 14 September 2018 kemarin usai dibuka Wakil Gubernur Sulsel.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU