Seputar Hukum Puasa Asyura dan Tasu’a

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Puasa Asyura ( عاشوراء) adalah salah satu jenis puasa sunnah yang disyariatkan dalam Islam. Kata Asyura’ sendiri merujuk kepada tanggal 10 bulan Muharram.

Dalil pensyariatan puasa Asyura dan juga sekaligus fadhilahnya diantaranya adalah sabda Rasulullah ﷺ :

- Iklan -

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Puasa Asyura, aku berharap dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim)

Adapun puasa tasu’a (تاسوعاء) adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal sembilan bulan Muharam (sehari sebelum jatuhnya hari Asyura).

- Iklan -

Puasa ini pun disepakati pensyariatannya berdasarkan sebuah hadits : “Sungguh jika aku masih hidup di tahun depan, niscaya aku akan berpuasa tanggal sembilannya.” (HR. Muslim)

𝗦𝗲𝗯𝗮𝗯 𝗽𝗲𝗻𝘀𝘆𝗮𝗿𝗶𝗮𝘁𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata , ketika Rasulullah ﷺ tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan puasa Asyura, beliau pun bertanya tentang hal puasa tersebut.

Mereka menjawab, “Ini hari baik, hari di mana Allah ta’ala menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, lalu Musa berpuasa pada hari itu.”

- Iklan -

Maka Rasulullah ﷺ menjawab,

أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian,’ maka beliau pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih)

𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀-𝗵𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝗹𝗮𝗶𝗻𝗻𝘆𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗸𝗮𝗶𝘁 𝗽𝘂𝗮𝘀𝗮 𝗔𝘀𝘆𝘂𝗿𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗧𝗮𝘀𝘂’𝗮

Berikut ini adalah diantara beberapa hadits yang menjadi sumber penyimpulan hukum yang berkaitan dengan puasa Asyura’ :

𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu ia berkata : pada saat Rasulullah ﷺ melaksanakan shaum Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk melaksanakannya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (Asyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”.

Maka Rasulullah ﷺ bersabda,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Insyaallah jika sampai tahun yang akan datang aku akan berpuasa pada hari ke sembilannya”.

Ibnu Abbas berkata,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Rasulullah ﷺ meninggal sebelum sampai tahun berikutnya.” (HR Muslim )

𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮

Rasulullah ﷺ bersabda,

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Sabtu, 19 Oktober 2024: Rahasia Pelayanan yang Tidak Diindahkan

خَالِفُوا الْيَهُودَ وَصُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَ يَوْمًا بَعْدَهُ

“Berpuasalah kalian pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Hendaknya kalian berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR. Baihaqi)

𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮

Ummul Mukminin Aisyah berkata :

فَلَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

“Mana kala Nabi ﷺ tiba di Madinah beliau memerintahkan puasa Asyura. Dan ketika diwajibkan puasa Ramadhan beliau ﷺ meninggalkan puasa Asyura.

Dan Nabi ﷺ bersabda : ‘Siapa yang ingin berpuasa silahkan, yang tidak juga silahkan.” Mutafaqqun ‘alaih)

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗵𝘂𝗸𝘂𝗺 𝗽𝘂𝗮𝘀𝗮 𝗔𝘀𝘆𝘂𝗿𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗧𝗮𝘀𝘂’𝗮

Berikut ini kami ringkaskan hasil istimbath (penyimpulan ) hukum puasa Asyura dari hadits-hadits di atas oleh para ulama.

1. Anjuran puasa Asyura sangat kuat, bahkan pada awal Islam ia merupakan puasa yang diwajibkan, kemudian dimansukh (dihapus) kewajibannya dengan syariat puasa Ramadhan.

Disebutkan dalam al Mausu’ah :

اتفق علماء الأصول على أنه إذا نسخ الوجوب بنص دال على الجواز، كنسخ وجوب ‌صوم ‌عاشوراء

“Telah bersepakat para ulama ahli ushul bahwa apabila kewajiban telah dihapus, maka hukumnya (minimal) berubah menjadi boleh. Seperti dihapuskannya kewajiban puasa Asyura.”[1]

Al Imam Nawawi rahimahullah berkata :

‌وكان ‌صوم ‌عاشوراء ‌واجبا ثم نسخ

“Dahulunya puasa Asyura diwajibkan, kemudian kemudian dihapus hukum (kewajiban)nya.”[2]

