Setiap sekolah mesti punya kreativitas dan inovasi program yang akan jadi pembeda sekolahnya dengan yang lain.
Dalam program itu, akan jadi ruang bagi anak-anak dan guru untuk mengekspresikan diri dan potensinya. Inilah yang jadi alasan ketika Program Pacarita dicetuskan.
“Kami akan membuat Program Pacarita, akronim dari Panggung Cerita Ceria Kita,” ungkap Rusdin Tompo, aktivis dan penggiat Sekolah Ramah Anak.
Rusdin Tompo menyampaikan gagasan itu dalam pertemuan di SD Inpres Banta-bantaeng I, Sabtu, 12 Maret 2022.
Hadir dalam pertemuan itu, Kepala UPT SPF SD Inpres Banta-bantaeng 1, Hj Baena, S.Pd, M.Pd, pendidik dan tenaga ke-pendidikan serta mahasiswa yang tengah melaksanakan program Kampus Mengajar di sekolah yang berada di Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini itu.
Diberi nama Program Pacarita karena kegiatan yang dilakukan akan memanfaatkan panggung sekolah dengan kegiatan bercerita, membaca puisi dan public speaking lainnya.
Kata “Ceria” diambil dari nama perpustakaan sekolah, yakni Perpustakaan Ceria, yang baru saja mendapat Akreditasi A.
Rusdin Tompo dan tim akan memperkuat program literasi sekolah dengan kegiatan menulis kreatif yang nanti akan dibukukan.
Selain program literasi sekolah, juga akan dilakukan program-program yang mendukung SD Inpres Banta-bantaeng I meraih Adiwiyata Nasional, serta program Sekolah Ramah Anak (SRA).
Ditekankan bahwa program-program yang dilakukan menggunakan pendekatan hak anak dan pemberdayaan.
Sosialisasi hak anak juga akan diberikan bagi orangtua siswa untuk mendorong mereka berpartisipasi dalam program-program sekolah.
“Sekolah hanya bisa berkembang dan maju bila ada partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan.
Pendekatan multi-pihak, yang kini keren dengan istilah pentahelix, akan diterapkan sebagai strategi program,” papar Rusdin Tompo, yang punya pengalaman pendampingan di beberapa sekolah.
Syahrir Rani Patakaki, juga berbagi pengalaman dalam forum perkenalan itu. Sebagai pensiunan guru, dia tahu bahwa banyak potensi anak didik yang mesti diberi ruang.
Seniman teater dan penulis sanja Makassar ini, akan banyak berbagi pengalaman dan ilmunya seputar sastra daerah agar anak-anak dekat dan mengenal budaya daerahnya.
“Kemampuan dan kemauan anak mesti dimunculkan agar mereka punya kebanggaan atas dirinya, lewat karya yang dihasilkan,” terang penulis buku “Attayang Ri Masunggua” itu.
Sementara pendongeng Mami Kiko, menggambarkan kekuatan bercerita dan pentingnya membangkitkan imajinasi anak.
Dia mengisahkan tentang kekuatan bercerita yang mampu menginspirasi dan memotivasi anak-anaknya.
Karena dalam cerita ada pesan moral dan pendidikan karakter yang mau ditanamkan kepada anak-anak, namun tanpa menggurui.
“Paling penting sebagai orangtua, memahami keunikan, potensi dan karakter anak-anak,” imbuh Sarjana Hukum yang sudah tampil di berbagai daerah itu.
Hj Baena merasa bersyukur bisa ber-mitra dengan orang-orang yang punya kepedulian memajukan dunia pendidikan.
Dia berharap, guru-guru SD Inpres Banta-bantaeng I, memanfaatkan kesempatan ini untuk peroleh pengalaman dari seniman dan para penggiat literasi tersebut.
Dalam waktu dekat, sekolahnya, kata Hj Baena, akan mengikuti perlombaan. Sehingga, transfer pengetahuan dan pengalaman akan sangat bermanfaat bagi murid-murid dan guru di sekolah itu. (*)