Kepala SD Kristen Malango’ Tagari, Daniel Patiallo, menyampaikan bahwa program Transpormation School ini membawa misi perubahan besar dalam proses pembelajaran. “Ide ini muncul dari Ketua BPS Gereja Toraja, yang terinspirasi dari Sekolah Lentera Harapan Toraja. SD Kristen Malango’ Tagari diharapkan mengalami perubahan signifikan dalam proses pembelajaran ke depan,” ujarnya.
Program tersebut mendapatkan dukungan positif dari pengurus YPKT, yang kemudian menindaklanjutinya dengan membuka pendaftaran untuk calon guru yang akan ditempatkan di sekolah tersebut. Seleksi calon guru dilakukan pada bulan Mei dan menghasilkan tujuh guru kelas yang sebagian besar adalah mantan pengajar di Sekolah Lentera Harapan serta lulusan Universitas Pelita Harapan (UPH).
Daniel menambahkan bahwa para guru baru mendapatkan pelatihan intensif selama tiga hari oleh pihak UPH sebelum memulai pembelajaran. Salah satu fokus pelatihan adalah bagaimana menghadapi anak-anak dengan bijaksana di kelas.
Tahun ajaran baru ini, SD Kristen Malango’ Tagari menerima 31 siswa baru. Selain itu, sekolah ini juga melakukan perubahan pada aturan pakaian seragam. Siswa diwajibkan memakai seragam putih/hijau dengan celana atau rok biru dan dasi dari Senin hingga Kamis, sementara pada hari Jumat, mereka mengenakan seragam batik. Proses pembelajaran dimulai dengan ibadah bersama dari pukul 07:00 hingga 07:15 WITA.
Daniel menjelaskan bahwa Transpormation School mengadopsi kurikulum dan manajemen dari Sekolah Lentera Harapan Toraja. Setelah dua bulan diterapkan, program ini menunjukkan perkembangan yang positif, terutama dalam hal kedisiplinan guru, etika, dan tatakrama, dengan pembelajaran yang selalu berpusat pada ajaran Kristus.
Visi sekolah ini adalah menjadi lembaga pendidikan yang holistis dan berlandaskan iman dalam Kristus, dengan misi untuk membimbing murid bertumbuh dalam iman, karakter, dan pengetahuan yang berpusat pada Kristus.
Terkait pembiayaan, SD Kristen Malango’ Tagari, sebagai sekolah yayasan, tetap mengenakan sumbangan melalui komite sekolah. Daniel menyampaikan bahwa dari 16 guru dan pegawai, hanya satu yang berstatus PNS, sementara lainnya non-PNS dan bergantung pada yayasan untuk gaji. “Sebagai kepala sekolah, saya satu-satunya yang berstatus PNS,” jelasnya.
Daniel menutup dengan mengajak para orang tua untuk tidak ragu mempercayakan pendidikan anak-anak mereka, karena meskipun biayanya terjangkau, kualitas pendidikan dan perhatian dari para guru, pengurus yayasan, dan BPS sangat tinggi.