Sang Pemburu

Dua lelaki berpakaian putih berjalan menuju alun-alun. Sedikit canggung, salah satu di antara mereka berdua melepas topi yang senada dengan warna baju. Bermaksud mengusap peluh di dahi. Panas menghinggapi seolah matahari tepat berada di kepala orang itu.

“Seharusnya kita tidak berada di sini. Ini bukan tempat kita!”

Suara tegas Abraham de Joorg membuat Johannes Hofland menghadapkan wajahnya kepada lelaki yang sedang mengibas-ngibaskan topi itu.

“Keluhanmu itu akan berakhir jika kamu sudah menyaksikan hiburan di alun-alun. Ayo …. ” Johannes memaksa Abraham melangkahkan kakinya.

Mulut Abraham de Joorg terbuka lebar. Pun begitu dengan kedua matanya yang mendelik. Perlahan, ia menggeleng beberapa kali. Para pengunjung menyemut pada beberapa titik. Ia menatap Johannes dengan penuh tanda. “Sebenarnya apa yang hendak kau tunjukkan?” tanyanya.

Mulut Johannes hampir terbuka ketika terdengar suara yang mampu mengalihkan perhatian mereka berdua.

Seorang pribumi bertelanjang dada dengan destar di kepala memukul sebuah gong.

Orang-orang beranjak ke pinggir. Mereka berdiri mengelilingi alun-alun berbentuk lingkaran itu. Bunyi gong yang baru saja mereka dengar menjadi pertanda akan dimulainya sebuah pertunjukan.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU