Karya tari terbentuk dari hasil ekspresi gagasan berkreasi tari. Gagasan dapat muncul kapan saja dan di mana saja, tergantung pada kreativitas pencipta tari.
Ide dapat pula datang dari rutinitas sehari-hari atau pengalaman pribadi yang mengesankan dan dapat dijadikan gagasan berkreasi tari. Tarian yang telah dibuat harus dikomunikasikan kepada masyarakat melalui pagelaran tari, sehingga dengan demikian, pegelaran tari merupakan tahap akhir dari proses kreatif berkreasi tari.
Karena tari merupakan seni indah yang sangat lekat dengan kehidupan sosial masyarakat, sehingga menggerakkan sosok perempuan berpostur tubuh mungil, Andi Imrah Dewi untuk berkreasi dan menciptakan berbagai tari kreasi yang lekat dengan tradisi masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah.
Berkunjung ke kota daeng, Sulsel, Andi Imrah, yang belakangan menetap di Palu, Sulteng membagi berbagai kisah perjalanan dan pengalamannya dalam mencipta tari. Termasuk salah satu tari fenomenal yang saat ini sedang ia kerjakan.
Tari ini ia sebut “Tari Kamaimo”. Kamaimo sendiri adalah bahasa dari Suku Lauje yang mendiami sebagian satu wilayah di Sulawesi Tengah.
“Kamaimo itu artinya mengajak. Kata ini dapat diinterpretasikan ke dalam suatu pemaknaan yang luas, di mana masyarakat Suku Lauje memiliki kebiasaan yang menarik untuk diulas lebih dalam.”
“Kehidupan keseharian mereka sangat lekat dengan bersosialisasi terhadap lingkungan keluarga, dan sebagai bentuk kepedulian yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, dengan cara bergotong royong serta bekerja sama dan saling memotivasi agar bisa berhasil,” kata Andi Imrah Dewi.
Lebih jauh ia menjelaskan, sebelum membuat Tari Kamaimo, ia melakukan riset terhadap masyarakat suku Lauje yang memiliki keunikan tersendiri dalam kehidupan sosial mereka. Dalam setiap gerakan Tari Kamaimo, ia menggambarkan pola hidup suku Lauje yang kental dengan sikap kebersamaan dan gotong royong.
“Di sana itu, kehidupan Suku Lauje terlihat bagaimana mereka menjalani suka dan duka bersama-sama tanpa ada kata mengeluh. Semua itu dikerjakan dengan hati senang serta gembira. Tarian ini bisa dibilang merupakan ungkapan cita rasa dan kepekaan masyarakat, khususnya Suku Lauje dalam bekerja sama sehingga hal tersebut merupakan latar belakang karya tari dengan judul Kamaimo ini,” tuturnya.
Setelah lama mengamati kehidupan suku Lauje, Andi Imrah Dewi mulai menyusun Kamaimo, mulai dari aransemen musiknya, gerakan tari yang santun nan lembut. Hingga gaun tari berwarna kuning yang lekat dekat tradisi masyarakat Sulteng, ia desain sendiri.
“Untuk aransemen musiknya dibuat secara umum yang memasukan unsur musik dengan berbagai genre, agar penggarapannya lebih internasional dalam menanggapi konsep kekinian di zaman milenial dan tak lepas pada unsur etnik Sulawesi Tengah dengan perpaduan vokal dan alat musik tradisional.”
Inilah yang menjadi keunikan dalam karya tari Kamaimo, mencoba dengan sesuatu yang inovasi dan selalu melahirkan bentuk-bentuk kreativitas dalam berkarya. Hal ini sangat wajar, seperti dalam proses pembelajaran kreativitas seni.
“Kata kunci dalam pendidikan adalah kreativitas, di mana kajian ini sangat komprehensif tentang kreativitas dalam pendidikan seni dan berbagai pihak yang peduli terhadap generasi milineal,” jelasnya.
Andi Imrah Dewi yang berprofesi sebagai penata tari, juga adalah seorang dosen di Universitas Tadulako, Palu. Dia menuturkan beberapa hal mengenai tariannya, selain beranjak dari sifat kebersamaan yang dimiliki oleh masyarakat Suku Lauje, ternyata tarian ini juga bisa ditarikan secara berpasangan atau pun berkelompok. “Jadi kandungan tariannya bisa ditarikan oleh siapa saja dan tidak harus hanya dari wanita sentris.”
Keunikan lain yang ada pada Tari Kamaimo, ialah busananya. Orang atau penikmat tari yang menonton pertujukan tari Kamaimo akan dikejutkan oleh beberapa-beberapa hal yang ada pada busana yang dikenakan oleh para penari. Seperti hiasan kepala, pada beberapa gerakan tarian, hiasan kepala nantinya akan mengeluarkan seutas kain merah yang akan menutupi muka para penari. Kemudian beberapa properti tari lainnya yang jika dilihat sepintas, itu hanyalah bagian hiasan dari gaun penari tapi ternyata itu adalah properti yang digunakan dalam menari.
Dalam ajang kegiatan Hari Tari Dunia, Tiem AID Kreatif diundang khusus untuk mewakili provinsi Sulawesi Tengah dalam memeriahkan kegiatan yang sangat bergengsi, di mana kegiatannya di selenggarakan di Baruga Universitas Negeri Makassar dan dihadiri oleh berbagai daerah. Kegiatan tersebut merupakan ajang silaturahmi para akademi, seniman tokoh masyarakat dan tidak ketinggalan juga para mestro yang ahli di bidang seni pertunjukan. (*)