Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Pernyataan Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga melalui beberapa media terkait sanksi pada para pelajar yakni tidak dapat menerima ataupun mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), mendapat sorotan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar.
Salah seorang staf LBH Pers Makassar, Firmansyah menegaskan, langkah yang dilakukan Polres Gowa adalah pelanggaran terhadap Undang-undang (UU).
“Saya pikir itu perbuatan semena-sema, jika alasannya karena ikut demonstrasi, maka patut dipertanyakan apa dasar hukumnya? Demonstrasi itu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi sehingga tidak ada alasan polisi untuk tidak diberikan dan itu jelas sangat intimidasi,” tegas Firman.
Demonstrasi yang dilakukan oleh pelajar tersebut, kata Firman, merupakan hak berekspresi untuk menyatakan pendapat dan pikiran.
Justru, kata Firman, UU No 9/1998 mengamanahkan untuk menjamin hak setiap orang untuk menyatakan pendapat dan pikiran dan bukan malah melarangnya.
“Sikap kepolisian terhadap siswa tersebut dengan mengancam tidak memberikan SKCK kepada siswa tersebut ucapan yang aneh,” ujar Firman.
“Bagaimana mungkin orang tidak diberikan SKCK, sementara siswa tersebut bukan sedang menjalankan kejahatan. Ini kan sangat tidak masuk akal,” tandas Firman.
Sementara, salah satu tim hukum LBH Pers, Kadir Wokanubun menambahkan penyampaian pendapat dan berekspresi adalah hak asasi setiap warga negara, hak asasi tersebut melekat pada setiap warga negara termasuk anggota kepolisian jika merasa hak-haknya dilanggar, dalam konteks hak sipil politik maupun hak ekosob secara luas. Setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat jika menganggap terjadi ketidakadilan atau kekeliruan dalam kebijakan yang dikeluarkan negara.
“Respons Kapolres Gowa terhadap adanya penyampaian aspirasi 17 siswa SMA diantaranya yang kemudian dicatat dalam catatan kriminal kepolisian dan dianggap tidak berhak menerima SKCK merupakan tindakan yang keliru irrasional dan kedangkalan dalam mengambil keputusan,” tegas Kadir.
Dia menilai, langkah menghukum 17 anak muda tersebut memiliki catatan kriminal karena ikut aksi adalah tindakan yang tidak bisa diterima secara hukum, sebab mereka adalah calon pemimpin yang menyampaikan aspirasi dan mengasah daya kritis sebagai warga negara yang dijamin oleh UU.
“Apa yang mereka lakukan itu, bukanlah sebuah kejahatan,” tegas Kadir.
Kadir menyebutkan, Kaplores Gowa seharusnya memberi support kepada anak-anak muda tersebut dengan memberi ruang untuk aspirasi mereka supaya sampai ke pemerintah, bukan malah mengubur mimpi mimpi merek untuk jadi pemimpin. Langkah Kapolres Gowa itu sangat berbahaya, sebab bisa menjadi preseden buruk dalam hal menyampaikan pendapat di depan umum dan akan menjadi preseden yang bisa saja diikuti oleh Polres-polres lainnya.
“Kapolres Gowa keliru menyatakan anak-anak muda tersebut sebagai pelaku kriminal, ini adalah prejudice yang melabrak asas presumption of innoncence. Sebaiknya Polres Gowa fokus saja untuk mengurus kasus-kasus korupsi yang mendapat perhatian luas oleh publik,” tegas Kadir.
Pihaknya berharap Kapolres lebih proporsional dalam merespons aksi-aksi dan sikap kritis anak- anak muda di Gowa.
“Belajarlah menghormati ekspresi anak muda, bukan menghukum tanpa sebab yang jelas,” pungkas Kadir.
Sebelumnya, Kapolres Gowa, Shinto Silitonga mengklaim, apa yang telah dilakukan para pelajar ini merupakan sebuah pelanggaran, khususnya dalam UU No 9/ 1998. (FP)