2. Berdasarkan hadits ketiga di atas, ulama sepakat berpendapat bahwa puasa Asyura hukumnya sunnah, bukan wajib.

Disebutkan dalam al Mausu’ah :

اتفق الفقهاء على سنية صوم عاشوراء وتاسوعاء

“Para ahli fiqih telah bersepakat atas sunnahnya berpuasa Asyura dan Tasu’a.”[3]

3. Ulama menganjurkan agar puasa Asyura diiringi dengan puasa Tasu’a.

Al imam Nawawi rahimahullah berkata :

قال بعض العلماء ولعل السبب في صوم التاسع مع العاشر ‌أن ‌لا ‌يتشبه ‌باليهود في إفراد العاشر وفي الحديث إشارة إلى هذا وقيل للاحتياط في تحصيل عاشوراء والأول أولى

“Berkata sebagian ulama, dugaan kuat bahwa disunnahkannya puasa Tasu’a beriringan dengan Asyura adalah agar tidak menyerupai cara puasanya orang-orang Yahudi. Yaitu mereka hanya puasa di hari kesepuluhnya saja. Dan ini telah diisyaratkan dalam hadits.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Jumat, 15 November 2024: “Itu Bukan Urusanmu”

Dan ada yang mengatakan puasa sembilan dan sepuluh sekaligus ini adalah untuk kehati-hatian. Namun, pernyataan yang pertama lebih unggul.”[4]

Zurqani al Maliki rahimahullah berkata :

فصوموا التاسع والعاشر وإلى استحباب الجمع بينهما ذهب مالك والشافعي وأحمد

“Berpuasa itu di hari Tasu’a dan Asyura dan disunnahkan untuk mengumpulkan kedua hari ini. Ini adalah pendapat Malik, Syafi’i dan Ahmad.”[5]

4. Jika tidak melakukan puasa Tasu’a untuk mengiringi puasa Asyura, maka disunnahkan puasa sehari setelahnya.

Disebutkan dalam al Mausu’ah :

‌واستحب ‌الحنفية ‌والشافعية ‌صوم ‌الحادي ‌عشر، ‌إن ‌لم ‌يصم ‌التاسع

“Kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyyah mensunnahkan berpuasa di tanggal sebelasnya, jika tidak berpuasa di tanggal sembilannya.”[6]

Imam ar Rafi’i berkata : ”Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal sembilan maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal sebelas.”[7]

5. Berpuasa tanggal 9, 10 dan tanggal 11 Muharram.

Ulama Syafi’iyyah memandang berpuasa tiga hari disunnahkan. Berkata al imam Zakariya al Anshari rahimahullah :

بل نص الشافعي في الأم والإملاء على استحباب صوم الثلاثة

“Bahkan al imam Syafi’i menegaskan di dalam kitab al Ummnya atas kesunnahan berpuasa selama tiga hari.”[8]

Bahkan kalangan Malikiyah ada yang mensunnahkan sejak tanggal delapan Muharram.

Ash Shawi al Maliki rahimahullah berkata :

‌ ندب صوم …عاشوراء ‌وتاسوعاء ‌والثمانية ‌قبله

“Disunnahkan berpuasa Asyura, Tasu’a dan hari kedelapan sebelumnya.”[9]

6. Adapun mengkhususkan puasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja (Asyura) makruh hukumnya menurut mayoritas ulama.

Pernyataan kalangan Hanafiyah :

‌ويكره ‌صوم ‌عاشوراء ‌مفردا

“Dan dimakruhkan puasa Asyura tanpa diiringi hari lain.”[10]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah al Hanbali berkata :

وابن عباس كان يكره إفراده، ويأمر بصوم اليومين مخالفة لليهود

“Dan Ibnu Abbas memakruhkan hanya berpuasa satu hari. Beliau memerintahkan puasa dua hari agar menyelisihi orang-orang Yahudi.”[11]

Sedangkan kalangan yang tidak memakruhkan diantaranya dari kalangan Hanabilah, berkata al imam Buhuti al Hanbali rahimahullah :

ولا ‌يكره إفراد العاشر بالصوم

“Dan tidak dimakruhkan hanya berpuasa satu hari di tanggal sepuluhnnya.”[12]

Demikian penjelasan mengenai masalah ini, semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU